Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
11 pages
1 file
Anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan pendidikan khusus untuk dapat memaksimalkan potensi yang mereka miliki. ABK dapat menerima layanan pendidikan khusus melalui sekolah luar biasa (SLB) atau sekolah inklusi. Pemerintah menjamin penyediaan layanan pendidikan khusus, namun masih banyak ABK yang belum menikmati layanan ini. Satu kategori ABK yang menjadi perhatian penulis adalah ABK dengan gangguan kesulitan belajar seperti kelainan bahasa dan gangguan intelektual ringan. Oleh karena itu, penulis menggagaskan suatu sistem dan lembaga yang fokus untuk menangani ABK pada kelainan-kelainan tersebut. Sistem dalam gagasan tertulis ini bertujuan untuk membantu ABK dengan kelainan bahasa dan gangguan intelektual ringan agar dapat memperoleh haknya akan pendidikan. Sistem dan lembaga ini bertugas untuk mengkoordinasi berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan khusus. Berjalannya sistem ini akan meningkatkan jumlah ABK yang memperoleh pendidikan, meningkatkan kualitas pendidikan khusus yang diperoleh ABK, dan pada akhirnya membantu ABK hingga menjadi mandiri secara finansial. Gagasan ini dilandasi oleh teori-teori yang diperoleh dari buku cetak mengenai ABK dan pendidikan khusus. Secara lebih spesifik, gagasan ini banyak terinspirasi oleh sistem hukum untuk pendidikan ABK di Amerika Serikat, yang disebut Individual Disability Education Act (IDEA). Penulisan dilakukan dengan melalui studi pustaka mengenai teori-teori di atas, keadaan kekinian pendidikan khusus di Indonesia, dan legislasi yang berkaitan dengan pendidikan khusus. Sistem dalam gagasan tertulis ini memiliki langkah-langkah sebagai berikut, lembaga ini akan membantu mengkoordinasi proses identifikasi dini ABK melalui kerja sama dengan rumah sakit. Setelah teridentifikasi, lembaga akan menunjuk pembimbing bagi setiap ABK untuk memantau perkembangan mereka. Selanjutnya pembimbing akan merekomendasi sekolah yang sesuai dengan kebutuhan ABK. Setelah ABK lulus dari sekolah, pembimbing akan mengarahkan ABK untuk bekerja pada pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, dengan begitu ABK diharapkan menjadi mandiri secara finansial. ABK di Indonesia belum dapat menikmati pendidikan yang sesuai secara optimal, maka dari itu penulis membuat sistem dan lembaga dalam gagasan tertulis ini agar ABK dapat ditangani secara optimal. Agar sistem ini berjalan dengan baik di Indonesia, dibutuhkan kerja sama dari beberapa instansi seperti Kementerian Pendidikan dan Budaya, Himpunan Psikologi Indonesia (HMPI) dan Asosiasi Psikolog Pendidikan Indonesia (APPI)
CV. Pustaka Peradaban, 2023
Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa keberadaan anakanak berkebutuhan khusus atau disabilitas saat ini semakin ketara. Meskipun jumlah mereka masih sedikit, tetapi kebutuhan mereka terhadap akses pendidikan juga sangat penting diperhatikan. Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, bahwa tahun 2021 ada 3,3% anak disabiitas usia 5-19 tahun, atau sekitar 2.197.833 anak. Dari banyaknya jumlah tersebut, hanya 269.398 anak atau setara dengan 12,26% saja yang mengikuti pendidikan di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan lembaga pendidikan inklusif. Memang, pemerintah telah menyediakan SLB, juga ada beberapa sekolah yang telah melaksanakan program pendidikan inklusif, tetapi jumlahnya tidak banyak dan belum bisa menyahuti rasio anak-anak berkebutuhan khusus.
2 Aceh, sejumlah 57 Orang, dari 57 orang tersebut terdiri dari , tunagrahita, tuna netra, tuna rungu, dan tuna daksa termasuk cacat bawaan lahir, contohnya seper lahir dengan tampa kaki sebelah dan kaki pendek sebelah. Di luar data tersebut tentu masih banyak anak berkebutuhan khusus yang belum teridentifikasi dengan jelas jenis kelainan dan belum mendapatkan layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Terbatasnya pengetahuan masyarakat mengenai anak berkebutuhan khusus menjadi salah satu penyebab permasalahan tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi serta identifikasi anak berkebutuhan khusus di masyarakat maupun sekolah umum. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang muncul adalah : a. Apa itu ABK ( Anak berkebutuhan Khusus) ? b. Apa pengertian dan pembagian Tunagrahita ? c. Bagaimana keadaan dan pendidikan anak berkebutuhan khusus pada SLB-AB BUKESRA Ulee kareng Banda Aceh Khususnya bagi anak tuna Grahita? 1.3. Tujuan Identifikasi Adapun tujuan yang akan dicapai dalam kegiatan identifikasi terhadap anak ABK di SLB-AB BUKESRA Ulee Kareng Banda Aceh adalah: a. Mengetahui pengertian ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) b. Mengetahui pengertian Tunagrahita dan pembagiannya c. Mengetahui bagaimana cara mendidik anak yang menderita tunagrahita ringan pada SD-LB Yayasan BUKESRA Ulee Kareng Banda Aceh 3 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Pengetian Pendidikan ABK ( Anak Berkebutuhan Khusus) Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia. Adapun bentuk satuan pendidikan / lembaga sesuai dengan kekhususannya di Indonesia dikenal SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda. Seharusnya Pemerintah dapat memberikan perlakuan yang sama kepada Anak Indonesia tanpa diskriminasi, kalau bisa mendirikan SD Negeri, SMP Negeri, SMA Negeri untuk anak bukan ABK, maka juga harus berani mendirikan SD-LB Negeri, SMPLB Negeri, dan SMALB Negeri bagi ABK. Hingga Juni tahun 2013 di Provinsi Jawa Tengah dan DIY baru Pemerintah Kabupaten Cilacap yang berani mendirikan 4 SLB-AB Negeri, SMPLB Negeri, dan SMALB Negeri masing-masing berdiri sendiri sebagai satuan pendidikan formal. 2.2. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anakanak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus
2015
, jumlah anak berkebutuhan khusus yang berusia sekolah terus meningkat. Sekolah dan orang tua murid perlu berkolaborasi untuk mendukung proses belajar siswa. Dalam hal ini, perlu ada pengadaan dan penggunaan alat peraga bagi siswa berkebutuhan khusus. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji manfaat pembuatan dan penggunaan alat peraga bagi anak berkebutuhan khusus. Pembuatan dan penggunaan alat peraga ditujukan terutama bagi siswa berkebutuhan khusus di tingkat Sekolah Dasar, di sekitar Sekolah Teologi Kristen Pelangi Kristus, Surabaya. Dalam kegiatan tersebut, digunakan metode direct teaching dan praktik agar setiap peserta bisa menyesuaikan alat peraga dengan kebutuhan siswa. Hasil pelatihan yang telah dilakukan di Sekolah Teologi Kristen Pelangi Kristus, Surabaya menunjukkan bahwa siswa mampu menangkap materi pembelajaran jika diadakan adaptasi dan modifikasi cara menyampaikan materi.
Pendidikan vokasional dewasa ini telah menerima pemahaman perlunya menyediakan penyesuaian yang layak bagi para penyandang disabilitas yang menjadi peserta didik dalam program vokasional yang diberikan. Mereka yang menunjukkan adanya hambatan gerak dan menggunakan kursi roda perlu diberikan akes fisik dan mereka yang menunjukkan adanya hambatan pendengaran dan ketunarunguan mendapatkan pendampingan dari seseorang yang mampu berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Namun tidak banyak yang kemudian memikirkan bentuk-bentuk penyesuaian seperti apa yang perlu diberikan kepada peserta didik yang menunjukkan adanya hambatan intelektual dalam program pendidikan vokasional bagi mereka. Beberapa pendidik bahkan percaya bahwa kondisi di awal sudah mengalami kelambatan belajar sehingga memanjangkan waktu pendidikan dan pelatihan dengan menggunakann rasio kelas yang kecil sudah menjadi penyesuaian yang umum bagi mereka. Semua itu sesungguhnya tidak cukup dan bahkan belum tepat dalam proses pelatihan vokasional bagi para individu dengan hambatan intelektual. Tidak menyamakan materi yang diberikan kepada peserta didik dengan hambatan intelektual, sama seperti para peserta didik pada umumnya. Informasi harus jelas, singkat, tepat, dan mudah dipahami oleh para peserta didik dengan hambatan intelektual. Tujuan pelatihan vokasional bagi para individu dengan hambatan intelektual kemudian difokuskan pada berbagai variasi dan derajat penyesuaian yang diperlukan dalam pelatihan mereka dan bagaimana menyeimbangkan adanya kebutuhan dukungan dan bantuan dari mereka dengan adanya tuntutan mampu bekerja secara independen ketika mereka diterima bekerja. Dengan demikian, pelatihan ini tidak menyertakan informasi mengenai bagaimana membantu tugas-tugas akademis peserta didik yang menunjukkan adanya hambatan intelektual. Mengapa melibatkan peserta didik dengan hambatan intelektual dalam pelatihan vokosional? Partisipasi secara optimal dalam kehidupan selalu tidak akan pernah dibatasi dengan berbagai pertimbangan kondisi fisik maupun disabilitas.
Penelitian mengenai pendidikan guru reguler maupun guru pendidikan kebutuhan khusus telah mengidentifikasi banyak masalah dan faktor yang mempengaruhi perkembangan dan hasil dari program-program yang bertujuan untuk mendidik para pendidik 33 bagi siswa yang berkebutuhan khusus. Program pendidikan guru yang efektif dan tepat harus mempertimbangkan berbagai permasalahan dengan cakupan yang luas. Tidak cukup dengan hanya membuat daftar bidang pengetahuan yang diharapkan dikuasai oleh para calon pendidik. Beberapa isu berkaitan dengan hubungan antara sistem pendidikan masyarakat dan kualifikasi yang harus dimiliki oleh guru pendidikan kebutuhan khusus. Program pendidikan bagi guru pendidikan kebutuhan khusus yang berkembang di satu masyarakat pada periode tertentu dalam sejarah terkait dengan konteks tertentu dan mungkin tidak cocok untuk masyarakat lain atau waktu lain dalam sejarah. Perspektif tentang pengetahuan, belajar dan mengajar merupakan isu-isu lainnya yang sangat penting untuk perancangan dan implementasi program pendidikan bagi guru pendidikan kebutuhan khusus.
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 pasal 31.. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, danHandicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut: Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dariimpairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ. Handicap :Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment ataudisability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu. Layanan pendidikan bagi ABK dikenal dengan Pendidikan Luar Biasa atau kini disebut juga Pendidikan Khusus (special education) atau ortopedogik. Berasal dari Bahasa Yunani, ortos yang berarti lurus, baik, normal, paedos yang berarti anak, dan agogos artinya
Pengetahuan tentang anak sudah lama dikenal. Pada zaman Romawi dan Yunani sudah ada para ahli yang memperhatikan pendidikan anak walaupun pada saat itu anak belum dipandang sebagai bentuk manusia tersendiri. Penelitian terhadap anak dan buku-buku mengenai perkembangan jiwa anak pada zaman dahulu masih sangat minim bahkan belum ada.
ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 2018
One of the most psychic elements plays a role in the development of individual personality is the self concept, which is an overall self-concept self image that includes a person's perception of himself, feelings, beliefs, and values associated with him. The self concept is an important aspect in a person, in which the self concept is a frame of reference to interact with the environment. When people perceive themselves, give meaning and shape abstraction assessment of him means he showed self-awareness and the ability to get out of myself to see him as he did to the world outside himself. The process of development of self-concept often experience problems when should collide with the physical and psychological conditions that do not support. This is as it occurs in the disability children. Barriers that often arise in the process of development for disability children often result in low quality of their self-concept. Negative self-concept in disability children are often influenced by various factors such as the refusal of parents, teachers, friends and society. Then the required education and put more stress on approaches that are emotional in educational services for disability children that can be played by educators, psychologists, and community that contribute to the formation of a positive self-concept. The success of disability children in the form of positive self concept will bring opportunities for disability children to be more independent and confident that they are capable of self-actualization is better in their lives.
Moriah Press, 2022
Buku ini ditulis untuk menjawab seputar masalah-masalah yang ada di dalam pengajaran Pendidikan Kristen di Anak Berkebutuhan Khusus atau untuk mereka yang bekerja di orang-orang yang mengalami gangguan/kekurangan. Berangkat atas masih banyaknya pemahaman yang keliru tentang anak berkebutuhan khusus bahkan melihat mereka sebagai dampak dari dosa atau dan kesalahan. Baik dalam pandangan teologis seseorang yang perlu dipikirkan kembali terhadap mereka yang kekurangan atau mengalami gangguan maupun dalam hal praktis untuk melayani mereka sebagai manusia seperti kita pada umumnya. Dalam penulisan awal ini saya ingin meletakan dasar bagaimana anak berkebutuhan khusus juga mendapat sorotan di dalam Alkitab. Dalam beberapa penafsiran ayat-ayat yang ada dalam Perjanjian Lama telah membuat mereka yang mengalami gangguan atau kekurangan dinyatakan tidak layak. Tetapi apakah demikian, tentu kita perlu melihat dalam konteks yang lebih besar dan latar belakang yang mendasari ayat-ayat yang sering dipakai untuk melihat mereka yang memiliki gangguan atau kekurangan tidak kudus atau orang terbuang.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal Abadimas Adi Buana, 2018
Journal Of Elementary School Education (JOuESE)
Fitria Giri Anjani, 2022
Genderang Asa: Journal of Primary Education
Fitrah: Journal of Islamic Education, 2021
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i, 2019
Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi, 2018
WELL-BEING: Journal of Social Welfare, 2021