Academia.eduAcademia.edu

Membaca Kembali Pancasila, Membaca Kembali Diri Kita

Abstract

Wajah lama sudah tak karuan di kaca, sedang wajah baru belum juga jelas. Siapa itu orang atau manusia Indonesia? Apa dia memang ada? Dimana dia? Seperti apa gerangan tampangnya? Tanya Muchtar Lubis pada sebuah ceramah di Taman Ismail Marzuki, 6 April 1977. Akankah hari ini kita masih mempertanyakan hal yang sama? Bertanya tentang Indonesia, tentang orangnya, keberadaannya, ialah bertanya tentang pancasila sebagai akar historis yang membentuk dan dibentuk oleh kita sendiri sebagai warga negara. Pancasila terus diperbincangkan di warung kopi, ruang kelas, media, sampai kongres yang setiap tahun dihelat untuk membentuk wajah ke-Indonesiaan kita. Bagi kita saat ini, penting untuk mencermati bagaimana Pancasila terus diperbincangkan dari waktu ke waktu agar kita tidak terjebak pada keterulangan atau perbincangan retoris mengenai Pancasila. Melalui tulisan ini saya menawarkan cara memahami pancasila melalui penelusuran wacana secara historis dengan membandingkan dua konteks sistem politikekonomi, yakni politik Orde Baru yang tersentralisasi dan setelah Reformasi dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah. Keduanya akan saya bandingkan untuk melihat bagaimana Pancasila diartikulasikan untuk membentuk wajah ke-Indonesia-an kita. "Artikulasi" sebagai kata kunci di sini, saya meminjam konsep dari Stuart Hall i . Konsep ini digunakan untuk memahami bagaimana suatu ideologi dihadirkan dalam