Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
68 pages
1 file
Pendahuluan Penyakit Jantung koroner (PJK) merupakan penyakit jantung yang sering ditemukan dan menjadi penyebab kematian utama di negara-negara Indonesia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 16,7 juta penduduk seluruh dunia per tahun meninggal saat ini karena penyakit kardiovaskular, penyakit ini merupakan penyebab 30% dari seluruh kematian di dunia tiap tahunnya. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan sumbatan akut arteri koroner jantung akibat rupturnya plak aterosklerosis. Di Indonesia angka kematian karena penyakit kardiovaskular makin meningkat, berdasarkan SKRT tahun 1980 menduduki urutan ketiga (9,9%), tahun 1986 urutan kedua (9,7%), dan tahun 1992 telah menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian bagi penduduk usia lebih dari 45 tahun yaitu sebanyak 16,4%. 3 Pada SKRT tahun 1995 penyakit sistem kardiovaskular sebanyak 24,5% lebih tinggi dari penyakit infeksi sebesar 22,5%; dibanding SKRT tahun 1992, proporsi penyakit sistem sirkulasi ini meningkat cukup pesat, bahkan diperkirakan pada tahun 2009 penyakit pembuluh darah ini tetap menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian di Indonesia. World Health Organization meramalkan akan menjadi penyebab kematian utama di kawasan Asia pada tahun 2010 nanti. Strategi Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah menegakkan diagnosis secara cepat dan tepat dan melakukan penanganan umum yang optimal. Pedoman tatalaksana SKA ini bertujuan memberikan arahan dan petunjuk bagi dokter sejawat petugas medis lainnya untuk menegakkan diagnosis dan tatalaksana pasien SKA elevasi ST dalam praktik klinis. Definisi Sindrom koroner akut (SKA) adalah sindrom klinis yang biasanya disebabkan oklusi total atau sebagian dari yang mendadak pada arteri koroner akibat ruptur plak aterosklerosis. Patofisiologi SKA merupakan suatu nekrosis miokard yang disebabkan oleh karena robekan sampai sumbatan mendadak aliran darah koroner. Hal ini sebagian besar disebabkan ruptur plak aterom yang kemudian dilanjutkan dengan proses vasokonstriksi, reaksi inflamasi, trombosis dan embolisasi. Luasnya nekrosis miokard tergantung pada; lokasi dan lamanya waktu sumbatan berlangsung, luasnya area miokard yang diperdarahi pembuluh darah tersebut dan ada tidaknya pembuluh kolateral. Pada SKA tanpa elevasi segmen ST terjadi perubahan segmen ST dan atau gelombang T berupa depresi segmen ST atau gelombang T yang inverted sedangkan elevasi segmen ST biasanya terdapat oklusi total pada arteri koroner. Diagnosis dan Stratifikasi Risiko Diagnosis SKA ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran EKG (elektrokardiografi) dan pemeriksaan enzim jantung. Gejala klinisnya adalah nyeri dada yang khas atau tipikal yaitu nyeri dada atau rasa tidak enak yang bersifat substernal, menetap yaitu lamanya berlangsung > 20 menit, nyeri tidak berkurang dengan istirahat atau pemberian nitrat, nyeri dapat menjalar ke rahang, lengan atau punggung, dan disertai gejala penyerta seperti keringat dingin, mual dan muntah. Nyeri dada yang tipikal bersifat substernal, berlokasi di tengah atau kiri dada seperti diremas, ditusuk, terbakar. Kadang-kadang nyeri dapat dirasakan didaerah epigastrium dan terjadi salah diagnosis sebagai dispepsia. Gejala penyerta yang juga dapat timbul adalah pusing seperti melayang, sinkop, dan sesak napas. Pada pasien dengan DM dan usia lanjut gejala nyeri dada dapat bersifat tidak khas. Dianjurkan melakukan pemeriksaan EKG 12 sadapan. Gambaran EKG yang bermakna adalah adanya gambaran depresi segmen ST dan gelombang T yang inversi atau elevasi segmen ST > 1 mm pada 2 atau lebih sadapan prekordial atau ekstremitas yangberhubungan. Ditemukannya gambaran Left Bundle Branch Block (LBBB) yang baru atau dianggap baru bila tidak ada data EKG sebelumnya. Berdasarkan perubahan segmen ST dan gelombang T maka SKA dibagi atas : SKA tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI ACS) dan SKA dengan elevasi segmen ST (STEMI ACS)
Journal of Applied Nursing (Jurnal Keperawatan Terapan)
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara fraksi lemak dengan karakteristik ECG pada pasien Sindrom Koroner Akut (SKA). Desain penelitian ini adalah analytic correlational dan menggunakan investigasi laboratorium dan ECG pada pasien dengan SKA di CVCU Rumah Sakit Bangil. Teknik Sampling menggunakan consecutive sampling. Berdasarkan uji Regresi Berganda diperoleh p: 0,12 bahwa ada hubungan yang signifikan antara variasi tingkat fraksi lipid dengan karakteristik EKG. Dengan demikian, akumulasi fraksi lipida sangat berkorelasi dan berpengaruh terhadap karakteristik gelombang EKG..
Sindroma koroner akut (SKA) merupakan suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum penyakit arteri koroner yang bersifat trombotik. Kelainan dasarnya adalah aterosklerosis yang akan menyebabkan terjadinya plaque aterom. Pecahnya plaque aterom ini akan menimbulkan trombus yang nantinya dapat menyebabkan iskemia sampai infark miokard (Achar, 2005). Spektrum klinis dari SKA terdiri dari angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI) (Gambar 1) (PERKI, 2012).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan, 2016
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu secara global. Salah satu penyakit kardiovaskuler adalah acute coronary syndrome (acs)). salah satu faktor risiko acs adalah perubahan dari kadar lipid yaitu kolesterol total, LDL, HDL dan Trigliserida yang dikaitkan dengan pembentukan plak aterosklerosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan klasifikasi sindrome koroner akut dengan nilai lipid profile di RSUDZA Banda Aceh. Jenis penelitian deskriptif dengan desain retrospectif study dengan teknik pengumpulan data purpose sampling. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 11 sampai dengan 12 Agustus 2016 terhadap 90 pasien yang memiliki nilai lipid profile di ruang perawatan bedah jantung dan cath lab dan ruang Geulima 2 RSUDZA. Alat ukur yang digunakan adalah lembar isian dengan teknik observasi dan menggunakan analisis ANOVA untuk mengetahui perbedaan. Hasil penelitian klasifikasi acute cornary syndrome dengan kolesterol total menunjukkan p value 0,007 berarti ada perbedaan yang signifikan, hasil penelitian klasifikasi acute coronary syndrome dengan nilai LDL menunjukkan p value 0,328 berarti tidak ada perbedaan, hasil penelitian klasifikasi acute coronary syndrome dengan nilai HDL menunjukkan p value 0,312 berarti tidak ada perbedaan, hasil penelitian klasifikasi acute coronary syndrome dengan nilai trigliserida menunjukkan p value 0,743 berarti tidak ada perbedaan. Disarankan kepada perawat bahwa nilai lipid profile tidak berdampak pada kejadian dari acute coronary syndrome dikarena onset serangan berbeda dan riwayat penggunaan obat-obatan sehingga perlu penanganan yang cepat dan tepat.
Syntax Idea
Sekitar 60%-80% kasus hipertiroidisme diakibatkan oleh Graves’ disease dimana wanita pada usia 20-50th lebih dominan dibandingkan laki-laki. Graves’ disease adalah suatu kelainan autoimun, adanya thyroid stimulating immunoglobulin (TSI), atau bisa disebut dengan thyroid stimulating antibody (TSAb) yang disekresikan di kelenjar tiroid berikatan dengan reseptor thyroid stimulating hormone (TSH) di kelenjar tiroid. Sehingga merangsang kelenjar tiroid untuk bekerja memproduksi hormon tiroksin berdasarkan rangsangan dari reseptor TSH. Rangsangan terus menerus dari TSAb mengakibatkan keadaan hipertiroidisme dan tiromegaly. Keadaan hipertiroidisme menyebabkan denyut jantung melemah dan gambaran pola EKG yang menunjukkan sindrom sinus sakit termasuk bradikardia sinus (denyut jantung <40 bpm), jeda sinus (jeda tiba-tiba nodus sinus lebih pendek dari 2-3 detik), dan henti sinus. Tujuan, Mengetahui karakteristik penderita gangguan kecemasan menyeluruh pada graves disease dengan gambaran EKG...
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia
Pendahuluan. Stratifikasi risiko merupakan komponen penting dalam tata laksana menyeluruh pasien sindrom koroner akut (SKA) untuk menghindari tindakan yang berlebihan pada pasien dengan risiko rendah, dan sebaliknya. Simple Risk Index (SRI) dan Evaluation of Methods and Management of Acute Coronary Events (EMMACE) telah divalidasi sebelumnya, namun uji validasi yang mengevaluasi performa skor SRI dan EMMACE di Indonesia dengan karakteristik pasien yang dapat berbeda dari negara lain belum dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi performa skor SRI dan EMMACE memprediksi mortalitas 30 hari pasien SKA. Metode. Studi kohort retrospektif dilakukan dengan menggunakan data rekam medis pasien SKA yang dirawat di Intensive Coronary Care Unit Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (ICCU RSCM) tahun 2003-2010. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode konsekutif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 17. Performa diskriminasi dinyatakan dengan nilai area under the receiver-operator curve (AUC) dan performa kalibrasi dinyatakan dengan plot kalibrasi dan uji Hosmer Lemeshow. Hasil. Didapatkan total subjek sebanyak 922 pasien yang terdiri dari 453 pasien STEMI, 234 pasien NSTEMI, dan 235 pasien UAP yang dirawat di ICCU RSCM pada tahun 2003-2010. Skor SRI untuk STEMI memberikan performa diskriminasi dan performa kalibrasi yang baik dengan nilai AUC sebesar 0,92 dan plot kalibrasi (R 2)= 0,98 dengan hasil uji Hosmer Lemeshow mendapatkan nilai p=0,01. Skor SRI pada pasien SKA secara keseluruhan juga memberikan performa diskriminasi dan kalibrasi yang baik. Performa diskriminasi skor SRI pada pasien SKA mencapai nilai AUC sebsar 0,87 dan performa kalibrasi menunjukkan nilai R 2 = 0,99 dengan nilai p pada uji Hosmer lemeshow sebesar 0,52. Sementara itu, skor EMMACE pada pasien SKA memberikan perfoma diskriminasi yang baik (AUC= 0,87), namun performa kalibrasi tidak sebaik skor SRI (R 2 = 0,54; nilai p= 0,52). Simpulan. Skor SRI memiliki performa diskriminasi dan kalibrasi yang baik pada STEMI maupun SKA secara keseluruhan dalam memprediksi mortalitas pasien yang dirawat di ICCU RSCM. Skor EMMACE memiliki performa diskriminasi yang baik, namun performa kalibrasinya kurang baik.
Gambar 1. EKG 12 sadapan (tidak lengkap) pada saat datang di UGD. Tampak suatu takikardia QRS lebar irregular. Tanda panah di sadapan V5 menunjukkan interval RR (QRS lebar) terpendek adalah 6 x 40 mdet = 240 mdet.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
www.unspress.uns.ac.id, 2021
Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed), 2017
Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences, 2018
MathVision : Jurnal Matematika, 2020