Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
15 pages
1 file
Memahami ajaran dalam agama Islam dilakukan tidak sebatas membaca Al-Quran dan terjemahannya. Sebab, Al-Quran memiliki bahasa yang tinggi dan ayat-ayatnya tidak selalu bisa dipahami hanya melalui terjemahan. Salah satu penjelas dari isi Al-Quran ada sunah atau hadits yang berupa ucapan-ucapan Rasulullah Saw. yang diberi otoritas oleh Tuhan untuk menyampaikan setiap wahyu kepada umat manusia. Kedudukan hadits ini sangat penting bagi umat Islam.
Artikel ini membahas dinamika Hadis di sebuah organisasi Islam untuk mengetahui; a) Bagaimana konsep Hadis dimaknai dan ditetapkan batasan-batasan epistemologinya oleh sekelompok ulama yang sekaligus sebagai unsur ideologi organisasi; b) Apakah konsekuensi yang terjadi ketika sebuah organisasi Islam memberikan keputusan mengenai status Hadis terhadap ijtihad kolektif di dalam organisasi. Secara khusus, penulis menggunakan pendekatan historis-sosiologis untuk memahami konsep Hadis dalam pandangan Muslim Indonesia, dengan studi kasus Muhammadiyah. Artikel ini menghasilkan kesimpulan bahwa: a) konseptualisasi Hadis di Muhammadiyah dilakukan melalui ijtihad Jama'iy (kolektif) yang direpresentasikan oleh Majelis Tarjih.; b) Proses verifikasi dan otentifikasi Hadis yang dilakukan oleh Muhammadiyah menimbulkan dinamika organisasi dengan kecenderungan adanya dominasi otoritas struktural terhadap dinamika intelektual di tingkat akar rumput (kultural).
Pendahuluan Hadits merupakan sumber kedua ajaran Islam setelah al-Qur'an. Al-Qur'an dan hadits menjadi warisan utama dan peninggalan Rasulullah saw kepada umatnya, dan tentunya jalan kesesatan tidak akan pernah dialami oleh umat Islam jika berpegang teguh kepada kedua sumber ini. Ini merupakan sabda Rasululullah saw: Artinya: "Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara yang kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah (al-Quran) dan Sunnahku". 2 Hadits Maudhu' pada hakikatnya bukanlah sebuah hadits, karena statemen dari si pembuat hadits itulah, kemudian dikatakan dia sebagai hadits meskipun palsu. Dinamakan hadits juga dalam rangka mempraktiskan kerja ulama hadits untuk menyelidikinya lebih mendalam lagi. Aktivitas pemalsuan hadits telah terjadi pada pada tahun ini terjadi pembunuhan Saidina Usman bin Affan r.a dan kemudian berlanjut kepada babak baru pertentangan berikutnya di kalangan umat Islam. Saat ini terjadi pro-kontra pendapat dalam persoalan-persoalan politik yang berakibat kepada berpecahnya Islam kepada beberapa sekte utama, seperti Syi'ah, al-Khawarij, dan golongan yang berpihak kepada Mu'awiyyah. Keadaan menjadi semakin parah karena masing-masing pengikut membawa pesoalan-persoalan bid'ah, ta'assub, dan mereka yang kelihatannya Islam padahal sesungguhnya kufur (Al-Dhahabiy 1995, 1: 169). Bertitik tolak dari inilah awal periwayatan hadits palsu. Hadits-hadits dha'if dan hadits palsu merupakan di antara faktor-faktor yang menjadi penyebab lemahnya pada beberapa sisi periwayatan yang terdapat pada tafsir bil ma'tsur, dan karena hadits palsu, hasil karya orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak senang dengan Islam dan ingin merusak aqidah umat Islam. Al-Dzahabiy, sebagaimana dikutip oleh Shalah Abdul Fattah al-Khalidiy (2002: 233), menyatakan: "Sebab-sebab lemahnya pada beberapa sisi periwayatan tafsir bil matsur, pertama, berkembangnya dan tersebarnya hadits-hadits maudhu' dalam penafsiran, sehingga berakibat kepada tercampurnya antara periwayatan yang sahih dengan riwayat dari para pembuat hadits palsu dan para pendusta. Kedua, Masuknya Isra'iliyyat ke dalam tafsir bil ma'tsur. Ketiga, Penghapusan Sanad, pada zaman tabi'in marak sekali terjadi pemalsuan dan pelenyapan sanad dan tersebarnya kebohongan pada masa tersebut. Oleh karena itu, para tabi'in menuntut untuk menyebutkan sanad secara Abstract Contributions and the Role of Scholar (Ulama) in Preventing Hadits Maudhu' The spread of hadith maudhu ' is an issue that has recently occurred. False hadith is hadith which is made Suyuti up to Shaykh Nasir al-Din al-Bani, but the effort and attention should be continued for those who have the authority science by way of reviewing, writing, discussions, seminars about the existence of the hadiths maudhu ', so as to minimize the spread and practice of hadiths maudhu ' by society. In addition to the hadith as sources of law after the Qur'an, hadith is also a second source of interpretation bil ma'tsur, and in the hadith of the interpretation function is to explain global verses, verses that explain abstruse, paragraph absolute-verse, and others. So if the hadiths that are used for the hadith interprets maudhu ' then this will damage the interpretation.
2017
Hadis, as the second source of Islamic law, has ben referred by muslims from the early periode of Islam, in dealing with their both social and sprituai life. Due this reason, many parties, either muslim or non-muslim have used hadis not only in line with proper function as second source after the Qur’an but olso for improper usage. In order to deal with this issue, this article aims at providing a clear analysis on hadis position and its function as a source for Islamic legislation. By reffering to both Qur’anic interpretation ad hadis contents, and also dealing with opinions of Muslim. It is found that hadis is inseparable from the Qur’an. Surely, there has been a point in Islamic history when either certain Muslin or non-Muslim group denied to acknowledge hadis. This denial, however, was due to their iguarance towards the real means of the Qur’an and hadis itself.
Jurnal Islam Dan Masyarakat Kontemporari, 2014
Since the state of ignorance, poetry had been playing its role as a strong weapon to Arab tribes. The same applies to the age of Islam where the poets were drafting prose texts as an arrn to attack against their enemies. Poetry has been changing from time to time since that state of ignorance. Nevertheless, tremendous changes happened during the age of Islam compared to previous times. Many art researchers and orientlists believed that art during the period of Islam had beep facing regression due to several causes. Among them was the rejection of al Quran against poets and writers who were compromising with elements of ignorance in their prose texts' Another was that people of this period were concentrating their attention on Da'wah activities and opening up Islamic territories till they were short of tirne to pafticiPate in (their feeling of it). Thus, this article is wrtfien to explain and clarifi stands of Islam on prose texts involved in study on selected Qur'anic verses' This is to clarify the views of Prophet Muhammad p.b.u.h. where al-Ahadith will be revised as well as views of his companions'
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
2013
Jumhur Ulama menyepakati bahwa Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua. Dengan demikian, untuk memahami ajaran Islam secara holistik, maka pemahaman terhadap Hadis adalah keniscayaan. Kendatipun ada segelintir umat Islam yang tidak mengakui kedudukan Hadis sebagai sumber ajaran Islam, hal ini terjadi, antara lain, boleh jadi karena mereka tidak memahami secara komprehensif bagaimana sejarah Islam dan lahirnya Islam yang disampaikan oleh Rasulullah saw itu sendiri. atau karena kurang memahami teks Alquran yang memang memerintahkan untuk mentaati Rasul serta berpegang teguh dengan apa yang disampaikannya berkaitan dengan syariat Islam. Artikel ini, mengupas tentang bagaimana urgensi kedudukan Hadis terhaadap Alquran dan kehujjahannya dalam ajaran Islam.
Perilaku dan sikap baik dalam Islam sering disebut sebagai akhlak karimah, akhlak yang bagus. Akhlak yang baik tentu akan menyenangkan orang lain. Bukan, hanya itu akhlak yang baik justru akan memperindah pemiliknya. Karena itu akhlak Islam mempunyai kedudukan dalam Islam. Beberapa yang bisa disebutkan dalam masalah ini adalah, di antaranya:
A. Latar Belakang Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi. Pertama pendidikan dari sudut pandangan masyrakat dimana pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda yang bertujuan agar hidup masyarakat tetap berlanjut, atau dengan kata lain agar suatu masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang senantiasa tersalurkan dari generasi ke generasi dan senantiasa terpelihara dan tetap eksis dari zaman ke zaman. Kedua pendidikan dari sudut pandang individu dimana pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi dalam diri setiap individu sebab individu bagaikan lautan yang penuh dengan keindahan yang tidak tampak, itu dikarenakan terpendam di dasar laut yang paling dalam. Dalam diri setiap manusia memiliki pelbagai bakat dan kemampuan yang apabila dapat dipergunakan dengan baik, maka akan berubah menjadi intan dan permata yang keindahannya dapat dinikmati oleh banyak orang dengan kata lain bahwa setiap individu yang terdidik akan bermanfaat bagi manusia lainnya.[1] Dari kedua sudut pandang pendidikan di atas kemudian datanglah Islam yang secara komprehensif memadukan kedua sisi bentuk pendidikan yang berlandaskan al-Qur'an dan as-Sunnah, dimana Islam mendidik individu menjadi manusia yang beriman, berakhlak yang mulia dan beradab yang kemudian melahirkan masyarakat yang bermartabat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan sistem pendidikan Islam. Makalah ini akan membahas sistem pendidikan Islam perspektif hadits.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Mumtaz: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Keislaman, 2019
Journal of Usuluddin, 2020
Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman, 2017
JURNAL ISLAMIKA, 2021
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI , 2024
Journal of Islamic Architecture, 2012