Pengetahuan Lokal dan Perubahan Iklim: Suatu Pendahuluan " Kearifan lokal, " itulah frasa yang acapkali digunakan oleh berbagai pihak untuk menamai pengetahuan dan praktik-praktik masyarakat setempat dalam mengelola lingkungan hidupnya. Tersirat dalam frasa itu suatu makna bahwa pengetahuan dan praktik pengelolaan sumber daya yang dilakukan penduduk lokal itu selalu akan " arif " , membawa masyarakatnya dalam kondisi " adaptif " pada kondisi lingkungan hidupnya, mendatangkan kesejahteraan, tidak menyebabkan kerusakan pada lingkungan hidup, dan akan senantiasa demikian tanpa mengalami perubahan apa pun. Subak atau sistim pengairan tradisional di Bali seringkali dirujuk sebagai contohnya. Terlepas dari benar tidaknya makna yang terkandung dalam frasa itu, dalam tulisan ini kami mempertanyakan konotasi yang mempersepsikan aspek budaya itu sebagai sesuatu yang tidak dapat berubah. Berbagai tulisan dalam kajian antropologi menunjukkan bahwa kebudayaan itu memiliki dua " sisi dalam satu keping mata uang " , yakni tetap langgeng dalam wujud budaya yang telah termantabkan, dan juga dinamis sepanjang masa karena kreativitas para pelakunya dalam memenuhi kebutuhan serta menanggapi kondisi lingkungan yang senantiasa berubah (lihat Kini, dengan terjadinya perubahan iklim di seantero dunia, masih mungkinkah penduduk setempat mempertahankan " kearifan lokal " nya agar dapat tetap melangsungkan kehidupannya? Kami berargumentasi bahwa pengetahuan yang telah dimiliki setiap individu tidak akan " hilang " begitu saja. Jika pun tidak diaktifkan, berbagai pengetahuan itu akan tetap tersimpan dalam alam pikirnya. Namun, penduduk lokal juga berada dalam situasi menghadapi kondisi cuaca dan iklim yang acapkali tidak mampu mereka rujuk dan jelaskan dengan menggunakan skema pengetahuan yang termantabkan melalui pengalaman sepanjang waktu dan tersimpan dalam benaknya itu. Pemahaman dan pemaknaan mereka atas berbagai fenomena dan informasi iklim yang diterimanya, tentulah didasarkan pada pengalaman di masa lalu, interpretasi atas kejadian pada masa kini, dan harapan yang ingin dipenuhinya di masa depan (lihat Roncoli dkk. 2003). Mungkinkah pemahaman dan pemaknaan mereka atas fenomena dan informasi iklim yang kini mengalami variabilitias yang semakin tinggi, peningkatan suhu udara, dan semakin seringnya terjadi peristiwa iklim yang ekstrim itu dirujuk pada pengalaman, pengetahuan dan " kearifan