Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
17 pages
1 file
Jurnal Ledalero
The author of this article starts from the fact that in Indonesia, as in many other countries, corruption is rapidly escalating, and seemingly is extremely difficult to eradicate. And so the author questions the root of corruption. From an ethical perspective, corruption is clearly categorised as a social sin. In the Catholic view, sin is rooted in what is known as “original sin”. Making use of the study of Eugen Drewermann, the author describes the root of sin as suspicion of God, an attitude that is no longer convinced that God can be relied upon as source of life and basic guarantor of human life. Thus, humans become convinced that they themselves must guarantee the foundation of their existence. To achieve this, humans seek power, property and wealth as the source of apparently guaranteeing the basis of their life. However, humans know in their heart that death is going to take everything away, and so become avaricious and feel that they never own enough to secure themselves. Be...
Jurnal Ilmu Pemerintahan Widya Praja
The phenomenon of corruption now enters a nearly immeasurable area. Horizontally corruption spreads in almost all branches of power, both legislative, executive and judiciary. On a vertical line of corruption perched in every government hirakhi, from the center of power to the lowest level. In the case of Indonesia, since reformation has peaked (1998), corruption is like getting a decent place to breed. In the new order period until its downfall, executive dominance made corrupt behavior as stored neatly in documents only known by the regime in power. In curative action, there is no effective way to control corruption loopholes in the local government environment, except to impose strict sanctions, both administrative and legal for companies / entrepreneurs, government officials and communities who commit fraud in the use of APBD, procurement of goods and services, Business licensing and election services. Those who are administratively and legally proven should be immediately reduc...
and rampant corruption. One of dimensions good governance parameter is control of corruption. Low control on corruption reflects poor governance. In this case, Indonesia has been plagued by massive corruption in almost every line of bureaucracy. Therefore, the commitment to enforce anti corruption and raising awareness of corruption is a must. This paper also directs future research for the formation special governance zones for better quality of governance.
News Article, 2010
Ada beberapa argumen yang mendukung korupsi, bahwa korupsi dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. Dasar opini ini, pengusaha dapat memotong rantai birokrasi sehingga proses produksi menjadi lebih efisien, dan ekonomi akan tumbuh lebih cepat. Korupsi juga dapat mempererat relasi politik sehingga menurunkan potensi konflik dan secara tidak langsung berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Bahkan menurut Jusuf Kalla, pemberantasan korupsi dinilai meneror pejabat publik dan menghambat peran pemerintah dalam menstimulasi kegiatan ekonomi. Kontras dengan argumen di atas, mayoritas penelitian justru membuktikan kebalikannya. Sejumlah hasil definitif menyatakan bahwa korupsi menurunkan perolehan pajak, mendorong pertumbuhan ekonomi ilegal, menurunkan pendapatan per kapita penduduk, meningkatkan tingkat kematian bayi dan angka kebodohan. Dalam perspektif ekonomi produktif, korupsi justru menurunkan nilai investasi publik dan privat. Gap antara opini dengan fakta disebabkan argumentasi korupsi yang cacat. Korupsi adalah sebuah ide yang dampak negatifnya sangat masif, semakin lama semakin besar, menggelinding bak bola salju. Pendapat bahwa pemberantasan ekonomi menghambat pertumbuhan ekonomi dirumuskan berdasarkan asumsi bahwa semua pejabat publik koruptif dan pejabat publik yang menerima suap akan meningkat kinerjanya.
Jurnal Ilmu Administrasi Negara ASIAN (Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara)
Corruption prevention should be done earlier starting from its entrance, collusion. Collusion so far belongs to the classification of ethical violation but touches inadequately the violation of legal norm, because collusion practice can be done during the occupation process. It is this that gives the actor of collusion an opportunity of using the aspects that are not touched by the existing norms of law. This research used qualitative analysis method through observation, interview, and literature review. The result of research shows that corruption by means of collusion is categorized into ethical violation only. Collusion case is conducted in the process of electing the officials, before the election of legislative members or regional leaders. Intersection occurs between prospect public official and capital power.
A. LATAR BELAKANG Di era reformasi sekarang ini, Indonesia mengalami banyak perubahan. Perubahan sistem politik, reformasi ekonomi, sampai reformasi birokrasi menjadi agenda utama di negeri ini. Yang paling sering dikumandangkan adalah masalah reformasi birokrasi yang menyangkut masalahmasalah pegawai pemerintah yang dinilai korup dan sarat dengan nepotisme. Reformasi birokrasi dilaksanakan dengan harapan dapat menghilangkan budaya-budaya buruk birokrasi seperti praktik korupsi yang paling sering terjadi di dalam instansi pemerintah. Reformasi birokrasi ini pada umumnya diterjemahkan oleh instansi-instansi pemerintah sebagai perbaikan kembali sistem remunerasi pegawai. Anggapan umum yang sering muncul adalah dengan perbaikan sistem penggajian atau remunerasi, maka aparatur pemerintah tidak akan lagi melakukan korupsi karena dianggap penghasilannya sudah mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dan untuk masa depannya. Namun pada kenyataannya, tindakan korupsi masih terus terjadi walaupun secara logika gaji para pegawai pemerintah dapat dinilai tinggi.
Menjauh dari Korupsi atau Mendekap dalam Jeruji Besi, 2023
Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dilakukan melalui berbagai cara, namun hingga saat ini masih saja terjadi korupsi dengan berbagai cara yang dilakukan oleh berbagai lembaga. Terdapat beberapa bahaya sebagai akibat korupsi, yaitu bahaya terhadap: masyarakat dan individu, generasi muda, politik, ekonomi bangsa dan birokrasi. Terdapat hambatan dalam melakukan pemberantasan korupsi, antara lain berupa hambatan: struktural, kultural, instrumental, dan manajemen. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengatasinya, antara lain: mendesain dan menata ulang pelayanan publik, memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi, meningkatkan pemberdayaan perangkat pendukung dalam pencegahan korupsi. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 korupsi diklasifikasikan ke dalam: merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan dalam pengadaan, gratifikasi. Dalam rangka pemberantasan korupsi perlu dilakukan penegakan secara terintegrasi, adanya kerja sama internasional dan regulasi yang harmonis.
Korupsi di definisikan sebagai suatu tindakan penyelahgunaan kekayaan negara, yang me;ayani kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara.
Korupsi membudaya di Masyarakat melalui kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan setiap hari.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal Demokrasi, 2009
Jurnal Ilmu Pemerintahan Widyapraja IPDN, 2016
Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan