Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Wajah lama sudah tak karuan di kaca, sedang wajah baru belum juga jelas. Siapa itu orang atau manusia Indonesia? Apa dia memang ada? Dimana dia? Seperti apa gerangan tampangnya? Tanya Muchtar Lubis pada sebuah ceramah di Taman Ismail Marzuki, 6 April 1977. Akankah hari ini kita masih mempertanyakan hal yang sama? Bertanya tentang Indonesia, tentang orangnya, keberadaannya, ialah bertanya tentang pancasila sebagai akar historis yang membentuk dan dibentuk oleh kita sendiri sebagai warga negara. Pancasila terus diperbincangkan di warung kopi, ruang kelas, media, sampai kongres yang setiap tahun dihelat untuk membentuk wajah ke-Indonesiaan kita. Bagi kita saat ini, penting untuk mencermati bagaimana Pancasila terus diperbincangkan dari waktu ke waktu agar kita tidak terjebak pada keterulangan atau perbincangan retoris mengenai Pancasila. Melalui tulisan ini saya menawarkan cara memahami pancasila melalui penelusuran wacana secara historis dengan membandingkan dua konteks sistem politikekonomi, yakni politik Orde Baru yang tersentralisasi dan setelah Reformasi dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah. Keduanya akan saya bandingkan untuk melihat bagaimana Pancasila diartikulasikan untuk membentuk wajah ke-Indonesia-an kita. "Artikulasi" sebagai kata kunci di sini, saya meminjam konsep dari Stuart Hall i . Konsep ini digunakan untuk memahami bagaimana suatu ideologi dihadirkan dalam
“….Garudaku terjanglah angin itu Kepakan sayapmu, cengkramlah dengan erat pancasila yang kau emban…” (Efri Fahmi Aziz, dalam “Garuda Lelah Pancasila Entah”)
Pedagogi: Jurnal Ilmu Pendidikan, 2022
This article presents a study of Pancasila as a way of life for the Indonesian nation, specifically in the administration of education. This paper reveals how the universal values in Pancasila play a role in the practice of education towards the prosperity of the nation. This article combines practices in higher education and in non-formal education. This article was written using the bibliography method to provide a comparison of each scientific reference about the study written. This paper shows that the precepts in Pancasila are the crystallization of all disciplines and important aspects of life. Pancasila is the simplicity of complexity from science. Education should be based on values, governance, and prosperity. How knowledge becomes the basis of character that is managed with an awareness of the growth of social justice for all and is oriented towards encouraging the prosperity of the nation.
oleh Hendro Muhaimin, M.A Peneliti Pusat Studi Pancasila UGM
Opini / Kajian Singkat 2021
Tantangan dan problematika bagi Pancasila dewasa ini lebih didominasi oleh hal-hal yang bersifat kontekstual ketimbang konseptual. Kita semua memahami bahwa secara konseptual Pancasila merupakan dasar bagi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta landasan ideologis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sejak merdeka. Namun demikian, secara kontekstual, terdapat kesenjangan (gap) antara pemahaman dan aktualisasi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Masih adanya kelompok-kelompok yang mempertentangkan antara agama dan negara adalah satu dari sekian banyak contoh kesenjangan yang ada. Oleh sebab itu, pengakaran kembali atau reinternalisasi Pancasila di tengah-tengah masyarakat menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak untuk dilakukan.
Pembangunan karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk, hingga saat ini belum terlaksana dengan optimal. Hal itu tercermin dari semakin meningkatnya kriminalitas, pelanggaran hak asasi manusia, ketidakadilan hukum, kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai pelosok negeri, pergaulan bebas, pornografi dan pornoaksi, tawuran yang terjadi di kalangan remaja, kekerasan dan kerusuhan, serta korupsi yang kian merambah pada semua sektor kehidupan. masyarakat Indonesia yang terbiasa dengan kesantunan dalam berperilaku.
Melemahnya rasa persaudaraan ini sangat erat kaitannya dengan wawasan kebangsaan bangsa Indonesia. Rasa persaudaraan tersebut termasuk didalamnya adalah rasa simpati, empati, dan kebhinekaan. Disadari atau tidak rasa itu sekarang menjadi sesuatu yang sangat langka dan mahal di Indonesia. Fenomena yang terjadi di Jogja akhir-akhir ini misalnya kasus moge, kekerasan, dan sebagainya menunjukkan kondisi tersebut. Seolah bangsa Indonesia saat ini tidak lagi mengenal saudaranya yang ada diluar dirinya sendiri. Padahal pendidikan dan keteladanan tentang persaudaraan telah diajarkan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad lalu. Terkikisnya rasa persaudaraan ini saat ini menjadi ancaman yang sangat nyata bagi keutuhan bangsa Indonesia. Hal inilah yang menjadi masalah kita bersama. Pekerjaan besar kita bersama adalah bagaimana menumbuhkan kembali semangat persaudaraan diantara bangsa Indonesia?
Abstrak: Dunia saat ini tengah dibayangi oleh ancaman potensi konflik yang sangat masif baik itu berlabel konflik keagamaan, maupun konflik rasial. Menurut data UNHCR, jumlah pengungsi dunia telah mencapai 60 juta orang dan sebagian besar di antaranya adalah para pencari suaka karena alasan konflik. Jika dicermati, kini memang banyak sekali negara-negara yang sedang dilanda badai konflik, mulai dari Suriah, Nigeria, Myanmar, bahkan Amerika Serikat. Kemudian, bagaimana dengan Indonesia? Ekuivalen dengan heterogenitas masyarakatnya yang tinggi, potensi konflik di Indonesia juga relatif besar. Sejarah mencatat, Indonesia pernah mengalami sejumlah konflik bernuansa SARA, misalnya tragedi Sampit, Poso, Maluku, hingga konfrontasi Sunni-Syiah di Sampang, Madura. Untuk mencegah berbagai konflik tersebut terulang kembali, maka nilai-nilai toleransi wajib dilestarikan dan dibumikan. Salah satunya, dengan membaca ulang kearifan dalam perumusan Pancasila sebagai monumen ke-Indonesia-an. Secara praksis, hal itu bisa diaktualisasikan melalui dua program. Pertama, sosialisasi dialogis tentang nilai-nilai kebhinekaan kepada masyarakat di wilayah rawan konflik. Kedua, pendidikan toleransi serta multikultural bagi seluruh pelajar dan mahasiswa Indonesia. Dengan dua program tersebut, Indonesia tidak hanya akan terhindar dari ancaman potensi konflik, tetapi juga mampu menjadi role model negara toleran serta dapat berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia sesuai isi pembukaan UUD 1945.
2012
Pancasila is the foundation of the state of the Unitary Republic of Indonesia. The thought of Pancasila in state political lines are included in the MPR decree No. XVIII/MPR/1998 which also repeals provisions of Decree No. II/MPR/1978 about P4 (The Guidlines for Appreciating and Implementing Pancasila). The background of the issue the political determination is that the MPR decree on P4, the substance and implementation are no longer fit with the times. Pancasila charge in P4 is considered to have an expansion in interpretation of Pancasila. Implementation of the P4 upgrading program is considered to be the doctrinative, ineffective and spend a lot of costs. For the future, the interpretation of Pancasila should refer to the historical interpretation of the founding fathers and is developed through historical approach and juridical interpretations developed through legal approach. The implementation of Pancasila can be done with socialization through education.
2019
Pemahaman terhadap Pancasila harus terus dilakukan dan terutama melalui sarana pendidikan. Pendidikan Pancasila yang diterapkan di Perguruan Tinggi memiliki visi, misi, dan tujuan yang disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di Politeknik Negeri Media Kreatif dilakukan sebagai bentuk implementasi vocational civic dan pengembangan karakter mahasiswa. Metode penelitian dilakukan melalui kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Hasil yang ditunjukkan ialah pembelajaran dilaksanakan dengan pendekatan berbasis masalah dengan pembuatan infografik serta adanya pengembangan karakter mahasiswa berupa karakter demokratis, karakter ingin tahu, karakter menghargai prestasi, dan karakter semangat kebangsaan.
Tugas Kuliah, 2022
Buat apa mempelajari Pancasila? Mungkin ini adalah pertanyaan para mahasiswa-juga kaum pelajar lain-saat melihat fenomena degradasi konstitusional-tentang fenomena nirpancasila para pejabat kita seperti korupsi, penghancuran lahan, pembuatan undang-undang untuk kepentingan kelompok, dan lain-lain-yang kemudian menimbulkan asumsi berkaitan dengan irelevansi Pancasila untuk dipelajari. Bagi saya pribadi, pembelajaran terkait Pancasila di kampus adalah klise, sungguh membosankan mendengarkan para dosen ceramah soal suatu konsep yang tidak dipakai-bahkan tidak ada-lagi, sebab ia ada sebagai risalah namun tidak hadir sebagai fenomena. Bila boleh diibaratkan, Pancasila hari ini itu seperti tong kosong yang nyaring bunyinya. Kerapkali kita dengar Pancasila itu didengungkan di mana-mana, bahkan selalu kita pelajari, tapi Kembali lagi, apa fungsinya? Jangan-jangan Pancasila telah menjadi konsep klise yang menciptakan bayangan seksi soal sila-silanya dalam benak kita-sekedar membuat kita percaya akan adanya kehidupan yang adil, bermartabat, dan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Satu klaim besar sampai sini, Pancasila sebagai bingkai konstitusinal tidak lagi relevan hari ini, saya dengan sangat sadar memahami bahwa klaim ini akan mendapat konfrontasi keras dari mereka yang masih optimis dengan Pancasila, untuk menunda hal tersebut, kita coba refleksi sejenak, apa itu relevan? Dapat saya duga dengan amat kuat, seringkali pola pikir kita soal 'relevansi' terpaut secara positif pada hal-hal yang dianggap baik secara normatif-entah itu keadilan, kebaikan, atau kesejahteraan.
2017
Belakangan ini kehidupan berbangsa dan bermasyarakat kita cukup banyak dilanda berbagai hal yang patut direnungkan dengan serius. Misalnya, meledaknya bom bunuh diri di terminal Kampung Melayu yg mengakibatkan 3 polisi tewas, 6 polisi dan 5 anggota masyarakat terluka. Pelaku tindakan keji dan licik inipun juga tewas dan pemboman ini sudah di diklaim oleh ISIS. Dari contoh diatas ada hal yang menarik untuk diamati yakni reaksi masyarakat baik dari pejabat negara hingga di kalangan nitizen. Saya mencoba melihat dari kacamata yg setahun belakangan ini menjadi trend di dunia, yakni phenomena Post-Truth (PT) atau Pasca-Kebenaran (PK) Paska Kebenan mendunia dan memasuki pertengahan 2017 ini PK pun makin terasa dan bisa ditemui dalam masyarakat Indonesia yg dinamis ini. Apa yang dimaksud dengan PK? Secara singkat bisa dijelaskan bahwa PT adalah kependekan dari " situasi dimana fakta obyektif menjadi lebih sedikit pengaruhnya dibandingkan hal-hal yang mempengaruhi emosi dan kepercayaan personal, dalam pembentukan opini publik " (Kamus Oxford). PK bukan sekedar suatu kebohongan, PK melebihi itu karena sifatnya yang tidak obyektif dan pengaruhnya berlandaskan kepercayaan dan emosi. Phenomena PK di manca negara bisa dilihat dari mulai phenomena Donald Trump hingga referendum UK yang menghasilkan Brexit dimana kampanye digiring soal imigrasi yang banyak tidak benarnya, tidak diverifikasi. Adapun di Indonesia misalnya peristiwa bom bunuh diri yang sudah jelas ada ada korban jiwa, polisi-polisi muda,banyak orang terluka, rakyat kecil yang naas dan jelas ISIS sudah mengatakan ini hasil kerjanya. Tetap saja ada yang meragukan, bahkan kemudian menyebarkan bahwa pemboman ini adalah rekayasa. Bahkan ada sebaran di media sosial yang terus terang keterlaluan karena sudah tidak lagi melihat fakta dengan menyebarkan issue bahwa korban adalah boneka lilin yang dipakai .Bukan tubuh manusia merujuk ke photo-photo korban ledakan, termasuk rusaknya tubuh pelaku bom bunuh diri. Suara-suara ini contoh Poska Kebenaran karena tidak penting soal fakta, seobyektif apapun, misalnya diberikan data golongan darah,DNA dan bukti forensik , tetap saja opini publik yang dicoba digiring berdasarkan kepercayaan yg diyakini sesukanya, bahwa ini rekayasa, buatan. Lebih jauh ada juga yang menginsinuasi bahwa rekayasa ini untuk menyudutkan umat Islam. Padahal jelas korban terbanyak adalah umat Islam dan apa gunanya menyudutkan umat Islam tidak juga dijelaskan. Umat Islam yang mana yang dimaksud? Tidak jelas juga. Kembali, hal ini bisa dikatakan Paska Kebenaran karena memang pendapat ini tidak didukung fakta yang solid. Namun dipercayai oleh sebagian kalangan. Contoh lainnya soal disebarnya tentang kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) bahkan ada tuduhan golongan PKI di kalangan istana yang jelas tidak benar dan bualan bohong belaka. Kebohongan ini diebar sebagai Post Truth/ Paska Kebenaran karena yang menyebarkannya asal-asalan saja dan yang mempercayainya bukan berdasarkan fakta obyektif melainkan terkait emosi dan kepercayaan mereka sendiri. Paska kebenaran memang bukan soal kebenaran, lebih soal bualan karena memang tidak ada proses verifikasi dan obyektivitas. Bagaimana hal ini bisa terjadi? 1 Feminist, Activist, Deklarator SekNas Jokowi.
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah "Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia" guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak M. Saifullah, SE, MM selaku Pembimbing dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dari Sila ke I sampai Sila Sila ke V yang harus diaplikasikan atau dijabarkan dalam setiap kegiatan pengelolaan lingkungan hidup adalah sebagai berikut (Soejadi, 1999 : 88-90) :
Sikap positif dapat diartikan sikap yang benar, sikap yang mendukung, sikap yang mau menerapkan Pancasila sebagai ideologi terbuka. Jika kita melihat dinamika kehidupan masyarakat, kejadian -kejadian yang dialami masyarakat bak yang menggembirakan maupun yang menyedihkan, maka inisiatif rakyat untuk mewujudkan hidup sejahtera memberikan dorongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana adalah wujud sikap positif terhadap Pancasila sebagai ideologi terbuka. Pancasila sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh sebab itu nilai -nilai pada sila -sila Pancasila senantiasa menjiwai bangsa Indonesia.
Masa Pergerakan Nasional ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi modern antara lain Budi Utomo (BU), Sarekat Islam (SI), dan Indische Partij (IP) dalam memperjuangkan perbaikan nasib bangsa.
Indonesian Journal of Peace and Security Studies (IJPSS)
Perbedaan acapkali menjadi penyebab terjadinya konflik dan disintegrasi (perpecahan) dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tak sedikit orang yang anti dan benci dengan perbedaan. Perbedaan seolah dipandang sebagai musuh yang harus diperangi secara bersama. Namun, tidakah disadari bahwa negara Indonesia merupakan negara yang terbentuk dari keberagaman suku, budaya, dan agama, yang jauh lebih dulu ada ketimbang kata “Indonesia” itu sendiri. Selain itu, keberagaman merupakan kehendak yang telah Tuhan ciptakan untuk kehidupan manusia, yang dengannya menjadikan kehidupan manusia berwarna serta memperkaya pengetahuan manusia. Maraknya praktek intoleransi yang terjadi telah menodai semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila. Selain itu, praktek intoleransi juga telah menodai citra Indonesia di kancah internasional. Indonesia merupakan negara yang dikenal rukun atas keberagaman dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, sehingga menjadi inspirasi bagi banyak negara di dunia. Waki...
Makalah ini merupakan hasil analisis makna lagu “Pancasila Rumah Kita”. Judul “Pancasila Rumah Kita” mengandung makna, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia adalah tempat kembali segala pengambilan kebijakan Bangsa Indonesia. Pancasila menjadi salah satu dasar yang menentukan arah perjalanan Bangsa Indonesia untuk mencapai cita-cita seluruh bangsa. Lagu ini mengarahkan masyarakat Indonesia untuk merefleksikan kembali kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia yang harus dipertahankan untuk melawan perang modern. Wacana pergantian Pancasila bermunculan, hal ini disebabkan masyarakat menganggap nilai Pancasila tidak relevan lagi dijadikan sebagai pandangan hidup Bangsa Indonesia. Pertanyaan pun muncul, sebenarnya wacana pergantian Pancasila disebabkan oleh nilai Pancasila yang tidak relevan di masa kini, atau rakyat Indonesia tidak mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila? Makalah ini membahas deskripsi analisis lagu “Pancasila Rumah Kita” sebagai refleksi penggalian kembali nilai Pancasila untuk menghadapi serangan perang modern. Pembahasan dalam makalah ini antaralain: (1) deskripsi perang modern, (2) analisis nilai Pancasila dalam lagu “Pancasila Rumah Kita”, dan (3) analisis fungsi sosial lagu “Pancasila Rumah Kita” bagi masyarakat. Pemaknaan Pancasila bukan hanya dilakukan melalui pembelajaran di kelas-kelas dengan teori. Akan tetapi, pembelajaran tersebut harus dilakukan dengan metode yang mudah dipahami, misalnya menggunakan media audio visual. Pembelajaran dan pemaknaan nilai Pancasila adalah langkah awal untuk menghadapi perang modern. Pemaknaan nilai Pancasila dinyatakan berhasil apabila masyarakat dapat menerapkan nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kata Kunci: Perang Modern, Pancasila, dan Lagu “Pancasila Rumah Kita”.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.