Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
12 pages
1 file
Puji syukur senantiasamakin panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena berkat limpahan nikmatdan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang saya buat dengan judul Hukum Waris Islam Di Indonesia dengan tepat waktu.
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah "Hukum Perdata" Dosen Pengampu : Dewi Iriani, M.H Disusun Oleh : Dwi Rahayu (210115118) Muhammad Joko (210115106) Neng Eri Sofiana (210115128) PRODI AHWAL SYAKHSIYYAH JURUSAN SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM (IAIN) PONOROGO Tahun 2016 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana pengertian dan konsep warisan? 2. Bagaimana penggolongan Ahli waris? 3. Apa itu surat wasiat? 4. Hal-hal apa saja yang mengakibatkan seseorang kehilangan hak warisannya? 5. Bagaimana prinsip-prinsip pembagian warisan? 3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian dan Konsep Warisan 1. Pengertian dan Konsep Warisan Menurut KUHPerdata Hukum waris ialah hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal, terutama berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain. 1 Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Oleh karena itu, hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekeluargaan atau pada umumnya hak-hak dan kewajibankewajiban kepribadian tidak dapat diwariskan. 2
Hukum waris Islam merupakan ekspresi penting hukum keluarga Islam, ia merupakan separuh pengetahuan yang dimiliki manusia sebagaimana ditegaskan Nabi Muhammad SAW. Mengkaji dan mempelajari hukum waris
The development of Islamic law in the modern world shows that Islamic law of inheritance (faraid) has become the most persistent part to the influences of modernity. The sacredness of faraid and its detailed Quranic regulation are among the reasons behind this situation. The development of Muslim family system from extended to become nuclear family system, however, has forced Muslim countires to reform their regulation of law. One of important fruits of the reform is strengthening the right of spouse and the descendant of muwarith, as the member of nuclear family. Husband or wife has a right to receive return (radd). Orphaned granchildren can replace the position of his/her parent to receive the wealth from his/her granparents under the framework of obligatory will or substitute heirs (plaatvervuling). Abstrak: Dalam sejarah perkembangan hukum Islam di dunia modern, ketentuan waris Islam (faraid) menjadi aspek hukum yang paling lama dapat bertahan dari pengaruh kemodernan. Adanya keyakinan akan sakralitas faraidl di kalangan umat Islam dan aturan yang sangat terperinci dalam sumber hukum utama (al-Qur'an) merupakan salah satu sebab konsistensi umat Islam dalam menggunakan ketentuan faraidl. Akan tetapi, perubahan sistem keluarga dalam masyarakat Muslim ke arah sistem keluarga inti (nuclear family) telah memaksa negara-negara Islam untuk melakukan reformasi hukum waris. Hasil dari reformasi hukum waris mewujud dalam bentuk penguatan aturan tentang hak waris angggota keluarga inti, yaitu pasangan dan keturunan pewaris (cucu yatim).
this article explains the interrelation between Islamic inheritance law and Indonesian customary inheritance law. Islamic inheritance law is a set of rules that regulates the transfer of property from a deceased to the rightful heirs. It means that the law determines who the heirs are and who are not. It also determine the potion or percentage of each heir of the property. Similarly, customary inheritance law regulates the transfer of property and other property-related rights. The comparison between the two laws results in several similar features despite their differences. In customary inheritance law, some property may not be distributed among heirs or their distribution may be deferred to a later time, while in Islamic inheritance law, each inheritor is entitled to request his or her share of inheritance at any time. In customary law, adopted children may become inheritor if the deceased decided to do so, while Islamic inheritance law adopted children does not have this regulation. in addition, the share of each inheritor is not predetermined in customary law, while Islamic inheritance law determines the share of each inheritor which cannot be negotiated. Abstrak: Hukum waris Islam adalah aturan yang mengatur pengalihan harta dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hal ini berarti menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, porsi bagian masing-masing ahli waris, menentukan bagian harta peninggalan dan harta warisan yang diberikan kepada ahli waris. Hukum waris adat adalah serangkaian peraturan yang mengatur penerusan dan pengoperan harta peninggalan atau harta warisan dari suatu generasi ke generasi lain, baik yang berkaitan dengan harta benda maupun yang berkaitan dengan hak-hak kebendaan. Perbandingan antara hukum waris islam dan hukum waris adat, diantaranya: a. Dalam hukum waris adat, harta peninggalan dapat bersifat tidak dapat dibagi-bagi atau pelaksanaan pembagiannya ditunda. Sedangkan dalan hukum waris Islam, tiap ahli waris dapat menuntut pembagian harta peninggalan tersebut sewaktu-waktu. b. Hukum waris adat memberi kepada anak angkat, hak nafkah dari harta peninggalan orang tua angkatnya. Sedangkan dalam hukum waris Islam, tida ada ketentuan ini. c. Dalam hukum waris adat, pembagiannya merupakan tindakan bersama, berjalan secara rukun dengan memperhatikan keadaan khusus tiap waris. Adapun dalam hukum waris Islam, bagian-bagian para ahli waris telah ditentukan.
Hukum kewarisan Islam merupakan bagian dari konstruksi ajaran agama Islam yang secara letter lijk termuat dalam teks-teks ayat suci Alquran. Alquran telah mengatur mengenai cara pembagian harta waris, ahli waris dan syarat-syarat sebagai ahli waris, wasiat dan hal-hal yang secara rinci membahas mengenai waris. Idealnya ketentuan yang telah ditentukan oleh Alquran tersebut harus dilaksanakan. Akan tetapi karena berbagai faktor yang melingkupi, ketentuan tersebut tidak dilaksanakan, sehingga timbul pemahaman terhadap keberadaan hukum waris Islam seakan hanya sebatas rentetan aturan tanpa adanya praktik. Padahal jika dikaji secara mendalam, hukum waris menduduki tempat amat penting dalam hukum Islam. Sedemikian pentingnya kedudukan waris sehingga hadis Nabi yang diriwayatkan Ibn Mâjah dan al-Daruquthnî mengajarkan: "Pelajarilah farâidh dan ajarkanlah kepada orang banyak karena farâidh adalah setengah ilmu dan mudah dilupakan serta merupakan ilmu yang pertama kali hilang dari umatku". Karena ada perintah khusus untuk mempelajari dan mengajarkan farâidh itulah, para ulama menjadikannya sebagai salah satu cabang ilmu yang berdiri sendiri. 1 Al-Quran Sebagai Sumber Hukum Pertama, kelompok ayat kewarisan inti adalah ayat-ayat yang langsung menjelaskan pembagian kewarisan. Ayatayat tersebut ialah, ayat tentang persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dan pernyataan adanya perbedaan bagian ahli waris (QS An-Nisa'(4) : 7). Juga tentang detail bagian setiap ahli waris serta penekanan pelunasan hutang dan wasiat pewaris. (QS An-Nisa' (4) :11 dan 12). Disamping itu, ada ayat yang berkenaan dengan pedoman preventif dari kemungkinan terjadinya kasus di luar kebiasaan seperti tersebut pada ayat 11 dan 12 dari surat An-Nisa', yaitu berkenaan dengan ahli waris pengganti atau mawali (QS An-Nisa' (4): 33). Terakhir berkenaan dengan kemungkinan yang lain, jika pewaris tidak memiliki anak dan mawali anak atau yang dinamakan kalalah (QS An-Nisa' (4): 176). Kalau dilihat pada ayat 7, tampaknya ayat ini masih bersifat global, karena belum ada pernyataan pembagian atau porsi setiap ahli waris. Ayat ini sebagai usaha awal Islam merombak tradisi Arab Jahiliyah. Ayat 11 dan 12, merupakan ayat kewarisan inti yang berkenaan dengan detail masing-masing ahli waris, dalam kewarisan yang "normal". Dikatakan normal karena dalam kedua ayat tersebut sudah tercakup bagian-bagian ahli waris yang umum terjadi dalam masyarakat. Kedua, kelompok ayat kewarisan pembantu adalah ayat-ayat yang punya fungsi sebagai penjelas atau pembantu dalam pembahasan mengenai sistem kewarisan Islam. Ayat-ayat ini cukup banyak yang tersebar di surat An-Nisa', Al-Baqarah, Al-Anfal dan Al-Ahzab. Dari ayatayat pembantu ini dapat dikelompokkan dalam tiga penegasan yaitu, pernyataan tentang kewajiban dan larangan dalam hal yang berkaitan dengan kewarisan, dasar untuk waris-mewaris, dan mengenai sanksi. Sedangkan dijelaskan oleh Muhammad Syahrur bahwa ayat-ayat waris dimulai dengan surat an-Nisa': 11 (yusikumullahu fi awladikum) dan diakhiri dengan surat an-Nisa': 13 (wasiyyatan min Allahi wa Allahu 'alim hakim). 2
Authoritative give and break the heir case for Indonesia people which believe in the Islam based interest of absolute Religion Court, Section 49 sentence 1 Number Law 7 Year 1989, residing in Religion Court, while choice of hereditary law for Indonesia people which believe in the Islam pursuant to number 2 sixth paragraph public Clarification of Number Law 7 Year 1989 can only be done outside Jurisdiction Body.
Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak.
Indonesia , hasil penelitiannya pada Pengadilan Agama di Indonesia, bahwa pengadilan agama di Jawa dan Madura sekalipun telah kehilangan kekuasaanya atas perkara waris tahun 1937, namun dalam kenyataanya masih tetap menyelesaikan perkara-perkara waris dengan cara-cara yang sangat mengesankan. Hal ini terbukti, bahwa Islam lebih banyak yang mengajukan perkara waris ke Pengadilan Agama daripada ke Pengadilan Negeri. (Ny. Habibah Daud mengadakan penelitian di DKI Jakarta pada tahun 1976, dan hasilnya bahwa dari 1081 orang hanya 47 orang yang mengajukan perkara waris ke Pengadilan Negeri (4,35%), dan 1034 orang (96,65%) mengajukan perkara waris ke Pengadilan Agama. Vide Muhammad Daud Ali, Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta, Yayasan Risalah, 1984 hlm. 24-25.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Devy Wulandari, 2021
Adinda Nurhasanah, 2024
fakultas hukum, 2018
Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah: Jurnal Hukum Keluarga dan Peradilan Islam, 2023