Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
14 pages
1 file
Lingkungan kerja adalah tempat di mana pegawai melakukan aktivitas setiap harinya (Sihombing, 2004). Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan pegawai untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja berpengaruh langsung terhadap sikap kerja dan menentukan prestasi kerja pegawai. Lingkungan kerja yang menyenangkan membuat sikap pegawai positif dan memberi dorongan untuk bekerja lebih tekun dan lebih baik. Sebaliknya, jika situasi lingkungan tidak menyengangkan mereka cenderung meninggalkan lingkungan tersebut (Idrus, 2006). Ghiselli dan Brown (dalam Idrus, 2006) menyatakan bahwa lingkungan kerja berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas hasil kerja karyawan. Kuantitas dan kualitas hasil kerja yang optimal akan diperoleh apabila ada kenyamanan dalam lingkungan kerja. Kenyamanan dalam bekerja dipengaruhi oleh lingkungan kerja atau kondisi kerja dan faktor yang berkaitan dengan kerja tersebut. Kondisi kerja berkaita dengan faktor seperti cahaya, suhu asap, keamanan, kecelakaan, bising, debu, bau dan hal semacam itu yang mempengaruhi kinerja suatu pekerjaan atau kesejahteraan umum pekerja. Sebagaimana telah dijelaskan untuk menyelenggarakan aktivitasnya di dalam ruang agar terlaksana secara baik, manusia memerlukan kondisi fisik tertentu di sekitarnya yang dianggap nyaman. Salah satu persyaratan kondisi fisik yang nyaman adalah suhu nyaman, yaitu satu kondisi termal udara di dalam ruang yang tidak mengganggu tubuhnya (Rilatupa, 2008). Suhu ruang yang terlalu rendah akan mengakibatkan kedinginan atau menggigil, sehingga kemampuan beraktivitas menurun. Sementara itu, suhu ruang yang tinggi akan mengakibatkan kepanasan dan tubuh berkeringat, sehingga mengganggu aktivitas juga. Dapat dikatakan kondisi kerja akan menurun atau tidak maksimum pada kondisi udara yang tidak nyaman. Oleh karena itu, dalam
Mini project dokter internship tentang antenatal care (ANC), 2015
Kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa diukur dengan menentukan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan perinatal dalam 100.000 persalinan hidup. Sedangkan tingkat kesejahteraan suatu bangsa ditentukan dengan seberapa jauh gerakan keluarga berencana dapat diterima masyarakat. (Manuaba, 1998). Kematian maternal adalah kematian dari setiap wanita sewaktu dalam kehamilan, persalinan dan dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa mempertimbangkan lamanya serta di mana kehamilan tersebut berlangsung (FIGO, 1973). Kematian dan kesakitan ibu dan perinatal juga berkaitan dengan pertolongan persalinan "dukun" sebanyak 80% dan berbagai faktor sosial budaya dan faktor pelayanan medis. Kematian ibu (maternal) bervariasi antara 5 sampai 800 per 100.000 persalinan, sedangkan kematian perinatal berkisar antara 25 sampai 750 per 100.000 persalinan hidup. (Manuaba, 1998). Oleh karena angka kematian ibu dan perinatal terbesar terjadi di negara berkembang maka WHO dan UNICEF mencetuskan ide Health for all by the years 2000, dengan harapan setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan pada tahun 2000. Konsep pelaksanaan Health for all by the years 2000 menjadi pelayanan kesehatan utama. Unsur pelayanan kesehatan utama mencakup: Salah satu upaya pemerintah dalam mempercepat penurunan AKI adalah dengan menempatkan bidan di wilayah Indonesia khususnya di wilayah pedesaan (Depkes RI, 1995). Angka kematian ibu dan kematian perinatal masih tinggi. Sebenarnya kematian tersebut masih dapat dihindari karena sebagian besar terjadi pada saat pertolongan pertama sangat diperlukan, tetapi penyelenggara kesehatan tidak sanggup untuk memberikan pelayanan. Penyebab kematian ibu masih tetap merupakan "trias klasik", sedangkan sebab kematian perinatal terutama oleh "trias asfiksia", infeksi, dan trauma persalinan. (Manuaba, 1998). Upaya menurunkan Angka Kematian Ibu yaitu dengan Safe Motherhood dan Making Pregnancy Safer, yang mempunyai tujuan sama yaitu melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan cara mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
A. PENGERTIAN & DEFINISI UMUM SHELTER Bangunan shelter adalah fasilitas umum yang apabila terjadi bencana (gempa bumi, banjir, tsunami, angin topan, dll), digunakan untuk evakuasi pengungsi, namun bisa digunakan pula untuk fasilitas umum yang lain misalnya untuk tempat rekreasi atau ibadah atau yang lainnya, apabila tidak terjadi bencana. Syarat bangunan shelter adalah bangunan satu lantai atau tingkat yang tahan gempa, tahan cuaca, dan bisa menampung banyak orang. Bangunan shelter mempunyai fungsi sekunder saat tidak terjadi bencana, selain mempunyai fungsi utama sebagai shelter untuk hunian dalam keadaan darurat.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.