Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
An-Nida'
Hadis menjadi sumber kedua hukum Islam setelah Al-Qur’an yang bisa dimaknai secara tekstual dan kontekstual. Beberapa hadis membutuhkan redaksi dari teks-teks Al-Qur‘an untuk mendapatkan pemahaman atas hadis yang diteliti. Fokus penelitian ini yakni hadis kepemimpinan perempuan yang ditinjau dengan metode qira‘ah mubadalah dipelopori oleh Faqihuddin Abdul Qadir. Makna dari qira’ah mubadalah sendiri yaitu agar terciptanya relasi yang sepadan antara laki-laki dan perempuan dalam teks-teks Islam, karena berdasarkan realitas yang ada, penafsiran teks-teks Islam sebagian cenderung didominasi oleh laki-laki dan menomor duakan perempuan khususnya dalam hal kepemimpinan. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode penelitian kualitatif yaitu penelitian kepustakaan (library research), data-data yang terkumpul dianalisis menggunakan metode desktriptif analitis. Metode deskriptif analitis ini dilakukan untuk mendekskripsikan tinjauan umum dari qira‘ah mubada...
2015
Many groups are calling to apply the Islamic values. Both in social issues, economy, country and politics. But they are not able to create a balancing of the values of Islam itself. Because in general, they actually limit the scope of women's movement. They do not give chance to women to participate in the world holding the reins of supreme leadership.If the excuse put forward is that Islamic values can be applied in general, why not give the right to limit even to women? In fact Islam devoted to men and women.However, when the raging spirit has been created, the power has been awakened, when the women had to roll up his sleeves to participate in social, political and matters relating to life, why the sudden sheet of voiced speech with a loud "O woman returned to the house each of you ", an appeal which it seems so unfair to discredit. Therefore, re-examine the traditions that are considered to discredit the woman, for Hadith Prophet Muhammad saw. ill only textually bu...
Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin, 2020
This study discusses the Hadith of Abī Bakrah, by relating it to the issue of women becoming public leaders. In understanding a hadith, it is necessary to research the hadith from the perspective of matan, asbabul wurud, and analysis of some ulama opinions related to the hadith. Using descriptive analytic methods, this study discusses how leadership in the time of Abī Bakrah and its relevance to the leadership of women that occurred in Indonesia, especially when Megawati became President of Indonesia. This study finds that women's leadership has always been a source of controversy in a variety of views, especially if it seen from the Hadith’s information.
2008
Until now, there is a dilemma about woman leadership in Islam. In one side, there is a belief that the best woman activity is being home, take care her husband and children, cooking, cleaning up, and other activity that have domestic character. At the other side, today’s woman demanded to play active role outside home. Patriarchal understanding and culture that dominant at that era still affect position about woman leadership in Islamic thought discourse, not surprising if their thought’s product inclined to man interest. However, today’s woman have broad opportunity to have role on every domain, include became a leader. This is perfectly appropriate with Islamic teaching because al-Qur’an did not differentiate human except his/her deed
Jurnal Al-Mubarak: Jurnal Kajian Al-Qur'an dan Tafsir
Perempuan sama-sama makhluk yang juga sama spesialnya dengan lelaki di mata Allah. Takwalah kemudian yang membedakan antara keduanya. Penelitian ini mengkaji tentang pemimpin perempuan dalam tinjauan hadis Nabi Saw. Pembahasan ini penting untuk mengetahui jangkauan kepemimpinan perempuan, apakah hanya sebatas domestik ataukah perempuan boleh memimpin secara publik. Jenis kepustakaan dipilih sebagai jenis penelitian dengan menggunakan pendekatan tematik hadis. Hadis-hadis tentang pemimpin perempuan ditemukan melalui aplikasi al-maktabah asy-syamilah. Setelah hadis-hadis terkait ditemukan, kemudian dilakukan analisa isi untuk menemukan hasil dan kesimpulan yang komprehensif. Sebagai penutup, penelitian ini menemukan bahwa perempuan berposisi sama di mata Allah, juga dalam hal kompetensi dan kredibilitas. Hadis-hadis yang ditemukan juga mengarahkan kepada kesimpulan bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin di wilayah publik.
Syariah Jurnal Hukum dan Pemikiran, 2018
Terjadinya kontroversi dalam masalah kepemimpinan perempuan dalam Islam berasal dari perbedaan ulama dalam menafsiri sejumlah ayat dan hadis Nabi. Secara umum jika dianalisa kualitas hadis riwayat al-Bukhârî, al-Turmuzî, dan al-Nasâ`î serta Imam Ahmad tentang kepemimpinan perempuan secara umum adalah shahîh li dzâtihi. Sanadnya memenuhi kaidah kesahihan sanad hadis, yaitu sanadnya bersambung, periwayatnya bersifat tsiqah, dan terhindar dari syudzûdz dan ‘illah. Matannya juga memenuhi kaidah kesahihan matan hadis, yakni terhindar dari syudzûdz dan ‘illah.Secara tekstual, hadis tersebut menunjukkan larangan bagi perempuan menjadi pemimpin dalam urusan umum. Oleh karena itu, mayoritas ulama secara tegas menyatakan kepemimpinan perempuan dalam urusan umum dilarang. Namun secara kontekstual hadis tersebut dapat dipahami bahwa Islam tidak melarang perempuan menduduki suatu jabatan atau menjadi pemimpin dalam urusan umum. Bahkan menjadi kepala negara, dengan syarat sesuai dengan kriteria ...
An-Nisa' : Jurnal Kajian Perempuan dan Keislaman, 2019
A woman has great potential, as well as a man, it can be seen from the various roles of woman needed in society, including: the role of reproduction, economic, social, political and Islamic leadership. However, in Islamic leadership, most women are only members of the management in social organizations, because they are deemed not have brave characteristics like men, except the social organization that all of the members are women. this is because women's interests are not accommodated in various political decisions. Education is the main factor that determines the activeness of women as administrators of political parties, obstacle experienced by women in political parties, including through a number of issues such as; education, employment, justice and gender equality, domestic roles, patriarchal culture, religion and family relationship. Woman, who has the competence to lead the country, could be heads of state in the modern society context, because the modern government syst...
Abstrak: Kepimpinan Wanita Menurut Perspektif Hamka. Riset ini membahas pendirian Hamka terkait soal kepimpinan wanita. Ia mengkaji pandangannya tentang urusan kepimpinan wanita dan perbandingannya dengan pandangan ulama yang lain berhubung keabsahan dan pendirian syariat terhadapnya. Metode kajian adalah bersifat deskriptif, analitis dan komparatif dengan meninjau ijtihad Hamka tentang soal kepimpinan ini dalam karya-karya falsafah, fiqh dan tafsirnya yang muktabar dan perbandingannya dengan pendapat ulama Islam yang lain. Ia merumuskan pemahaman Hamka yang kritis tentang batas-batas yang khusus yang digariskan syariat yang telah meletakkan kepimpinan wanita dalam konteks yang tepat dan praktikal dan sewajarnya, sesuai dengan sifat, pembawaan, keperibadian dan kedudukan mereka sebagai pemimpin, serta selaras dengan keupayaan dan naluri dan fitrah kewanitaan yang sebenar. Dapatan kajian menemukan fikrah Hamka yang luas yang menafsirkan nas-nas syarak terkait prinsip kepemimpinan wanita ini dari sudut yang positif yang mempertahankan keabsahannya yang didukung dengan hujah-hujah dan keterangan dalil yang kukuh dan sebagai yang dibuktikan dalam kenyataan sejarah dan tradisi Islam. Adapun masalah dalam tulisan ini adalah bagaimana kajian kepemimpinan wanita berdasarkan sudut pandang Hamka. Sedangkan tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui kajian kepemimpinan wanita berdasarkan sudut pandang Hamka. Untuk menjawab dan mendeskripsi atas rumusan masalah dalam tulisan ini penulis menggunakan teknik mengumpulkan teori yang didapat dari beberapa referensi baik berupa buku, majalah, internet, dan karya ilmiah lainnya lalu disesuaikan dengan kajian bahasan yang diangkat dalam tulisan ini. Dalam perbahasan tentang asas kepimpinan wanita Islam ini, Hamka telah menggariskan beberapa kriteria penting yang mengisbatkan hak dan status wanita sebagai pemimpin. Beliau mempertahankan kemerdekaan mereka sebagai pemimpin dan menekankan tentang tanggungjawab yang sama yang mesti dipikul dalam menegakkan kepimpinan ini. Ini dibahaskan dalam konteks dan skop yang luas daripada prinsip Islam yang memberi ruang kepada mereka untuk melibatkan diri dalam pemerintahan dan perencanaan undang-undang, dan menyumbang dalam meninggikan kedudukan dan martabat umat. Kata kunci: Hamka, kepimpinan wanita, keluarga, fitrah. Abstract: Women's Leadership According to Hamka's Perspective. Women's Leadership According to an Islamic Perspective. This paper discusses Hamka's stance regarding women's leadership. He examines his views on the affairs of women's leadership and its comparison with the views of other scholars regarding the validity and stance of the Shari'a against it. The study method is descriptive, analytical and comparative by reviewing Hamka's ijtihad on this leadership issue in his works of philosophy, fiqh and muktabar interpretation and comparison with the opinions of other Islamic scholars. He formulated Hamka's critical understanding of the specific boundaries outlined by the Shari'a which have placed women's leadership in an appropriate and practical and proper context, in accordance with their character, nature, personality and position as leaders, and in line with their desires and instincts and nature. true femininity. The study obtained a broad fikrah Hamka that interprets the syarak passages related to the principle of female leadership from a positive angle that maintains its validity which is supported by strong arguments and evidence and as proven in the reality of Islamic history and tradition. The problem in this paper is how to study women's leadership based on Hamka's point of view. Meanwhile, the purpose of this paper is to determine the study of women's leadership based on Hamka's point of view. To answer and describe the formulation of the problem in this paper, the writer uses the technique of collecting theory which is obtained from several references in the form of books, magazines, the internet, and other scientific works and then adjusted to the study of the discussion raised in this paper. In discussing the principles of leadership for Islamic women, Hamka has outlined several important criteria that describe the rights and status of women as leaders. He maintained their independence as leaders and emphasized the same responsibility that must be taken in upholding this leadership. This is discussed in a broad context and scope of Islamic principles which provide space for them to involve themselves in government and statutory planning, and contribute to elevating the position and dignity of the Ummah.
Jurnal Living Hadis
Hadith become the source of both law in Islam, where textual and contextual application is used. Some hadith needed editors of the qur’an texts to get an understanding of the hadiths being studied. In this study, we adopted one hadiths which is still a public debate. The focus of this research is that of women’s leadership gifts to be studied by Mubadalah methods the one that was championed by Faqihuddin Abdul Qadir. Footsteps his research was to throne the hadith and to explain the terms and then apply traditional thought Mubadalah as a step to gaining an understanding of the hadith which did not affect women’s subornation anymore. Further explaining the roles that women have performed in public space the study concludes that basic Islamic principle used in the hadith is surah An-Nisa verse 59 and the surah at-taubah verse 71. In both the verse explained the reprisals for those who had faith and obedience to their leaders. Then the main idea when discovered applies the mubadalah m...
2016
Abstract: Speaking role of women in the public sphere, as if it never finishes. This is because the role of women in the public sphere, especially political role believed to be less significant. Until well into the third millennium, there are some scholars and intellectuals who view the role of negative and positive contribution of women in the political sphere. They do a textual interpretation of the Koran and the hadith which prohibits women involved in politics. Through constructive criticism and holistic reconstruction, this study attempts to explore the political role of women in public space idea Musdah Mulia. For Musdah, the thing to do is not only the reconstruction of the interpretation of the fundamental doctrines of Islam (al-Quran and Hadith), but also a practical movement in the field of education, culture, and public policy. All the reconstruction of the political leadership role of women should be carried out simultaneously in order to produce concret...
At-Tafkir
The purpose of this study was to determine the law of female leadership according to the perspective of the Langsa City Ulama in the local elections for the mayor and to identify the factors that influence the different views of the Langsa City Ulama about female leadership in the Langsa City. The method used in this study is a qualitative descriptive research method that produces data in the form of written and spoken words from the subject under study. The main target of this research is the ulama of Langsa city. Data collection techniques are by observation, in-depth interviews and documentation. The data validity used is data triangulation technique. Data analysis includes 4 things, namely data collection, data reduction, data presentation, and concluding. The result of this research is that the ulama of Langsa city show that women can be leaders in the public sector, but the concept of understanding ideal leadership in Islamic teachings that they understand places men as the to...
Kepemimpinan perempuan dalam Islam merupakan persoalan yang masih kontroversial. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, yakni perbedaan penafsiran para pakar (ulama) dalam menafsirkan nash sebagai dalil pembolehan ataupun pelarangan wanita menjadi pemimpin. persoalan ini menarik untuk dikaji ditengah maraknya persamaan gender.
Artikel Tafsir Maudhu'i, 2023
Dewasa ini, agama sering dituduh sebagai sumber terjadinya ketidakadilan dalam masyarakat, termasuk ketidakadilan relasi antara laki-laki dan perempuan yang sering disebut ketidakadilan gender. Sementara, saat ini peran perempuan semakin dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. Banyak perempuan yang mulai ikut berkiprah dalam kepemimpinan di masyarakat terutama di Indonesia, perempuan saat ini benar-benar muncul diberbagai peran dan posisi strategis dalam ranah biokrasi maupun pemerintahan. Hal ini menunjukkan bahwa kaum perempuan dapat menunjukkan dirinya sebagai kaum yang kuat dan berproses.
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman , 2009
The Theology of Muhammadiyah : The Cases of Marriage With Ahl-Kitab and The Leadership of Woman: The plurality can not be separated from the religious understanding. The development of Islamic studies after the companion era has likely created the fragmentation of Islamic studies into some separated disciplines (Kalam, fiqh, tafsir , tasauf). This writing tries to analyze the relationship between the concept of Muhammadiyah's belief on its nash and fiqh about the marriage with ahl kitab and the leadership of woman. By studying the formal decisions of Muhammadiyah through historical approach, it is described the change of the concept of belief to nash to view how is the relationship between theology and fiqh. Keywords: Theology Muhammadiyah, Ahl Kitab, The Leadership of Woman. Pendahuluan Setelah masa Rasulullah saw, penyiaran ajaran Islam dilakukan oleh para shahabat, tabi'in, dan seterusnya. Islam juga disiarkan ke luar wilayah Arab, ke daerah yang memiliki kepercayaan dan kebiasaan yang berbeda. Kepercayaan yang semula bersumber dari nash, kemudian bercampur dengan akal kreatif yang beragam, lahirlah beragam teologi dalam Islam; Syi'ah, Khawarij, Murji'ah, Mu'tazilah, Ahlussunnah, Qadariyah, Jabariyah, Najjariyah, Musyabbihah, Salafiyah, Wahabiyah, Bahaiyah, Ahmadiyah, dan lain-lain. 1 Lahirnya keragaman ini, telah terlihat sejak masa shahabat, khususnya dalam 1 Lihat Abd. Aziz, Ahlussunah wal Jamaah: Dalam Bidang Aqidah dan Syari'ah (Pekalongan: Bahagia, 1990), hlm. 93-97. Zuriatul Khairi, Teologi Muhammadiyah ... 361 cara memahami nash. Di Madinah, para ulama mengikuti contoh Ibnu 'Umar, membatasi diri mereka pada pengertian yang tegas (harfiah) dari Al-Quran dan Sunnah dengan menghindari interpretasi pribadi. Sedangkan di Kufah, para ulama mengikuti Ibnu Mas'ud dengan menggunakan pertimbangan nalar, analogi, dan tidak ragu-ragu dalam berspekulasi dan melakukan hipotesis problem dan situasi yang sebenarnya. 2 Teologi merupakan istilah yang berasal dari Barat, pada awalnya digunakan untuk menunjuk pada pembicaraan tentang tuhan, tetapi kemudian meluas menjadi kepercayaan atau paham keagamaan. Dari sinilah lahir istilah teologi ketuhanan, teologi pastoral, teologi Maria, teologi pembebasan, teologi pembangunan, sebagainya yang merupakan konsep spesifik dari teologi. Istilah lain dari konsep ini adalah Tauhid Sosial yang digunakan oleh Amin Rais. 3 Dalam studi keislaman modern, Teologi (Akidah, Tauhid, Ilmu Kalam), selalu dipandang sebagai suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dari Tafsir, Fikih dan Akhlak. Fikih yang dipandang sebagai ilmu mandiri, menurut Juhaya S. Praja, pada awalnya mencakup hukum-hukum Agama secara keseluruhan, baik hukum-hukum yang berkenaan dengan keyakinan ('aqa'id), maupun yang berkenaan dengan hukum-hukum praktis (amaliah) dan akhlak. 4 Namun kemudian fikih digunakan sebagai istilah khusus bagi ahli-ahli hukum Islam untuk menunjuk kepada sekelompok hukum-hukum yang bersifat praktis, 5 fikih dipandang sebagai suatu disiplin tersendiri. Perbedaan paham keagamaan yang terjadi di tanah air (Muhammadiyah, NU, Persis, dll.), dipandang sebagai perbedaan fikih, bukan teologi atau akidah. Pandangan ini seolah-olah menyatakan 2 Tariq Ramadan, Teologi Dialog Islam-Barat: Pergumulan Muslim Eropa, terj. Abdullah Ali (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 54. 3 Menurut Amin Rais keyakinan kepada Tuhan tidak hanya dimanifestasikan pada keshalehan pribadi saja, tetapi juga diimplementasikan kedalam keadilan sosial. Untuk itu perlu doktrin teologi yang tegas moralitas. 4 Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam (Bandung: LPPM-UIB, 1995), hlm. 12. 5 Lihat ibid., hlm. 12-13.
KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, 2015
Wacana kepemimpinan perempuan tidak pernah berakhir didiskusikan. Beberapa pertimbangan teologis Islam selalu menjadi alasan utama untuk mendukung kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Artikel ini mencoba untuk menyajikan analisis tekstual dan kontekstual tentang kepemimpinan perempuan di ranah publik. Hal ini karena berdasarkan pemahaman secara tekstual terhadap sunah Nabi dan opini dari sebagian ulama Muslim secara buruk menyatakan bahwa kepemimpinan perempuan dalam urusan publik dilarang. Namun berdasarkan pemahaman secara kontekstual tidak demikian dengan syarat mampu mengemban amanah. Sejarah Islam mencatat "Â`isyah, al-Syifâ, dan Ratu Balqis termasuk segelintir pemimpin perempuan yang menduduki jabatan publik. Oleh karena itu, dalam memahami masalah kepemimpinan perempuan, pemahaman secara kontekstual harus terlebih dahulu dipertimbangkan.
Jurnal Ilmiah Spiritualis: Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf, 2020
Kepemimpinan wanita dalam kancah politik menuai kontroversi di dalam Islam. Hal ini disebabkan oleh nas{ hadis sahih yang menyatakan bahwa suatu kaum tidak akan beruntung jika dipimpin oleh wanita. Bagi ulama konservatif, akan memahami hadis tersebut apa adanya (tekstual). Namun bagi ulama yang moderat akan memahaminya dari sisi kontekstual. Agama Islam berpedoman kepada al-Qur’an dan hadis, oleh sebab itu, tidak adil kiranya jika hanya memotret dari sisi hadis saja dan mengesampingkan al-Qur’an. Artikel ini akan membahas tentang kepemimpinan wanita dari sisi al-Qur’an, hadis, biologis wanita dan sosiologis bangsa Indonesia. Kesimpulan artikel ini adalah al-Qur’an melegitimasi kepemimpinan wanita lewat kisah ratu Saba’ (Bilqi>s). Hadis tentang kepemimpinan wanita dapat dipahami sebagai ‘komentar’ Nabi terhadap pergantian kepemimpinan di Persia dan memiliki muatan lokal-temporal. Wanita memiliki kelemahan biologis pada saat menstruasi dan hamil, kelemahan fisik dibandingkan laki-l...
2015
Abstrak Penelitian ini difokuskan pada gaya kepemimpinan perempuan yang bertujuan menemukan model gaya kepemimpinan yang khas pada perempuan. Metode penelitian dilakukan berdasarkan kajian teoritis dari penulusuran jurnal-jurnal penelitian, buku dan makalah lainnya. Hasil penelitian-penelitian masalah gender umumnya menunjukkan tidak banyak perbedaan gender dalam hal organisasi. Namun jika gender dihubungkan dengan gaya kepemimpinan terlihat adanya gaya tertentu khas perempuan, tapi bukan karena perbedaan jenis kelamin, namun lebih pada factor karakteristik/tuntutan pekerjaan. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh karakteristik pekerjaan dengan gaya kepemimpinan perempuan. Jika karakteristik pekerjaan dihubungkan dengan gaya kepemimpinan perempuan secara umum gaya kepemimpinan perempuan terbagi 2 (dua) yaitu gaya kepemimpinan feminism-maskulin dan gaya kepemimpinan transformasional-transaksional. . Kata Kunci : Kepemimpinan, Perempuan, Feminism-Maskulin
Journal Of Administration and Educational Management (ALIGNMENT)
This study aims to, a) determine the performance of female village heads and village heads in carrying out their duties; b) to find out the perceptions of leaders, village staff, and the community of three villages and one sub-district in East Lombok Regency regarding the performance of female village heads and village heads; c) to find out the challenges and obstacles faced in carrying out their leadership. The method used is a qualitative method with a case study approach located in four locations in East Lombok Regency. Methods of data collection using observation, interviews, and documentation. Data analysis is data reduction, data presentation, and conclusion drawing. Test the validity of the data by deepening observations, in-depth interviews, and triangulation. The results of this study indicate that the performance of the female village head is good, responsible discipline, and never procrastinated on her duties. And the distribution of development is continuously carried ou...
Diskusi mengenai peran publik perempuan dalam sudut pandang Islam memang menarik dan banyak perdebatan. Apalagi tentang kepemimpinan perempuan. Sejarah panjang Islam dan Indonesia juga menceritakan tentang tokoh-tokoh perempuan dalam hal kepemimpinan publik. Namun kepemimpinan mereka bukanlah tanpa benturan. Makalah ini berusaha untuk mengumpulkan argumen penentang kebolehan kepemimpinan perempuan (yang diwakili oleh kaum tradisionalis), untuk kemudian dijawab oleh penafsir dan ulama moderat yang membolehkan perempuan untuk memimpin dalam kegiatan politik.
2004
Kepemimpinan perempuan dalam bidang politik sampai sekarang ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Di satu pihak, kebanyakan ulama tidak memberikan hak kepada perempuan—kalau tidak mengharamkannya—untuk menjadi pemimpin politik. Mereka mengacu secara tekstual kepada Alqur’an surat al-Nisa’ ayat 34, dan hadits riwayat Abi Bakrah. Namun di pihak lain, sebagian Muslim pembaharu membolehkannya dengan alasan adanya akumulasi perubahan sosial kemasyarakatan yang luar biasa sehingga perempuan dewasa ini relatif dinilai setara dengan laki-laki. Tulisan ini bertujuan untuk mencoba mendeskripsikan kedua kelompok pendapat ulama tersebut, kemudian menganalisis pemikiran mereka secara historis dan kontekstual, sekaligus memberikan penilaian dengan merekonstruksi pemikiran lama untuk disesuaikan dengan konteks masa kini. Para mufassir dan ulama fiqh di masa lalu cenderung menafsirkan ayat dan memahami hadits dengan bias gender. Hal ini disebabkan karena selain kultur budaya yang melingku...
This article tries to elaborate the position of women leaders in Islam according to various opinions given by the fuqaha '. Besides, the writer also gives suggestions on which opinion is preferable and recommendable according to the situation in Malaysia vis-a-vis the political and administrative system as well as the capability of Muslim women in the country.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.