Ilmiah ini merupakan kajian terhadap studi penanganan terorisme dan radikalisme di Indonesia, dimulai dengan penjelasan mengenai fenomena terorisme dan radikalisme sebagai masalah sosial dan pemecahan akar masalah kejahatan dari perspektif ilmu kepolisian adalah melalui pendekatan peacemaking yang disusun untuk menemukan jawaban atas sering terjadinya kasus terorisme dan radikalisme di Indonesia, dan menjelaskan apakah metode penanggulangan yang diarahkan untuk tidak berulangnya kasus terorisme dan radikalisme,telah mengarah pada rekonstruksi modal sosial yang masih bersifat konfliktual, menjadi modal sosial yang baru? Asumsi ini sejalan dengan pandangan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, yang menyatakan "Missiles may kill terrorists. But I am convinced that good governance is what will kill terrorism". (Rudal bisa saja membunuh teroris. Tapi saya yakin, pemerintahan yang baik akan membunuh terorisme). Peran pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi aksi terorisme dan radikalisme telah menunjukan keberhasilan, tetapi masih banyak yang perlu dihadapi dalam menciptakan keamanan dan rasa aman masyarakat dari aksi-aksi terorisme dan radikalisme di Indonesia.Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa di Wina Austria tahun 2000, mengangkat tema The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders, antara lain menyebutkan terorisme sebagai suatu perkembangan perbuatan dengan kekerasan yang perlu mendapat perhatian. Terorisme sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan terhadap peradaban yang menjadi ancaman serius seluruh bangsa didunia dan merupakan musuh bersama semua agama, sehingga perang melawan terorisme menjadi komitmen menyeluruh semua negara di dunia. Pemahaman akan realitas sosial kejahatan menjadi panduan dalam pemecahan masalah-masalah sosial antara lain kasus-kasus terorisme dan radikalisme. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah melalui kajian ilmu kepolisian adalah rekonstruksi modal sosial. Hal ini seiring dengan pemikiran Richard Quinney (1970) mengenai peacemaking sebagai filosofi (pendekatan) bukan sebagai teori, yang dapat diasumsikan bahwa aksi terorisme dan radikalisme sebagai sebuah kejahatan masih akan terus terjadi (termasuk di Indonesia), karena pemecahan masalahnya tidak mengarah pada terciptanya perdamaian yang mengacu pada pembangunan kembali modal sosial yang tidak konfliktual. Aksi terorisme di Indonesia mulai marak ketika terjadi peristiwa peledakan bom di Mesjid Istiqlal Jakarta tahun 1999, dilanjutkan dengan peledakan bom di tahun 2000 (Agustus-Desember), yang terjadi sebanyak empat kali yaitu di