Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2019, An-Nisa' : Jurnal Kajian Perempuan dan Keislaman
…
23 pages
1 file
A woman has great potential, as well as a man, it can be seen from the various roles of woman needed in society, including: the role of reproduction, economic, social, political and Islamic leadership. However, in Islamic leadership, most women are only members of the management in social organizations, because they are deemed not have brave characteristics like men, except the social organization that all of the members are women. this is because women's interests are not accommodated in various political decisions. Education is the main factor that determines the activeness of women as administrators of political parties, obstacle experienced by women in political parties, including through a number of issues such as; education, employment, justice and gender equality, domestic roles, patriarchal culture, religion and family relationship. Woman, who has the competence to lead the country, could be heads of state in the modern society context, because the modern government syst...
2015
Many groups are calling to apply the Islamic values. Both in social issues, economy, country and politics. But they are not able to create a balancing of the values of Islam itself. Because in general, they actually limit the scope of women's movement. They do not give chance to women to participate in the world holding the reins of supreme leadership.If the excuse put forward is that Islamic values can be applied in general, why not give the right to limit even to women? In fact Islam devoted to men and women.However, when the raging spirit has been created, the power has been awakened, when the women had to roll up his sleeves to participate in social, political and matters relating to life, why the sudden sheet of voiced speech with a loud "O woman returned to the house each of you ", an appeal which it seems so unfair to discredit. Therefore, re-examine the traditions that are considered to discredit the woman, for Hadith Prophet Muhammad saw. ill only textually bu...
Buku ini ditulis oleh Neng Dara Affiah, dia merupakan seorang muslimah feminis. Buku ini merupakan komplikasi dari beragam tulisan yang pernah dimuat di pelbagai buku, jurnal dan surat kabar yang ditulis antara rentang waktu 1998-2016. Buku ini terdiri dari 3 BAB diantaranya yaitu islam dan kepemimpinan perempuan, islam dan seksualitas perempuan, serta perempuan, islam dan negara.
Syariah Jurnal Hukum dan Pemikiran, 2018
Terjadinya kontroversi dalam masalah kepemimpinan perempuan dalam Islam berasal dari perbedaan ulama dalam menafsiri sejumlah ayat dan hadis Nabi. Secara umum jika dianalisa kualitas hadis riwayat al-Bukhârî, al-Turmuzî, dan al-Nasâ`î serta Imam Ahmad tentang kepemimpinan perempuan secara umum adalah shahîh li dzâtihi. Sanadnya memenuhi kaidah kesahihan sanad hadis, yaitu sanadnya bersambung, periwayatnya bersifat tsiqah, dan terhindar dari syudzûdz dan ‘illah. Matannya juga memenuhi kaidah kesahihan matan hadis, yakni terhindar dari syudzûdz dan ‘illah.Secara tekstual, hadis tersebut menunjukkan larangan bagi perempuan menjadi pemimpin dalam urusan umum. Oleh karena itu, mayoritas ulama secara tegas menyatakan kepemimpinan perempuan dalam urusan umum dilarang. Namun secara kontekstual hadis tersebut dapat dipahami bahwa Islam tidak melarang perempuan menduduki suatu jabatan atau menjadi pemimpin dalam urusan umum. Bahkan menjadi kepala negara, dengan syarat sesuai dengan kriteria ...
Abstrak: Kepimpinan Wanita Menurut Perspektif Hamka. Riset ini membahas pendirian Hamka terkait soal kepimpinan wanita. Ia mengkaji pandangannya tentang urusan kepimpinan wanita dan perbandingannya dengan pandangan ulama yang lain berhubung keabsahan dan pendirian syariat terhadapnya. Metode kajian adalah bersifat deskriptif, analitis dan komparatif dengan meninjau ijtihad Hamka tentang soal kepimpinan ini dalam karya-karya falsafah, fiqh dan tafsirnya yang muktabar dan perbandingannya dengan pendapat ulama Islam yang lain. Ia merumuskan pemahaman Hamka yang kritis tentang batas-batas yang khusus yang digariskan syariat yang telah meletakkan kepimpinan wanita dalam konteks yang tepat dan praktikal dan sewajarnya, sesuai dengan sifat, pembawaan, keperibadian dan kedudukan mereka sebagai pemimpin, serta selaras dengan keupayaan dan naluri dan fitrah kewanitaan yang sebenar. Dapatan kajian menemukan fikrah Hamka yang luas yang menafsirkan nas-nas syarak terkait prinsip kepemimpinan wanita ini dari sudut yang positif yang mempertahankan keabsahannya yang didukung dengan hujah-hujah dan keterangan dalil yang kukuh dan sebagai yang dibuktikan dalam kenyataan sejarah dan tradisi Islam. Adapun masalah dalam tulisan ini adalah bagaimana kajian kepemimpinan wanita berdasarkan sudut pandang Hamka. Sedangkan tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui kajian kepemimpinan wanita berdasarkan sudut pandang Hamka. Untuk menjawab dan mendeskripsi atas rumusan masalah dalam tulisan ini penulis menggunakan teknik mengumpulkan teori yang didapat dari beberapa referensi baik berupa buku, majalah, internet, dan karya ilmiah lainnya lalu disesuaikan dengan kajian bahasan yang diangkat dalam tulisan ini. Dalam perbahasan tentang asas kepimpinan wanita Islam ini, Hamka telah menggariskan beberapa kriteria penting yang mengisbatkan hak dan status wanita sebagai pemimpin. Beliau mempertahankan kemerdekaan mereka sebagai pemimpin dan menekankan tentang tanggungjawab yang sama yang mesti dipikul dalam menegakkan kepimpinan ini. Ini dibahaskan dalam konteks dan skop yang luas daripada prinsip Islam yang memberi ruang kepada mereka untuk melibatkan diri dalam pemerintahan dan perencanaan undang-undang, dan menyumbang dalam meninggikan kedudukan dan martabat umat. Kata kunci: Hamka, kepimpinan wanita, keluarga, fitrah. Abstract: Women's Leadership According to Hamka's Perspective. Women's Leadership According to an Islamic Perspective. This paper discusses Hamka's stance regarding women's leadership. He examines his views on the affairs of women's leadership and its comparison with the views of other scholars regarding the validity and stance of the Shari'a against it. The study method is descriptive, analytical and comparative by reviewing Hamka's ijtihad on this leadership issue in his works of philosophy, fiqh and muktabar interpretation and comparison with the opinions of other Islamic scholars. He formulated Hamka's critical understanding of the specific boundaries outlined by the Shari'a which have placed women's leadership in an appropriate and practical and proper context, in accordance with their character, nature, personality and position as leaders, and in line with their desires and instincts and nature. true femininity. The study obtained a broad fikrah Hamka that interprets the syarak passages related to the principle of female leadership from a positive angle that maintains its validity which is supported by strong arguments and evidence and as proven in the reality of Islamic history and tradition. The problem in this paper is how to study women's leadership based on Hamka's point of view. Meanwhile, the purpose of this paper is to determine the study of women's leadership based on Hamka's point of view. To answer and describe the formulation of the problem in this paper, the writer uses the technique of collecting theory which is obtained from several references in the form of books, magazines, the internet, and other scientific works and then adjusted to the study of the discussion raised in this paper. In discussing the principles of leadership for Islamic women, Hamka has outlined several important criteria that describe the rights and status of women as leaders. He maintained their independence as leaders and emphasized the same responsibility that must be taken in upholding this leadership. This is discussed in a broad context and scope of Islamic principles which provide space for them to involve themselves in government and statutory planning, and contribute to elevating the position and dignity of the Ummah.
Kepemimpinan perempuan dalam Islam merupakan persoalan yang masih kontroversial. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, yakni perbedaan penafsiran para pakar (ulama) dalam menafsirkan nash sebagai dalil pembolehan ataupun pelarangan wanita menjadi pemimpin. persoalan ini menarik untuk dikaji ditengah maraknya persamaan gender.
2016
The role of women in society among the aspect of reproduction, economic, social, politic, and Islamic leadership put women as members in community activities or organizations. This is proved by the amount of women who are active in organizations and they aren’t brave enough as well as men. Because of this reason, only few of their proposals are accepted and implemented into the existing political world. The factor influences women's involvement in society is their level of education. All the tasks entrusted to women can be held because of their education. This means that there is relevance between the tasks and education
2008
Until now, there is a dilemma about woman leadership in Islam. In one side, there is a belief that the best woman activity is being home, take care her husband and children, cooking, cleaning up, and other activity that have domestic character. At the other side, today’s woman demanded to play active role outside home. Patriarchal understanding and culture that dominant at that era still affect position about woman leadership in Islamic thought discourse, not surprising if their thought’s product inclined to man interest. However, today’s woman have broad opportunity to have role on every domain, include became a leader. This is perfectly appropriate with Islamic teaching because al-Qur’an did not differentiate human except his/her deed
Jurnal Ilmiah Spiritualis: Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf, 2020
Kepemimpinan wanita dalam kancah politik menuai kontroversi di dalam Islam. Hal ini disebabkan oleh nas{ hadis sahih yang menyatakan bahwa suatu kaum tidak akan beruntung jika dipimpin oleh wanita. Bagi ulama konservatif, akan memahami hadis tersebut apa adanya (tekstual). Namun bagi ulama yang moderat akan memahaminya dari sisi kontekstual. Agama Islam berpedoman kepada al-Qur’an dan hadis, oleh sebab itu, tidak adil kiranya jika hanya memotret dari sisi hadis saja dan mengesampingkan al-Qur’an. Artikel ini akan membahas tentang kepemimpinan wanita dari sisi al-Qur’an, hadis, biologis wanita dan sosiologis bangsa Indonesia. Kesimpulan artikel ini adalah al-Qur’an melegitimasi kepemimpinan wanita lewat kisah ratu Saba’ (Bilqi>s). Hadis tentang kepemimpinan wanita dapat dipahami sebagai ‘komentar’ Nabi terhadap pergantian kepemimpinan di Persia dan memiliki muatan lokal-temporal. Wanita memiliki kelemahan biologis pada saat menstruasi dan hamil, kelemahan fisik dibandingkan laki-l...
2019
Islam dan kepemimpinan perempuan Tulisan ini merupakan sebuah inti sari dari buku " Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas" yang ditulis oleh dosen saya tercinta Ibu Neng Dara Affiah. Terdapat tiga bab dalam buku tersebut dan yang membuat saya tertarik adalah apa yang ditulis oleh Bu Neng pada bab pertama, yang beliau beri judul " Islam dan Kepemimpinan Perempuan". Berbicara mengenai perempuan, pasti selalu dikonotasikan sebagai feminisme. Saya membenarkan akan hal itu pada apa yang akan dibahas oleh tulisan ini. Namun yang perlu diingat bahwa feminisme bukanlah sebuah gagasan yang menghendaki kesetaraaan anatara laki-laki dan perempuan yang direalisasikan dengan "laki-laki melakukan pekerjaan perempuan" dan sebaliknya. Feminisme dalam arti yang sesungguhnya yaitu yang menghendaki kesetaraan atau keadilan gender dengan tidak memposisikan baik laki-laki maupun perempuan diposisi paling tinggi, yang kemudian mempengaruhi hak-hak yang seharusnya didapatkannya. Gender dalam kacamata Islam Pertama-tama saya akan membahas isu ini melalui kacamata agama, yang mana justru seringkali dalil-dalil agama inilah yang dijadikan argumentasi untuk menolak peran perempuan terutama dalam hal kepemimpinan. Dalam salah satu ayat alqur'an, tepatnya surah Al-Hujurat ayat 13 disebutkan secara jelas akan kesetaraan manusia baik berdasarkan kasta, ras, dan jenis kelamin. Rasulullah SAW sang nabi mulia pun mecerminkan dalam perilakunya akan hak-hak perempuan, walaupun beliau hidup pada masa dimana perempuan dianggap sebagai aib dan diremehkan. Dalam alqur'an surah Al-Baqarah ayat 30 Allah menciptakan manusia, laki-laki maupun perempuan sebagai khalifah (pemimpin) dibumi. Kepemimpinan disini tentunya memiliki arti yang sangat luas. Bisa saja menjadi pemimpin pemerintahan, pemimpin Pendidikan, pemimpin keluarga, dll. Namun yang perlu dicatat disini adalah manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri yang mana memiliki tanggung jawab dan harus dilaksanakan dengan amanah. Jika meninjau dari ayat tersebut, islam tidaklah membatasi siapapun untuk menjadi pemimpin, baik laki-laki maupun perempuan meiliki derajat yang sama dalam hal kepemimpinan. Salah satu ayat alqur'an yang sering dijadikan sebagai argumen untuk menolak kepemimpinan perempuan yakni surah An-Nisa ayat 34 yang berbunyi "laki-laki adalah qowwam dan bertanggung jawab terhadap kaum perempuan". Yang menjadi pangkal perdebatan adalah kata qowwam yang sering diasumsikan bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab, kekuasaan dan wewenang atas fisik dan moral prempuan serta memiliki kelebihan diatas yang lain. Dari pemaknaan diatas Nampak jelas bahwa pria ada pada posisi superior, sementara perempuan pada posisi yang inferior. Argument superioritas laki-laki ini didasarkan pada asumsi bahwa pihak laki-laki memiliki asset kekayaan yang dapat membiayai kehidupan perempuan. Selain itu, laki-laki dianggap memiliki kelebihan penalaran (al-aql), tekad yang kuat (al-hazm), kekuatan (al-quwwah), kemampuan tulisan (al-kitabah), dan keberanian (al-furusiyyah wa al-ramy). Menurut ahli tafsir yang brspektif feminis, makna dari kata "kelebihan" pada ayat tersebut tergantung pada kuaitas masing-masing individu yang tidak didasarkan pada gender. Begitu pula Amina Wadud Muhsin menyatakan bahwa "kelebihan" tersebut tidak bersifat hakiki, melainkan fungsional. Jadi, diebut superior selama yang bersangkutan memiliki kriteria alqur'an yakni memiliki kelebihan dan memberi nafkah, tentu saja ini tidak terbatas baik laki-laki maupun perempuan. Selain melihat dari tafsiran ayatnya, perlu kita ketahui pula konteks kelahiran ayat tersebut. Pertama, ayat ini turun dalam konteks hubungan suami istri. Kedua, melarang perempuan menjadi pemimpin bertentangan dengan konsep dasar Tuhan menciptakan semua makhluk denga derajat yang sama. Ketiga, adanya kekerasan domestik pada masyarakat arab pra islam. Nama: Firol Mustaqimah NIM : 11181110000023
Journal Of Administration and Educational Management (ALIGNMENT)
This study aims to, a) determine the performance of female village heads and village heads in carrying out their duties; b) to find out the perceptions of leaders, village staff, and the community of three villages and one sub-district in East Lombok Regency regarding the performance of female village heads and village heads; c) to find out the challenges and obstacles faced in carrying out their leadership. The method used is a qualitative method with a case study approach located in four locations in East Lombok Regency. Methods of data collection using observation, interviews, and documentation. Data analysis is data reduction, data presentation, and conclusion drawing. Test the validity of the data by deepening observations, in-depth interviews, and triangulation. The results of this study indicate that the performance of the female village head is good, responsible discipline, and never procrastinated on her duties. And the distribution of development is continuously carried ou...
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Alim | Journal of Islamic Education
Rabbani: Jurnal Pendidikan Agama Islam
KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, 2015
Harakat an-Nisa: Jurnal Studi Gender dan Anak, 2021
Munaddhomah: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
PRODU: Prokurasi Edukasi Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2020
Diversity: Jurnal Ilmiah Pascasarjana, 2021