Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
5 pages
1 file
Abram adalah sosok bapa para bangsa Israel, sekaligus sebagai bapa kaum beriman. Ia adalah teladan utama dalam menghayati iman terhadap Allah. Akan tetapi, sebagai manusia biasa, Abram juga pernah melakukan kesalahan. Ia memiliki keegoisan yang ingin menyelamatkan nyawanya.
Dwi Budhi Cahyono, 2020
PENDAHULUAN Abraham adalah tokoh yang diklaim sebagai leluhur bagi tiga agama besar di dunia ini, Yudaisme-Isreal, Kristen dan Islam. Hal tersebut dikaitkan dengan asal usul agama. 1 Yang menarik mempelajari tokoh Abraham adalah dia seorang pribadi yang memiliki kekhususan, Allah memilihnya dengan suatu perjanjian. Ide tentang perjanjian atau covenant merupakan istilah umum dalam dunia Timur Tengah Kuno, namun memiliki pengertian yang sakral dalam kitab Suci. Dalam Alkitab, Perjanjian Abraham merupakan titik penting untuk memahami misi Allah. Routledge mencatat bahwa dalam Perjanjian Lama melihat Allah sebagai Pribadi yang membuat diri-Nya dikenal oleh semua umat manusia, secara khusus menghadirkan Dirinya sebagai Pribadi yang menjalin hubungan unik dengan bangsa Israel, dan secara resmi dinyatakan dalam istilah perjanjian. 2 Relasi dengan Allah, khususnya melalui keintiman Pribadi-Nya dengan Abraham, menjadi poin penting untuk memahami perjanjian Allah dengan Abraham, secara luas dan mendalam yang tertulis dalam Kitab Suci; yaitu tentang isi hati Allah kepada manusia. Allah Makalah ini adalah tugas akhir mata kuliah Teologi Biblika, Program Paska Sarjana STT Aletheia, 2020
SOPHIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
The story of the Bible character Abraham is a source of inspiration for every human being living in this world to continue to believe in God. Abraham is listed in Hebrews chapter 11 as a believer or believer. Abraham was an ordinary man and sometimes lived in weakness and doubt in his actions, but his act or obedience to God by accepting his call out of his hometown to a foreign land for him as a promised land for him. Abraham was also called a believer when he obeyed God's command to sacrifice his son Isaac on Mount Moriah as a burnt offering, which was offered to God, although in the end God offered a substitute sacrifice. The story of Abraham states that everyone has the opportunity to be called a believer like Abraham by obeying and believing in God's commands. This research was conducted using a qualitative method by collecting literature data from a bibliography such as the Bible, books and journals, so that it can lead everyone to become a believer like Abraham.
Masihkah kita dapat merasaakan panggilan Tuhan melalui suara hati kita masing-masing dengan lembut dan penuh cinta kasih lewat karya keselamatan yang Tuhan diberikan. manusia-manusia yang dilibatkan dalam karya penyelamatan itu dipanggil secara khusus oleh Allah, Allah yang mengambil inisiatip penuh dalam pristiwa panggilan itu. panggilan slalu mempunyai misi atau tugas khusus. karena panggilan adalah inisiatip dari Allah, maka kita harus tetap rendah hati dan bersyukur.
Jurnal Salvation
In Abraham's life, obedience was the principle that motivated his life. He willingly obeyed God, not out of law, but out of love. In the course of his life, Abraham was an obedient and God-fearing man. In addition, the story in Genesis chapter 22 becomes a severe test in Abraham's life, where God commanded Abraham to sacrifice his only son as a burnt offering (Gen 22:2a). This article aims to find the meaning of Abraham's obedience in offering Isaac in Genesis 22:1-19. The method used is narrative analysis. The result is in this case explaining how the life of Abraham who always feared God as evidence of faith in God. Abraham's life can be a guide for the Christian life today. In this context, Abraham is an example of faith, how people live in obedience to God by giving the best, namely the most beloved son in Abraham's life.
Sintesis, 2016
ABSTRAK Artikel ini bertujuan mendeskripsikan metafora-metafora tentang Tuhan dalam Kitab Mazmur dan menginterpretasikan mengapa metafora-metafora tersebut digunakan. Pendekatan yang digunakan dalam artikel ini adalah pendekatan linguistik kognitif dan linguistik antropologis. Pendekatan linguistik kognitif digunakan untuk menjelaskan bagaimana Tuhan dimetaforakan. Sementara itu, pendekatan linguistik antropologis digunakan untuk menjawab mengapa Tuhan dimetaforakan demikian. Dari hasil kajian, diketahui bahwa Tuhan dimetaforakan sebagai (i) manusia dan (ii) benda. Metafora-metafora tersebut dapat diinterpretasikan sebagai usaha penulis dan pengguna Mazmur dalam memahami Tuhan yang transenden menjadi Tuhan yang imanen.
Dalam kehausan akan bacaan sebagai sekarang ini, salinan Saudara La Ode Malim ini sedilkit banyaknya akan dapat ·melayani keperluan pembaca-pembaca Muslim yang menggemari lapangan ini, dan dengan tidak disangka-sangka terbuka pulalah ·lapangan penyelidikan baru; yang secara lebih nyata membuktikan betapa luas dan dalamnya Islam telah meninggalkan jejaknya dalam kehidupan heragama dan bernegara di berbagai tempat di kepulauan Indonesia sebagai di Kesultanan Buton itu
Abraham adalah salah satu tokoh terpenting dalam Perjanjian Lama. Melalui Abraham, Tuhan menegakkan sebuah perjanjian dengan seluruh umat manusia. Abraham menunjukkan tekad yang besar untuk mematuhi perjanjian Allah yang didirikan melalui dia. Dia menerima apa yang penting untuk menjadi orang benar di mata Tuhan. Abraham menjadi tokoh yang sangat populer dan diklaim sebagai Bapa orang Yahudi, Muslim dan Kristen. Tidaklah berlebihan jika disebut sebagai Bapa segala bangsa karena memang dari keturunnyalah lahir bangsa-bangsa di dunia. Dalam Kejadian 11:27-32 dijelaskan bahwa Abraham merupakan anak dari Terah dan menetap di tanah Ur-Kasdim (bagian timur Irak), mereka adalah keluarga penyembah allah lain atau berhala sama seperti yang dilakukan oleh orang-orang lain yang ada di Ur-Kasdim (Yosua 24:2). David F. Hison menjelaskan, bahwa penduduk Ur dan Haran ternyata menyembah dewa yang sama, yaitu dewa bulan, yang mereka sebut Sin. Dari seluruh kisah kehidupan Abraham dalam Alkitab dan b...
Hidayatullah, 2021
Iedul Adha 1442 Hijriah belum lama berlalu. Pada hari raya tersebut, umat Islam melakukan ibadah kurban dan sebagian lagi melakukan ibadah haji. Hal-hal yang berkaitan dengan haji dan kurban biasanya mengingatkan kita pada sosok manusia yang mulia, yaitu Nabi Ibrahim alaihis salam, selain juga Nabi Ismail alaihis salam. Kisah tentang Nabi Ibrahim bukan hanya terdapat di dalam al-Qur'an, tetapi juga di dalam Alkitab, tepatnya di dalam Perjanjian Lama, kitab yang menjadi pegangan orang-orang Kristen dan juga Yahudi. Tulisan kali ini akan mendiskusikan beberapa gambaran tentang Tuhan pada kisah tamu Nabi Ibrahim alaihis salam, sebagaimana yang dinarasikan di dalam Alkitab serta perbandingannya dengan al-Qur'an. Kisah-kisah tentang Nabi Ibrahim-dan nabi-nabi lainnya-di dalam Alkitab ada yang sejalan dengan al-Qur'an dan Hadits dan ada pula yang bertentangan. Jika sejalan tentu saja kisah itu disetujui oleh Muslim dan jika bertentangan ditolak. Adapun yang diluar kedua hal itu, maka kita ucapkan wallahu a'lam. Islam mensucikan Tuhan serta memuliakan para nabi. Al-Qur'an memberikan gambaran yang indah dan penuh keagungan berkenaan dengan Allah dan juga para nabi, sebagaimana yang seharusnya. Adapun di dalam Perjanjian Lama, kita kadang menjumpai gambaran yang berbeda tentang Tuhan dan para nabi, termasuk di dalam kisah tentang Nabi Ibrahim alaihis salam sebagaimana akan dituturkan di bawah ini. Kisah Tamu Ibrahim Di dalam al-Qur'an Surat al-Dzariyat ayat 24-30 dituturkan kisah tamu Ibrahim alahis salam. Secara ringkas, kisahnya dapat dijelaskan seperti berikut: Nabi Ibrahim kedatangan beberapa tamu tak dikenal; beliau menyuguhkan hidangan daging anak sapi yang gemuk, tetapi mereka tidak mau makan; para tamu itu kemudian mengabarkan akan lahirnya anak lelaki (Ishaq) bagi Ibrahim, berita yang menyebabkan istrinya Sarah sangat terkejut karena usia keduanya yang sudah tua dan 'tidak mungkin' untuk memiliki anak. Ayat-ayat setelahnya menerangkan tentang rencana para tetamu itu untuk menghukum kaum Nabi Luth alaihis salam yang telah berbuat dosa (homoseksualisme). Kisah yang sama dengan redaksi yang sedikit berbeda diceritakan juga di dalam Surat Hud ayat 69-71 dan Surat al-Hijr ayat 51-55. Kejadian ini berlaku beberapa tahun setelah pindah dan menetapnya Hajar serta Ismail di lembah Makkah, sementara Ibrahim dan Sarah tinggal di Palestina.
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta'ala yang telah memberikan kami nikmat kesehatan, keberkahan ilmu dan nikmat lain yang tidak terhitung sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Serta kepada Nabi Muhammad ﷺ yang kita nantikan syafa'atnya di yaumil akhir nanti. Aamiiin. Adapun makalah yang penulis buat ini berjudul "Kisah Nabi Ibrahim Mencari Tuhan Pada Q.S Al-An'am Ayat 75-79", penafsiran dan kaidah mengenai ayat tersebut serta kesimpulan dari pembahasan. Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan terhadap pembaca serta memberi motivasi agar semangat dalam menuntut ilmu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan, sekian dan terima kasih.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Consilium: Jurnal Teologi dan Pelayanan, 2022
SANCTUM DOMINE: JURNAL TEOLOGI, 2020
SOLA GRATIA: Jurnal Teologi Biblika dan Praktika, 2020
Jurnal Ilmu Teologi dan Pendidikan Agama Kristen
FILADELFIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
Mimbar Darul Tafsir, 2023
The Way Jurnal Teologi dan Kependidikan, 2021
EPIGNOSIS: Jurnal Pendidikan Kristiani dan Teologi
El-Furqania : Jurnal Ushuluddin dan Ilmu-Ilmu Keislaman
Al-Qalb : Jurnal Psikologi Islam, 2017
http://www.jurnaliainpontianak.or.id/index.php/jrtie/article/view/1277, 2018