Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang terletak pada ring of fire sehingga sangat rentan untuk mengalami bencana. Apabila dilihat dari sisi negatifnya, bencana merupakan suatu hal yang merugikan, merusak, dan mengakibatkan korban jiwa dalam jumlah yang besar. Seperti rusaknya properti rumah dan bangunan, serta rusaknya infrastruktur seperti jalan dan jembatan. Namun dilihat dari sisi positif, bencana merupakan suatu sumberdaya riset yang mungkin tidak dimiliki oleh negara lainnya, sehingga apabila diambil nilai positifnya, intensitas bencana yang tinggi di Indonesia menjadi suatu kesempatan bagi Indonesia untuk menjadi suatu negara yang unggul dalam riset dan penelitian dalam penanggulangan bencana. Dengan tujuan untuk mengurangi dampak yang dihasilkan oleh bencana ke depannya. Bencana alam dikelompokkan menjadi bencana alam meteorologi, bencana geologi, dan bencana alam dari luar angkasa. Bencana alam meteorologi adalah bencana yang berkaitan dengan iklim dan cuaca. Bencana alam geologi adalah bencana yang berkaitan dengan proses geologi baik endogen maupun eksogen, dan bencana alam dari luar angkasa adalah bencana yang terjadi akibat jatuhnya benda langit ke permukaan bumi. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Nasional (2014), bencana yang paling sering terjadi adalah bencana meteorologi seperti banjir dan kekeringan, namun bencana yang paling mematikan dan paling banyak memakan korban adalah bencana geologi. Bencana seperti tsunami di Aceh, tsunami di Pangandaran, letusan Gunung Merapi, memakan korban jiwa dalam jumlah yang sangat besar. Penginderaan jauh akan sangat bermanfaat untuk aplikasi di bidang kebencanaan. Walaupun bencana geologi sulit untuk diprediksikan, namun dengan penginderaan jauh dapat dimanfaatkan untuk penentuan daerah atau zona yang berbahaya apabila difasilitasi dengan data spasial yang memadai. Demikian juga kerusakan dan dampak akibat kejadian bencana geologi dapat dipetakan.
PENDAHULUAN Setelah era agrikultur dan industry, kita kini memasuki era informasi dan konsepsi (Pink, 2005, dalam Djoko Santosa, 2010). Pada era informasi, kebutuhan informasi geografi makin nyata, termasuk kegunaanya untuk pendidikan geografi dari sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Di satu sisi, diyakini bahwa informasi geografi sangat penting dalam menunjukan sumberdaya alam dan fenomena spasial, tetapi di lain pihak, informasi geografi tersebut belum diperoleh, diselenggarakan dan dikelola sebagaimana mestinya dalam pengelolaan muka bumi, karena belum menjadi prioritas dalam sistem pengelolaannya. Produk-produk perundang-undangan terkait basisdata yang telah diterbitkan oleh pemerintah RI (PP 10/2000 tentang ketelitian peta tematik pendukung tata ruang; Perpres 85/2007 tentang JDSN; dan RUU Tata Informasi Geospasial), jelas memposisikan informasi geografi sebagai substansi yang sangat vital dalam penyelenggaraan negara NKRI, dan juga untuk menunjang pendidikan kebumian. Dalam kaidah standart internasional, informasi geografi telah diatur dalam Geographic Information/ Geomatics, tertuang dalam ISO/TC 211 N 573. Dalam ISO tersebut, informasi geografi didukung dengan 10 buah teknologi berikut (1) Digital survey instruments, (2) Global Positioning System, (3) Remote Sensing, (4) Geographic Information Systems, (5) Spatial Systems Engineering Tools, (6) Spatial Database Management, (7) Automated Cartography, (8) Visualisation, (9) Modeling, (10) Spatial Analysis. Penginderaan jauh dapat didefinisikan sebagai teknik atau ilmu pengetahuan yang menjelaskan tentang sesuatu obyek tanpa menyentuhnya (Campell, 1996). Teknologi ini dapat pula diartikan sebagai kegiatan perolehan informasi tentang permukaan bumi dengan menggunakan citra yang diperoleh dari dirgantara menggunakan energi elektromagnetik pada satu atau beberapa bagian spektrum elektromagnetik yang dipantulkan maupun dipancarkan dari permukaan bumi (Campell, 1996, dalam Sigit, 2008). Penginderaan jauh terdiri dari komponen-komponen yang membentuk suatu sistem: energi elektromagnetik, atmosfer, obyek permukaan bumi, dan sensor (Curran, 1985). Kemajuan teknologi penginderaan jauh sistem satelit mampu menyediakan citra Seminar Nasional‐PJ dan SIG I Tahun 2010 xliv penginderaan jauh yang mempunyai resolusi spasial (ukuran pixel), resolusi spektral (panjang gelombang) dan resolusi temporal yang cukup tinggi. Hal ini tentu saja sangat membantu pelaksanaan aplikasi citra penginderaan jauh dalam hal pengukuran, pemetaan, pantauan dan pemodelan dengan lebih efisien dibandingkan pemetaan secara konvensional. Sistem Informasi Geografi (SIG) terdiri atas input, penyusunan basisdata, proses dan output. Sebagai input, semua data spasial dapat digunakan sebagai masukannya, yang meliputi peta-peta tersedia, data sensus, hasil penetian, dan citra penginderaan jauh. Citra penginderaan jauh sebagai data utama dalam SIG karena muthakir, yang didukung oleh resolusi temporalnya. Proses (buffer, overlay, transformasi,...) dapat dilakukan pada basisdata untuk menghasilkan informasi baru hasil dari pengukuran, pemetaan, pantauan dan pemodelan. Hasil tersebut sanagt berguna bagi proses pendidikan geografi, yang obyek
about remote sensing
Salah satu ekosistem perairan dangkal yang paling produktif, mempunyai fungsi ekologis dalam kehidupan berbagai organisme laut dan sistem pesisir lainnya. faktor yang berpengaruh dalam penggunaan teknologi penginderaan jauh untuk identifikasi tingkat kesehatan terumbu karang adalah konfigurasi saluran spektral sensor. Pemahaman tentang saluran spektral yang berpengaruh positif terhadap proses identifikasi kesehatan terumbu karang sangat penting dalam efisiensi pemetaan, baik dari segi waktu maupun akurasi yang didapatkan Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang pemanfaatan penginderaan jauh dan sistem informasi geografi dalam pengelolaan terumbu karang.
Indonesia Negara Kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang snagat besar dan beragam, beberapa sumberdaya tersebut misalnya sumberdaya perikanan tangkap dan perikanan Budidaya, hutan bakau yang terdapat disepanjang pantai atau hutan bakau yang terdapat disepanjang pantai atau muara sungai, terumbu karang yang sangat produktif dan khas terdapat didaerah tropis dan sumberdaya lainnya. Ekosistem terumbu karang merupakan sumberdaya wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh perilaku manusia. Upaya melindungi dan mengelola sumberdaya pesisir dan lautan, bukan hanya tanggung jawab pemerintah melainkan masyarakat pesisir memiliki tanggung jawab yang lebih besar, mengingat mereka sehari-hari sering memberikan dampak yang cukup besar terhadap lingkungan sumberdaya pesisir dan laut. Saat ini ekosistem terumbu karang terus-menerus mendapat tekanan baik secara langsung atau tidak langsung akibat berbagai aktivitas manusia. Maka dengan melalui model digital besaran kondisi terumbu karang berdasarkan kedalaman perairan, Pemakaian Citra Satelit Spot 5 dapat mengkelaskan obyek dasar menjadi 5 penutup yaitu karang hidup, pecahan karang, karang mati, lamun dan pasir. Pengolahan data yang diintegrasikan dengan sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan untuk mendeteksi kesehatan terumbu karang dalam rangka penyusunan tata ruang pesisir dan dapat digunakan pada wilayah pesisir secara keseluruhan. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang pemanfaatan Teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalam pengelolaan terumbu karang Wisata Laut Kapoposang Kabupaten Pangkep. Kata Kunci: PengelolaanTerumbu Karang Wisata Laut Kapoposang dengan Penginderaan Jauh dan SIG.
ABSTRAK Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Terumbu karang adalah salah satu ekosistem dengan produktifitas dan kelimpahan spesies yang tinggi di wilayah pesisir. Potensi sumberdaya alam ini perlu dikelola dengan baik agar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan bangsa Indonesia dengan tetap memperhatikan dan melakukan usaha untuk menjaga kelestariannya. Pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan lautan yang baik diperlukan metode dengan pendekatan multidisplin ilmu yang meliputi berbagai aspek, seperti aspek pemanfaatan sumberdaya, kelestarian lingkungan dan aspek sosial ekonomi masyarakat. Teknologi penginderaan jauh mempunyai kemampuan untuk mengindentifikasi serta melakukan monitoring terhadap perubahan sumberdaya alam dan lingkungan wilayah pesisir dan laut. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang pemanfaatan penginderaan jauh dan sistem informasi geografi dalam pengelolaan terumbu karang Kata Kunci : lautan, penginderaan jauh, pesisir dan terumbu karang
Dalam penentuan lahan kritis hutan mangrove ini digunakan sistem informasi geografis dan penginderaan jauh sebagai alat bantu analisis yang didasarkan pada 3 (tiga) kriteria, antara lain, Jenis penggunaan lahan, Kerapatan tajuk, dan Ketahanan tanah terhadap abrasi. Dari 2 data citra satelit yang digunakan akan dilakukan klasifikasi citra terbimbing dengan menggunakan software ER Mapper untuk mendapatkan kriteria Jenis penggunaan lahan dan Kerapatan tajuk. Untuk kriteria Ketahanan Tanah Terhadap Abrasi menggunakan teknik reklasifikasi peta jenis tanah dengan menggunakan software ArcGIS. Dari penelitian yang telah dilakukan, berdasarkan Citra Landsat diperoleh hasil 92,22% kawasan hutan mangrove termasuk dalam kondisi rusak berat dan 7,78% termasuk dalam kategori rusak sedang. Sedangkan bedasarkan hasil dari Citra ALOS sebanyak 77,73% kawasan mangrove di Kecamatan Tugu termasuk dalam kondisi rusak berat dan 22,27% termasuk dalam kategori rusak sedang. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Citra ALOS dan Citra Landsat sudah baik untuk penentuan lahan kritis mangrove khususnya dalam identifikasi luasan dan sebaran hutan mangrove di suatu kawasan, tetapi peta lahan kritis mangrove yang dihasilkan oleh citra Landsat kurang mempresentasikan secara detail pengklasifikasian kondisi lahan kritis mangrove di Kecamatan Tugu.
Seminar Tesis UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN GUNA MENCAPAI DERAJAT MAGISTER (S2) Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai Oleh : VIVI ENDAR HERAWATI K4A 006 019 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 Vivi Endar Herawati. K4A006019. Analysis ecosystem suitability
Seminar Nasional Geomatika
Musim kemarau merupakan salah satu musim yang terjadi di negara-negara equatorial seperti Indonesia yang terjadi karena adanya sistem monsun. Berbagai wilayah di Indonesia mengalami kekeringan dari Mei hingga Juli 2017, salah satunya adalah Kabupaten Brebes. Berdasarkan Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) terdapat 12 kejadian kekeringan di Brebes, Jawa Tengah selama 2006-2018. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Brebes (BPBD) menyebutkan 4 wilayah yaitu Kecamatan Larangan, Songgom, Ketanggungan dan Kersana mengalami kekeringan dan menyebabkan kesulitan air bersih bagi penduduk lokal. Musim kemarau menciptakan berbagai dampak negatif seperti yang disebutkan diatas, termasuk merusak lahan pertanian, tanaman dan ekosistem lain di wilayah yang terdampak kekeringan. Dengan menggunakan NDVI and metode Tasseled Cap, dimana NDVI untuk mendapatkan nilai indeks kehijauan dan Tasseled Cap untuk mendapatkan nilai dari indeks kebasahan dan kecerahan. Selanjutnya digunakan metode overlay dan ...
Kusuma Dewi, dkk., 2019
Instrumen Kuliah Kerja Lapangan ini digunakan dalam KKL II di Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2019
Implementasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis (SIG) dalam pengelolaan terumbu karang pada perairan dangkal dengan metode secara Citra Landsat TM mempermudah pemetaan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sebaran ekosistem terumbu karang pada perairan dangkal. Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan teknik menganalisis informasi tentang bumi dimana informasi tersebut khusus berbentuk radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari permukaan bumi. Secara teknis sistem sensor yang mendeteksi radiasi elektromagnetik dan mengubahnya dalam bentuk sinyal, dapat diproses atau direkam serta obyek yang dideteksi oleh satelit. Kata Kunci : Penginderaan jauh , Citra Landsat TM, sistem informasi geografis (SIG), elektromagnetik
Robby Hilmi, 2020
2013
Daerah resapan air di daerah perkotaan sangat penting keberadaannya, karena berfungsi untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian tata air di kawasan perkotaan khususnya dalam pelestarian air tanah dan mencegah terjadinya banjir lokal. Namun dewasa ini, pembangunan telah mengalami kemajuan yang pesat dan menimbulkan perubahan fungsi penggunaan lahan yang berdampak pada permasalahan berkurangnya daerah resapan air di kawasan perkotaan seperti yang terjadi di Kota Pekalongan. Penelitian ini memanfaatkan aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk menganalisis kondisi daerah resapan air di Kota Pekalongan. Penelitian ini menggunakan metode s upervised c lassification yang disertai dengan raster to polygon , metode skoring dan overlay peta-peta tematik. Hasil penelitian menunjukkan confusion matrix citra landsat di daerah penelitian sebesar 95,75 %. Hasil analisis kondisi daerah resapan air di Kota Pekalongan yang mempunyai kondisi mulai kritis sebesar 4007,370...
ABSTRAK Banyaknya aktifitas yang terjadi di Pulau dapat memberikan tekanan bahkan ancaman kerusakan terhadap ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup manusia dan berfungsi sebagai tempat berkembang biak beberapa spesies hewan karang seperti ikan karang dan udang-udangan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, Akan tetapi aktifitas mencari ikan yang merusak dengan menggunakan bom ditengarai sangat berpengaruh terhadap kerusakan terumbu karang maka perlu dilakukan pemantauan dan pemetaan kondisi terumbu karang eksisting sebagai dasar untuk pengambilan kebijakan. penggunaan teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk inventarisasi terumbu karang, karena hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang pemanfaatan penginderaan jauh dan sistem informasi geografi dalam pemodelan erosi dan lahan kritis.
Abstrak Posisi geografis Indonesia tepat berada di kawasan aktivitas tektonik yang berupa pergerakan dan penunjaman Lempeng Benua Asia dan Lempeng Benua Australia. Selain itu, Kepulauan Indonesia merupakan tempat pertemuan antara sirkulasi udara Hadley dan sirkulasi udara Walker, yang secara klimatologis merupakan centre of action dari berbagai proses cuaca dan iklim, baik pada skala regional maupun global. Kondisi tersebut menyebabkan sebagian besar pulau di Indonesia secara alamiah rawan terhadap berbagai bencana, antara lain gempa bumi, kekeringan, banjir dan tanah longsor, tsunami, gunung api, kekeringan, dan kebakaran hutan. Kondisi alamiah tersebut semakin diperberat oleh adanya kerusakan lingkungan berupa konversi lahan bervegetasi menjadi lahan budidaya atau bahkan menjadi lahan tidak bervegetasi. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan peningkatan kerawanan dan frekuensi kejadian bencana alam, salah satunya longsor lahan. Terlepas dari faktor alam atau manusia yang menjadi penyebab bencana, peran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) hingga saat ini tampaknya masih belum optimal sebagai salah satu sarana dalam upaya antisipasi dan mitigasi bencana. Karena itu dalam makalah ini akan diuraikan mengenai mitigasi bencana tanah lonsor dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Kata Kunci : mitigasi bencana, longsor lahan, dan penginderaan jauh A. PENDAHULUAN Bencana adalah suatu proses alam atau bukan alam yang menyebabkan korban jiwa, harta, dan mengganggu tatanan kehidupan. Longsor lahan merupakan bencana alam geologi yang diakibatkan oleh gejala alami geologi maupun tindakan manusia daiam mengelola lahan atau ruang hidupnya. Dampak dari bencana ini sangat merugikan, baik dari segi lingkungan maupun sosial ekonomi. Makalah ini sebagai makalah tambahan dalam seminar IKatan Geografi Indonesia tanggal 22-23 di Padang. Dosen Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI Bandung.
ABSTRAK Pulau Timor merupakan bagian dari Busur Banda yang terletak antara Laut Savu dan Laut Timor dan berada pada zona tumbukan antara tepi barat laut benua Australia yang bergerak ke utara dengan lempeng samudera Indo-Australia dan Laut Banda. Ekspresi struktur geologi yang terekam dalam relief dan topografi daerah Blok Kolbano dikaji dengan metode pemetaan geologi berbasis penginderaan jauh. Citra satelit Landsat 7-ETM+ diintegrasi dengan DEM SRTM untuk mengidentifikasi struktur geologi dan satuan litologi, pengukuran tegasan utama terbesar juga dilakukan untuk menunjang interpretasi sistem sesar di daerah penelitian. Tujuh satuan batuan sedimen berumur Perm sampai Miosen, dan struktur geologi berupa antiklin, sinklin, sesar naik, sesar mendatar, dan sesar normal berhasil diidentifikasi dalam penelitian ini. Sistem sesar yang berkembang di daerah penelitian merupakan sistem sesar naik dengan tipe imbrikasi yang diperlihatkan oleh umur batuan yang menunjukan kecenderungan younging (tua-muda) dari sesar naik tertua dan keberadaan lipatan – lipatan di antara lembaran sesar – sesar naik daerah penelitian. Tegasan utama terbesar daerah penelitian adalah Timur laut-Barat daya atau cenderung ke arah NNE – SSW. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini disusun dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) yang menggunakan citra satelit Landsat 7-ETM+ terkoreksi sebagai peta dasar sehingga terjaga secara georefrensi. Kata kunci: fisiografi Blok Kolbano, pemetaan geologi berbasis Inderaan jauh, satuan litologi dan struktur geologi, sistem sesar imbrikasi.
ABSTRAK Penyediaan perumahan di Jawa Timur khususnya Kota Sidoarjo dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan pertumbuhan / perkembangan jumlah penduduk, meskipun prosentasenya belum sebanding antara kebutuhan dengan penyedianya. Hasil dari peneltian ini menunjukkan perkembangan permukiman antara tahun 1997 sampai tahun 2002 antara lain : kecamatan Sidoarjo seluas 548.51 hektar menjadi 1096.56 hektar, kecamatan Candi seluas 422.67 hektar menjadi 822.05 hektar, dan kecamatan Buduran seluas 175.22 hektar menjadi 354.71 hektar. Luasnya lahan permukiman di kabupaten Sidoarjo dimungkinkan karena jumlah penduduk di kecamatan ini paling besar yaitu sebesar 130.435 jiwa (sumber Kabupaten Sidoarjo dalam angka, 2003). Perkembangan permukiman terbesar terdapat pada kelurahan Lebo sebesar 248.30 hektar. Hal ini sesuai dengan data " Perumahan KPR-BTN di Kabupaten Sidoarjo tahun 2001 " , sumber data pokok untuk pembangunan publikasi no. 4 kabupaten Sidoarjo " , yang menyebutkan di kelurahan Lebo terdapat pembangunan KPR-BTN dengan luas 47 hektare 1.930 rumah. Perkembangan luas permukiman tiga kecamatan dalam lima tahun hampir 100 %. Jadi tiap tahun pertumbuhan permukiman di kabupaten Sidoarjo rata-rata adalah 20 %. Pada penelitian ini menggunakan data terakhir citra tahun 2002 sehingga pada akhir tahun 2004 ini tentunya dapat diperkirakan pertumbuhan permukiman naik sebesar lebih kurang 40 % dari total tahun 2002 sebesar 548.05 hektar menjadi sebesar 767.27 hektar khusus untuk kecamatan Sidoarjo saja. Kata Kunci : Perkembangan Permukiman, Data Citra Satelit, Jumlah Penduduk Latar Belakang Masalah Pembangunan permukiman diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan baik di perkotaan maupun di pedesaan dengan melalui penyediaan perumahan yang layak huni beserta sarana-sarana penunjangnya. Penyediaan perumahan di Jawa Timur khususnya Kota Sidoarjo dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan pertumbuhan / perkembangan jumlah penduduk, meskipun prosentasenya belum sebanding antara kebutuhan dengan penyedianya. Saat ini kota Sidoarjo sedang menuju kota besar, jumlah penduduknya semakin lama semakin meningkat jumlahnya. Dengan bertambahnya jumlah penduduk ini maka bertambah pula tingkat kebutuhan perumahan. Perumusan Masalah a. Bagaimanakah teknik analisis dan evaluasi dengan menggunakan teknik Penginderaan Jauh dan SIG hingga diperoleh informasi pada permukaan bumi melalui pengenalan obyek sebagai bahan pertimbangan dalam mengarahkan perkembangan pemukiman pada kawasan pinggiran kota ? b. Bagaimana informasi yang di akses dari citra Landsat dapat memberikan kenampakan fenomena yang cukup baik dan teliti ?
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.