Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2024, Nabila Tresna
…
5 pages
1 file
SALMA MEIRA PUJIYASMIN, 2024
2015
Budidaya lele dapat dilakukan di kolam yang bersalinitas rendah dalam rangka mengkonversi tambak yang tidak produktif. Salah satu kendala yang sering terjadi pada budidaya ini adalah serangan penyakit bakteri, termasuk pula vibriosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keanekaragaman causative agent vibriosis yang berasosiasi dengan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dibudidayakan di kolam bersalinitas rendah (3 – 5 ppt) beserta gejala klinisnya. Sebanyak 30 ikan sampel, ikan lele yang menunjukkan gejala penyakit bakterial diperoleh dari kolam bersalinitas rendah di kabupaten Demak dan Pati. Sebanyak 38 isolat bakteri (SBA 01 – SBA38 ) berhasil diisolasi dari ginjal, hati dan luka ikan lele dumbo pada medium Thiosulfate Citrate Bile Salts Sucrose (TCBS). Berdasarkan perfomance morphologi dari ketiga puluh delapan isolat (bentuk, warna dan karakter koloni) dipilih 7 isolat ( SBA 9; SBA 10; SBA 14; SBA 30; SBA 24; SBA 27 dan SBA 37) untuk uji selanjutnya yaitu karakterisas...
Jurnal Riset Akuakultur, 2012
Koi herpes virus merupakan penyakit yang menyebabkan kerugian sangat besar bagi pembudidaya ikan mas. Oleh karena itu, perlu segera ada teknik pengendaliannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik pengendalian penyakit KHV pada benih ikan mas (Cyprinus carpio) melalui manipulasi suhu dan salinitas air. Ikan terinfeksi KHV dipelihara di dalam wadah pemeliharaan volume 45 liter, dengan kepadatan 15 ekor setiap wadah. Ikan uji berukuran 20-25 g/ekor. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas kombinasi suhu (26oC-27oC, 29oC-30oC, suhu ruangan) dan salinitas (0, 4, 8, 12 ppt). Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu, salinitas, dan kombinasi suhu dengan salinitas berpengaruh nyata terhadap tingkat kematian ikan karena KHV. Tingkat kematian ikan terinfeksi KHV yang dipelihara pada suhu konstan 26oC-27oC dan 29oC-30oC terbukti lebih rendah dibanding yang dipelihara pada suhu ruang (26oC-30oC). Kombinasi suhu air konstan pada 26o...
Tingginya permintaan pasar terhadap ikan lele menyebabkan pembudidaya bekerja keras untuk meningkatkan hasil produksi melalui upaya budidaya intensif dalam pemanfaatan lahan bekas tambak. Seiring dengan adanya pemanfaatan lahan bekas tambak yang memiliki kandungan salinitas rendah, maka dimungkinkan untuk terdeteksinya bakteri genus Vibrio. Vibriosis merupakan penyakit bakterial yang sangat merugikan usaha budidaya ikan karena dalam waktu yang sangat singkat dapat menimbulkan tingkat kematian yang tinggi. Metode yang digunakan adalah metode eksploratif. Ikan sampel diambil dari Desa Bulumanis Kabupaten Pati dan Desa Desa Wonosari Kabupaten Demak sebanyak 10 ekor yang diduga terserang penyakit bakteri. Isolasi bakteri menggunakan media TCBS. Organ yang diisolasi yaitu lukaluka pada permukaan tubuh, hati, dan ginjal ikan lele. Hasil isolasi diperoleh 23 isolat lalu diseleksi berdasarkan morfologi koloni hingga diperoleh 5 isolat (LPL14, LDL8, LPG10, LPL4, dan LDH1) untuk uji postulat koch. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala klinis ikan lele yang terserang Vibriosis adalah luka kemerahan/borok (ulcer) pada permukaan tubuh, hemoragi (luka kemerahan), perut berisi cairan kuning dan sirip gripis yang disertai luka kemerahan. Identifikasi bakteri dilanjutkan dengan uji biokimia. Agensia penyebab Vibriosis ikan lele pada kolam bersalinitas rendah adalah bakteri genus Vibrio (LPL 14, LDL 8, dan LPG 10), Vibrio vulnificus (LDH 1), dan Vibrio harveyi (LPL4). Pengamatan histopatologi diperoleh bahwa terjadi kerusakan pada organ hati berupa kelainan nekrosis, degenerasi vakuola, melanomakrofag, dan kongesti.
Jurnal Riset Akuakultur, 2016
Penelitian dengan tujuan untuk mengetahui masa induksi kekebalan spesifik hingga level protektif terhadap KHV pada populasi ikan mas yang diinfeksi secara buatan melalui teknik pemaparan terkontrol telah dilakukan pada skala laboratorium. Pemaparan terkontrol terhadap ikan positif KHV dilakukan selama 3 hari pada suhu 24oC-26oC, selanjutnya ikan dipindahkan ke wadah volume 300 liter yang diisi ikan uji sebanyak 200 ekor/wadah dan suhu air berkisar antara 31oC-34oC. Perlakuan yang diterapkan adalah periode induksi: (A) periode induksi selama 1 minggu dari akhir masa pemaparan terhadap KHV, (B) periode induksi selama 2 minggu dari akhir masa pemaparan terhadap KHV, (C) periode induksi selama 3 minggu dari akhir masa pemaparan terhadap KHV, (D) periode induksi selama 4 minggu dari akhir masa pemaparan terhadap KHV, dan (E) tanpa periode induksi setelah dilakukan pemaparan terhadap KHV. Pada hari ke-21, seluruh kelompok perlakuan diinfeksi KHV secara buatan dengan teknik kohabitasi. Pen...
Jurnal Riset Akuakultur, 2007
Riset ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun sambiloto (Andrographis paniculata) bagi pengendalian penyakit koi herpes virus (KHV) pada ikan mas (Cyprinus carpio). Daun sambiloto dalam bentuk sediaan kering diekstrak melalui perebusan. Pengujian efektivitas antimikrobial dilakukan secara in vitro terhadap bakteri Aeromonas hydrophila sebagai model. Hewan uji yang digunakan adalah ikan mas ukuran 10--15 g/ekor yang secara definitif terinfeksi KHV. Konsentrasi ekstrak daun sambiloto yang diterapkan adalah A (100 mg/L), B (200 mg/L), C (300 mg/L), D (400 mg/L), dan E (tanpa sambiloto sebagai kontrol). Perlakuan dilakukan menggunakan cara perendaman dengan waktu eksposur tidak terbatas. Deteksi KHV pada masingmasing kelompok perlakuan dilakukan setiap minggu dan riset berlangsung selama 3 minggu. Rataan sintasan ikan uji pada kelompok perlakuan adalah A, B, C, D, dan E masing-masing adalah 11,12%, 16,12%, 31,67%, 42,22%, dan 12,78%.The research with the aim to know an e...
JURNAL PERIKANAN DAN KELAUTAN TROPIS
Penelitian ini bertujuan untuk mendeterminasi keberadaan Koi Herpes Virus (KHV) pada ikan koi (Cyprinus carpio koi). Sampel ikan diambil dari Kabupaten Kepulauan Sangihe. Penelitian di lakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sam Ratulangi dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Hasil pemeriksaan PCR terhadap sampel ikan koi mengindikasikan bahwa sampel ikan koi telah terinfeksi oleh virus KHV, yang ditandai dengan munculnya pita DNA pada hasil visualisasi elektroforesis agarosa. Hasil pemeriksaan pada morfologi ternyata sampel ikan yang digunakan menunjukkan gejala-gejala klinis terserang KHV seperti mata pucat, insang berwarna pucat serta produksi lendir yang berlebihan. Beberapa sampel lainnya walaupun secara morfologi belum menunjukan gejala-gejala klinis tetapi melalui pemeriksaan PCR telah terindikasikan terinfeksi KHV. Kata kunci: KHV, PCR, ikan koi The purpose of this study was to determine the presence of...
Jurnal Riset Akuakultur, 2015
Vaksinasi merupakan salah satu cara terbaik untuk pencegahan terhadap penyakit ikan. Aplikasi pemberian vaksin untuk skala massal oleh pembudidaya ikan masih menjadi kendala. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas dan respons peningkatan kekebalan tubuh ikan terhadap penggunaan vaksin bivalen anti A. hydrophila dan M. fortuitum pada penanggulangan kejadian ko-infeksi A. hydrophila dan M. fortuitum pada ikan gurami. Perlakuan vaksinasi pada ikan gurami dilakukan selama empat minggu pemeliharan menggunakan tiga metode yang berbeda yaitu melalui injeksi, perendaman, dan oral, setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan diuji tantang selama empat minggu dengan ko-infeksi dari A. hydrophila dan M. fortuitum. Nilai RPS (relative percent survival) terbaik setelah uji tantang untuk penggunaan vaksin bivalen melalui perendaman pada benih ikan gurami adalah sebesar 26,4% lebih rendah dibandingkan dengan metode injeksi (56,33%). Vaksin bivalen kurang efektif jika diberikan melalui oral dengan nilai RPS 13,6%. Dosis vaksin bivalen terbaik untuk perlakuan vaksinasi melalui injeksi, perendaman, dan oral adalah campuran antara bakteri A. hydrophila 10 10 cfu dan M. fortuitum 10 9 cfu dengan perbandingan 1:1 v/v. KATA KUNCI: vaksin bivalen, injeksi, perendaman, oral, RPS ABSTRACT: Application of vaccines bivalent Aeromonas hydrophila and Mycobacterium fortuitum for infectious disease prevention in giant gouramy (Osphronemus goramy).
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia
The aim of this study is to inventory various types of ectoparasites found in koi fish that are reared in the nursery phase at the Sukabumi Freshwater Aquaculture Center (BPAT Sukabumi). Briefly, a total of 30 koi fish were taken randomly, then the scales, fins, and gills were examined and stained either with procedures of AgNO3. The type of parasite was identified and analyzed based on the rate of prevalence, also the intensity and dominance. The infesting parasite found were Trichodina sp, Oodinium sp, and Ichthyophthirius multifiliis. Overall, Trichodina sp is the most dominating parasite with a dominance level, prevalence, and intensity of 57,028%, 80%, and 10,833 respectively.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
Ikan tembang sering kali mendapatkan penangananan yang kurang layak dalam artitidak didinginkan dengan cukup kerena nilai jual yang reclatif rendah, sedangkan biayapendinginan relatif tinggi.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 2017
Journal of Aquaculture and Fish Health
Journal of Aquaculture Management and Technology, 2014
Jambura Journal of Food Technology
Jurnal Riset Akuakultur
TEKNOLOGI PANGAN: Media Informasi dan Komunikasi Ilmiah Teknologi Pertanian, 2017