Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2020, Ushuluna: jurnal ilmu ushuluddin
Kajian ini mendiskusikan hadis riwayat Abī Bakrah yang dikaitkan dengan isu perempuan menjadi pemimpin publik. Dalam memahami sebuah hadis diperlukan penelitian atas hadis tersebut dari sisi matan, asbabul wurud, serta analisis beberapa pendapat ulama terkait hadis tersebut. Dengan menggunakan metode deskriptif analitik, kajian ini membahas bagaimana kepemimpinan pada zaman Abī Bakrah dan relevansinya dengan kepemimpinan perempuan yang terjadi di negara Indonesia, khususnya saat Megawati menjadi Presiden Indonesia. Kajian ini menemukan bahwa kepemimpinan perempuan selalu menjadi sebuah kontradiktif dalam berbagai pandangan khususnya kalua ia dilihat dari dari informasi yang terkandung dalam hadis .
Jurnal Al-Mubarak: Jurnal Kajian Al-Qur'an dan Tafsir
Perempuan sama-sama makhluk yang juga sama spesialnya dengan lelaki di mata Allah. Takwalah kemudian yang membedakan antara keduanya. Penelitian ini mengkaji tentang pemimpin perempuan dalam tinjauan hadis Nabi Saw. Pembahasan ini penting untuk mengetahui jangkauan kepemimpinan perempuan, apakah hanya sebatas domestik ataukah perempuan boleh memimpin secara publik. Jenis kepustakaan dipilih sebagai jenis penelitian dengan menggunakan pendekatan tematik hadis. Hadis-hadis tentang pemimpin perempuan ditemukan melalui aplikasi al-maktabah asy-syamilah. Setelah hadis-hadis terkait ditemukan, kemudian dilakukan analisa isi untuk menemukan hasil dan kesimpulan yang komprehensif. Sebagai penutup, penelitian ini menemukan bahwa perempuan berposisi sama di mata Allah, juga dalam hal kompetensi dan kredibilitas. Hadis-hadis yang ditemukan juga mengarahkan kepada kesimpulan bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin di wilayah publik.
KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, 2015
Wacana kepemimpinan perempuan tidak pernah berakhir didiskusikan. Beberapa pertimbangan teologis Islam selalu menjadi alasan utama untuk mendukung kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Artikel ini mencoba untuk menyajikan analisis tekstual dan kontekstual tentang kepemimpinan perempuan di ranah publik. Hal ini karena berdasarkan pemahaman secara tekstual terhadap sunah Nabi dan opini dari sebagian ulama Muslim secara buruk menyatakan bahwa kepemimpinan perempuan dalam urusan publik dilarang. Namun berdasarkan pemahaman secara kontekstual tidak demikian dengan syarat mampu mengemban amanah. Sejarah Islam mencatat "Â`isyah, al-Syifâ, dan Ratu Balqis termasuk segelintir pemimpin perempuan yang menduduki jabatan publik. Oleh karena itu, dalam memahami masalah kepemimpinan perempuan, pemahaman secara kontekstual harus terlebih dahulu dipertimbangkan.
2015
Many groups are calling to apply the Islamic values. Both in social issues, economy, country and politics. But they are not able to create a balancing of the values of Islam itself. Because in general, they actually limit the scope of women's movement. They do not give chance to women to participate in the world holding the reins of supreme leadership.If the excuse put forward is that Islamic values can be applied in general, why not give the right to limit even to women? In fact Islam devoted to men and women.However, when the raging spirit has been created, the power has been awakened, when the women had to roll up his sleeves to participate in social, political and matters relating to life, why the sudden sheet of voiced speech with a loud "O woman returned to the house each of you ", an appeal which it seems so unfair to discredit. Therefore, re-examine the traditions that are considered to discredit the woman, for Hadith Prophet Muhammad saw. ill only textually bu...
An-Nida'
Hadis menjadi sumber kedua hukum Islam setelah Al-Qur’an yang bisa dimaknai secara tekstual dan kontekstual. Beberapa hadis membutuhkan redaksi dari teks-teks Al-Qur‘an untuk mendapatkan pemahaman atas hadis yang diteliti. Fokus penelitian ini yakni hadis kepemimpinan perempuan yang ditinjau dengan metode qira‘ah mubadalah dipelopori oleh Faqihuddin Abdul Qadir. Makna dari qira’ah mubadalah sendiri yaitu agar terciptanya relasi yang sepadan antara laki-laki dan perempuan dalam teks-teks Islam, karena berdasarkan realitas yang ada, penafsiran teks-teks Islam sebagian cenderung didominasi oleh laki-laki dan menomor duakan perempuan khususnya dalam hal kepemimpinan. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode penelitian kualitatif yaitu penelitian kepustakaan (library research), data-data yang terkumpul dianalisis menggunakan metode desktriptif analitis. Metode deskriptif analitis ini dilakukan untuk mendekskripsikan tinjauan umum dari qira‘ah mubada...
Artikel Tafsir Maudhu'i, 2023
Dewasa ini, agama sering dituduh sebagai sumber terjadinya ketidakadilan dalam masyarakat, termasuk ketidakadilan relasi antara laki-laki dan perempuan yang sering disebut ketidakadilan gender. Sementara, saat ini peran perempuan semakin dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. Banyak perempuan yang mulai ikut berkiprah dalam kepemimpinan di masyarakat terutama di Indonesia, perempuan saat ini benar-benar muncul diberbagai peran dan posisi strategis dalam ranah biokrasi maupun pemerintahan. Hal ini menunjukkan bahwa kaum perempuan dapat menunjukkan dirinya sebagai kaum yang kuat dan berproses.
Jurnal Keislaman
This study aims to find out and further analyze how the capacity of women to become leaders in the modern era using the perspective of hadith. In addition, it also aims to determine the capacity of women to become leaders in the modern era by using hadith as a research reference. Women's leadership is still a matter of unresolved debate. Al-Quran verses and hadiths that help the scholars in terms of leadership are still a complicated idea. Cleric's interpretation often says that even the capacity for opportunity to become a leader has a narrow range of motion. The method used in this research is qualitative with a systematic literature review model. The results of this study indicate that women have the capacity to lead, even though they are not in leadership and must have the ability to lead. In addition, it shows that the hadith used as the basis for prohibiting women from leading does not actually say that women are prohibited from becoming leaders only by the presence of...
Jurnal Ilmiah Spiritualis: Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf, 2020
Kepemimpinan wanita dalam kancah politik menuai kontroversi di dalam Islam. Hal ini disebabkan oleh nas{ hadis sahih yang menyatakan bahwa suatu kaum tidak akan beruntung jika dipimpin oleh wanita. Bagi ulama konservatif, akan memahami hadis tersebut apa adanya (tekstual). Namun bagi ulama yang moderat akan memahaminya dari sisi kontekstual. Agama Islam berpedoman kepada al-Qur’an dan hadis, oleh sebab itu, tidak adil kiranya jika hanya memotret dari sisi hadis saja dan mengesampingkan al-Qur’an. Artikel ini akan membahas tentang kepemimpinan wanita dari sisi al-Qur’an, hadis, biologis wanita dan sosiologis bangsa Indonesia. Kesimpulan artikel ini adalah al-Qur’an melegitimasi kepemimpinan wanita lewat kisah ratu Saba’ (Bilqi>s). Hadis tentang kepemimpinan wanita dapat dipahami sebagai ‘komentar’ Nabi terhadap pergantian kepemimpinan di Persia dan memiliki muatan lokal-temporal. Wanita memiliki kelemahan biologis pada saat menstruasi dan hamil, kelemahan fisik dibandingkan laki-l...
FIKRI : Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya, 2018
This paper discusses the hermeneutical perspective of the prohibition for women to become leaders hadith narrated by Abu Bakrah. The factor that became the background of this study is that there are still many people who understand that women are the second creature, namely "konco wingking". So, they are not deserve to be a leader for people. One of the normative bases is the hadith narrated by Abu Bakrah. The textual-literal understanding of the hadith has implications for the role of women in the public sphere so that there needs to be someone who can answer and place women to their proper degree. This study uses a qualitative method with Schleiermacher hermeneutics approach.The results of this research are the Hadith about the ban on women becoming leaders who narrated by Abu Bakrah through grammatical hermeneutics and psychological perspective cannot be applied in General. Thus, there are no restrictions for women today to be a leader for the people because they curren...
Pada masa klasik Islam, untuk mendapatkan pemahaman (understanding) dan pemaknaan (meaning) sebuah hadis nabi saw. maka lab otentisitasnya cukup melalui ‘ilm al-Rija>l al-H}adi>th dan al-Jarh} wa al-Ta’di>l, semua bisa dianggap final karena telah diperoleh hukum kualitas hadis; boleh jadis sahih, hasan, atau mungkin daif. Namun demikian, sejak berlalunya abad pertengahan dan memasuki modern-kontemporer, kebenaran hadis secara otentik diuji kembali bahkan terkoyak validitasnya alias disangsikan, karena pemahaman dan pemkanaan yang diproduksi terkadang turut serta mendorong pemahaman dan pemaknaan merendahkan wanita, menunjukan diskrimansi, beraroma domestikasi. Demikian ini, terjadi pada kaum perempuan jika dikaitkan dengan wacana keagamaan menarik untuk dikaji mengingat adanya asumsi bahwa pemahaman agama seperti teks-teks hadis, dianggap telah menjadi pemicu berbagai ketidakadilan terhadap perempuan. Hadis tentang kepemimpinan wanita atau wanita menjadi pemimpin sebagai salah satu contohnya. Oleh karenanya, tulisan ini mencoba mengkaji bagaimana Nabi saw. memposisikan perempuan dalam urusan kepemimpinan, karena seringkali hadisi ini digunakan sebagai alasan teologis atau dalil keagamaan dalam Islam khususnya menjelang pilpres atau pilkada. Kata Kunci : Pemahaman, Pemaknaan, Hadis Kepemimpinan Perempuan, Hermenetika-Gender
Kepemimpinan perempuan dalam Islam merupakan persoalan yang masih kontroversial. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, yakni perbedaan penafsiran para pakar (ulama) dalam menafsirkan nash sebagai dalil pembolehan ataupun pelarangan wanita menjadi pemimpin. persoalan ini menarik untuk dikaji ditengah maraknya persamaan gender.
Syariah Jurnal Hukum dan Pemikiran, 2018
Terjadinya kontroversi dalam masalah kepemimpinan perempuan dalam Islam berasal dari perbedaan ulama dalam menafsiri sejumlah ayat dan hadis Nabi. Secara umum jika dianalisa kualitas hadis riwayat al-Bukhârî, al-Turmuzî, dan al-Nasâ`î serta Imam Ahmad tentang kepemimpinan perempuan secara umum adalah shahîh li dzâtihi. Sanadnya memenuhi kaidah kesahihan sanad hadis, yaitu sanadnya bersambung, periwayatnya bersifat tsiqah, dan terhindar dari syudzûdz dan ‘illah. Matannya juga memenuhi kaidah kesahihan matan hadis, yakni terhindar dari syudzûdz dan ‘illah.Secara tekstual, hadis tersebut menunjukkan larangan bagi perempuan menjadi pemimpin dalam urusan umum. Oleh karena itu, mayoritas ulama secara tegas menyatakan kepemimpinan perempuan dalam urusan umum dilarang. Namun secara kontekstual hadis tersebut dapat dipahami bahwa Islam tidak melarang perempuan menduduki suatu jabatan atau menjadi pemimpin dalam urusan umum. Bahkan menjadi kepala negara, dengan syarat sesuai dengan kriteria ...
Diversity: Jurnal Ilmiah Pascasarjana, 2021
Munculnya berbagai pemahaman seputar perempuan yang menghadirkan sosok baru, menjadikan perempuan seakan kehilangan sosok Qudwah perempuan Muslimah. Dengan segala peran yang telah Islam berikan kepada perempuan, menuntutnnya memiliki beberapa keterampilan khusus terkait kepemimpinan Islami, yang dimana akan berpengaruh bagi dirinya, keluarga, dan juga umat. Penelitian ini hendak menghidupkan kembali sosok perempuan Muslimah dalam kajian Histori Islam guna mengisi keskosongan Qudwah pada perempuan zaman ini. Yang dengannya diharapkan perempuan akan lebih mengerti tentang hakikat serta peran perempuan dalam Islam. Penelitian ini memakai metode library research; dimana peniliti berusaha mengkaji literatur-literatur terkait. Penelitian ini berhasil mengungkapkann sosok perempuan dalam Histori Islam yang mampu menerapkan keterampilan kepemimpinan tanpa keluar dari hakikat seorang perempuan; dimana akan berguna bagi pengembangan karakter bagi diri perempuan tersebut.
Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir
Posisi perempuan dalam kajian Islam terus menjadi pertanyaan menarik dan tak habis-habisnya yang menimbulkan kontroversi. Fakta sejarah menunjukkan bahwa sepanjang sejarah Islam, perempuan menduduki posisi inferior sedangkan laki-laki menduduki posisi superior. Hal ini terjadi karena para mufassir klasik menafsirkan al-Qur'an karena cenderung dipengaruhi oleh budaya patriarki yang mengakar. Dari sudut pandang masyarakat patriarki, subordinasi perempuan terhadap laki-laki dibentuk oleh ajaran agama, namun jika melihat ajaran Islam itu sendiri, terlihat jelas bahwa gagasan kesetaraan sangat dijunjung tinggi. . Al-Qur’an pada dasarnya memberikan dasar pemikiran yang sangat jelas tentang kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, namun pada tataran realitas ternyata gagasan egalitarian Al-Qur’an seringkali ditentang oleh reaksi masyarakat, yang biasa. kasusnya bias
Abstrak: Kepimpinan Wanita Menurut Perspektif Hamka. Riset ini membahas pendirian Hamka terkait soal kepimpinan wanita. Ia mengkaji pandangannya tentang urusan kepimpinan wanita dan perbandingannya dengan pandangan ulama yang lain berhubung keabsahan dan pendirian syariat terhadapnya. Metode kajian adalah bersifat deskriptif, analitis dan komparatif dengan meninjau ijtihad Hamka tentang soal kepimpinan ini dalam karya-karya falsafah, fiqh dan tafsirnya yang muktabar dan perbandingannya dengan pendapat ulama Islam yang lain. Ia merumuskan pemahaman Hamka yang kritis tentang batas-batas yang khusus yang digariskan syariat yang telah meletakkan kepimpinan wanita dalam konteks yang tepat dan praktikal dan sewajarnya, sesuai dengan sifat, pembawaan, keperibadian dan kedudukan mereka sebagai pemimpin, serta selaras dengan keupayaan dan naluri dan fitrah kewanitaan yang sebenar. Dapatan kajian menemukan fikrah Hamka yang luas yang menafsirkan nas-nas syarak terkait prinsip kepemimpinan wanita ini dari sudut yang positif yang mempertahankan keabsahannya yang didukung dengan hujah-hujah dan keterangan dalil yang kukuh dan sebagai yang dibuktikan dalam kenyataan sejarah dan tradisi Islam. Adapun masalah dalam tulisan ini adalah bagaimana kajian kepemimpinan wanita berdasarkan sudut pandang Hamka. Sedangkan tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui kajian kepemimpinan wanita berdasarkan sudut pandang Hamka. Untuk menjawab dan mendeskripsi atas rumusan masalah dalam tulisan ini penulis menggunakan teknik mengumpulkan teori yang didapat dari beberapa referensi baik berupa buku, majalah, internet, dan karya ilmiah lainnya lalu disesuaikan dengan kajian bahasan yang diangkat dalam tulisan ini. Dalam perbahasan tentang asas kepimpinan wanita Islam ini, Hamka telah menggariskan beberapa kriteria penting yang mengisbatkan hak dan status wanita sebagai pemimpin. Beliau mempertahankan kemerdekaan mereka sebagai pemimpin dan menekankan tentang tanggungjawab yang sama yang mesti dipikul dalam menegakkan kepimpinan ini. Ini dibahaskan dalam konteks dan skop yang luas daripada prinsip Islam yang memberi ruang kepada mereka untuk melibatkan diri dalam pemerintahan dan perencanaan undang-undang, dan menyumbang dalam meninggikan kedudukan dan martabat umat. Kata kunci: Hamka, kepimpinan wanita, keluarga, fitrah. Abstract: Women's Leadership According to Hamka's Perspective. Women's Leadership According to an Islamic Perspective. This paper discusses Hamka's stance regarding women's leadership. He examines his views on the affairs of women's leadership and its comparison with the views of other scholars regarding the validity and stance of the Shari'a against it. The study method is descriptive, analytical and comparative by reviewing Hamka's ijtihad on this leadership issue in his works of philosophy, fiqh and muktabar interpretation and comparison with the opinions of other Islamic scholars. He formulated Hamka's critical understanding of the specific boundaries outlined by the Shari'a which have placed women's leadership in an appropriate and practical and proper context, in accordance with their character, nature, personality and position as leaders, and in line with their desires and instincts and nature. true femininity. The study obtained a broad fikrah Hamka that interprets the syarak passages related to the principle of female leadership from a positive angle that maintains its validity which is supported by strong arguments and evidence and as proven in the reality of Islamic history and tradition. The problem in this paper is how to study women's leadership based on Hamka's point of view. Meanwhile, the purpose of this paper is to determine the study of women's leadership based on Hamka's point of view. To answer and describe the formulation of the problem in this paper, the writer uses the technique of collecting theory which is obtained from several references in the form of books, magazines, the internet, and other scientific works and then adjusted to the study of the discussion raised in this paper. In discussing the principles of leadership for Islamic women, Hamka has outlined several important criteria that describe the rights and status of women as leaders. He maintained their independence as leaders and emphasized the same responsibility that must be taken in upholding this leadership. This is discussed in a broad context and scope of Islamic principles which provide space for them to involve themselves in government and statutory planning, and contribute to elevating the position and dignity of the Ummah.
Diskusi mengenai peran publik perempuan dalam sudut pandang Islam memang menarik dan banyak perdebatan. Apalagi tentang kepemimpinan perempuan. Sejarah panjang Islam dan Indonesia juga menceritakan tentang tokoh-tokoh perempuan dalam hal kepemimpinan publik. Namun kepemimpinan mereka bukanlah tanpa benturan. Makalah ini berusaha untuk mengumpulkan argumen penentang kebolehan kepemimpinan perempuan (yang diwakili oleh kaum tradisionalis), untuk kemudian dijawab oleh penafsir dan ulama moderat yang membolehkan perempuan untuk memimpin dalam kegiatan politik.
Kesetaraan antara wanita dan laki-laki merupakan hal yang paling sering menjadi perdebatan dikalangan umat, terlebih lagi bila berbicara masalah wanita dan kepemimpinannya. Dalam al-Bukhari diriwayatkan oleh Abu Bakrah yang berbunyi: "Barang siapa menyerahkan urusan pada wanita, maka mereka tidak akan mendapatkan kemakmuran".1 Hadis ini menuai perdebatan dikalangan feminis islam, salah satunya adalah Fatimah Mernessi. Menanggapi isu tersebut secara rasional, langkah awal yang dilakukan Mernissi adalah melihat bagaimana isu tersebut jika dilihat dalam sudut pandang al-Qur'an. Kemudian mencari hadis manakah yang telah melarang perempuan untuk menjadi pemimpin dan melakukan kritik terhadapnya baik kritik sanad maupun matan, dengan melihat siapa yang mentransmisikan hadis tersebut dan menyelediki konteks histories ketika Nabi menyampaikan hadis tersebut, juga konteks historis ketika hadis tersebut dikemukakan.2 Sebagai seorang muslim memang dituntut untuk kritis dalam menyelesaikan suatu hukum atau permasalahan oleh sebeb itu maka akan dikaji apakah hadis ini memang benar sesuai bantahan Fatimah Mernisiis atau ada hal lain yang mendorong Fatimah Mernissi menolak sepenuhnya hadis ini sebab terkesan melarang wanita menjadi seorang pemimpin. Mengenal Fatimah mernessi Fatimah Mernissi adalah seorang Profesor dalam bidang sosiologi di Universitas Muhammad V Rabat. Dialahir di salah satu harem di Kota Fez Marokko Utara pada tahun 1940-an. Tepatnya kurang lebih 5.000 km dari arah Makkah (Saudi Arabia) dan kira-kira 1.000 km dari arah sebelah timur kota madrid (Spayol).
Oleh: Jamiludin NIM: 1111034000049 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H./2018 M. iv ABSTRAK Jamiludin Kritik Terhadap Pemahaman Muḥammad al-Ghazālī Tentang Ḥadīṡ Kepemimpinan Perempuan
This paper is going to explore the role of women in leadership (especially the leadership of the political sphere) through a historical approach, with a show at the time of the Prophet, companions and great dynasty period (Umawiyah, Abbasiyah, and Fathimiyah). In addition, this paper also shows the historical record of the emergence of theological argument about the role of women in the public sphere into the argument about women’s leadership as well as a basic Islamic concept of similarity values between women and men. In the historical literature, there are two major mainstream that discuss women’s rights came to the issue of leadership. The first assumption is that women do not deserve to be a leader because of the role and tasks have been confined to the domestic sphere. Secondly, it has been argued that since the beginning of the Qur’an affirm, encourage, and legitimize women to get involved and participate actively like men in the public sphere (politics) and domestic. The assessment concluded that there are certain periods of the history of Islam that Muslims once led by women (in the political leadership) whereby legitimize women’s leadership. Keywords: Women’s leadership, Hadits Abi Bakra, QS. Annisa: 34, Jawari
Women in Politics, Feminism, Islam, Perspectives
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.