Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
79 pages
1 file
Buku panduan ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi masyarakat atau petani yang ingin mengembangkan tanaman kelapa sawit, sehingga langkah-langkah yang diperlukan dalam perkebunan perkelapasawitan dapat dilakukan sesuai dengan pedoman yang dianjurkan.
Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit adalah kegiatan atau pekerjaan membersihkan lahan dari vegetasi lainnya, baik berupa pepohonan, belukar, maupun rerumputan agar siap diolah untuk persiapan penanaman kelapa sawit. Metode pembukaan lahan tergantung kondisi lahan, khususnya vegetasi atau peruntukan lahan sebelumnya. Lahan yang sesuai untuk kelapa sawit dapat berupa hutan primer dan sekunder, semak belukar, bekas perkebunan komoditas lain (karet, kelapa, kakao), padang alang-alang, atau bahkan bekas kebun tanaman pangan (jagung, singkong, padi gogo), serta kebun kelapa sawit tua (peremajaan). Teknik pembukaan lahan dapat dilakukan secara manual, mekanis, kimia atau kombinasi, tergantung keadaan vegetasinya.
Crude palm oil (CPO) is one of Indonesian agricultural products that are widely developed. CPO is produced by palm oil mills. This research analyzes the efficiency of Indonesian palm oil mills uses 2010 manufacturing industry survey conducted by the Statistics Indonesia. The efficiency analysis is done by using Data Envelopment Analysis (DEA) with production value as the output, and production expenses, labor expenses, other expenses, and fixed capital as the inputs. It is found that 26 out 137 firms are efficient. Based on the capital ownership, foreign firms have the highest average efficiency score. Based on export participation, exporting firms have higher efficiency than non-exporting firms. Based on location, firms that located on other islands have higher efficiency than firms that located on Sumatra and Kalimantan.
Kakao merupakan salah satu produk pertanian yang memiliki peranan yang cukup nyata dan dapat diandalkan dalam mewujudkan program pembangunan per-tanian, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendorong pengembangan wilayah, peningkatan kesejahteraan petani dan peningkatan pendapatan/ devisa negara. Pengusahaan kakao di Indonesia sebagian besar merupakan perkebunan rakyat. Dalam dua dasawarsa terakhir ini areal kakao Nasional terus menjalani pertumbuhan yang nyata sehingga produksi kakao nasional juga menjalani pertumbuhan yang nyata sehingga produksi kakao nasional juga meningkat seiring dengan peningkatan luas arealnya, namun demikian produktivitasnya stabil bahkan menurun.
Semenjak terjadinya revolusi industri serta bertambahnya jumlah penduduk, permintaan kebutuhan energi di seluruh dunia terus mengalami peningkatan. Hal ini pada akhirnya memaksa manusia untuk terus melakukan diversifikasi bentuk-bentuk serta sumber energi yang digunakan. Selain dari sisi harga, ketersediaan serta kemudahaan dalam pengelolaannya merupakan faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan. Seiring dengan perkembangan teknologi, manusia kemudian lebih banyak menggunakan energi fosil. Dimulai dari penggunaan batu bara, hingga akhirnya minyak bumi yang kini telah digunakan secara masif.
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika barat, merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia ), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit. Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manejemen dalam perkebunan dan kondisi social politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia. Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR -BUN). Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Hal ini menunjukkan meningkatnya permintaan akan produk olahannya. Ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia antara lain ke Belanda, India, Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit (PKO) lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brasil.
Kelapa sawit (Elais guineensis Jack) merupakan sumber minyak nabati yang sangat penting disamping beberapa minyak nabati lain, seperti kelapa dalam, kacang-kacangan dan biji-bijian lain. Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an (Adlin U. Lubis 1992 ). Pembukaan perkebunan kelapa sawit terus meluas seiring dengan meningkatnya permintaan minyak nabati di berbagai belahan dunia.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Lolla Novriana Sari Siregar, 2023