Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
10 pages
1 file
JURNAL TRIAS POLITIKA
Politik dan Birokrasi pemerintahan adalah dua hal yang tidak bisah dipisahkan tetapi merupakan dua hal yang berbeda, meskipun kehadiran politik dalam birokrasi pemerintahan tidak bisa dihindari. Begitu juga sebaliknya didalam birokrasi pemerintahan tidak hanya didominasi oleh birokrat saja, tetapi juga diberika ruang bagi institusi politik. Max Weber berpendapat bahwa birokrasi itu dibentuk independen dari kekuatan politik. Ia berada diluar atau diatas aktor-aktor politik yang saling berkompetisi satu sama lain. Birokrasi diposisikan sebagai kekuatan yang netral dengan artian birokrasi bukan dalam hal lebih condong mau menjalankan kebijakan atau perintah dari kekuatan yang sedang memerintah, sedangkan kepada kekuatan politik lainnya tidak mau. Akan tetapi birokrasi diutamakan kepada kepentingan negara dan rakyat secara keseluruhan sehingga siapapun kekuatan politik yang memerintah birokrat dan birokrasi memberikan pelayanan terbaik kepadanya.
SeraBook, 2018
Diskursus terkait politik dan birokrasi serta hubungan keduanya begitu mewarnai perkembangan ilmu administrasi negara/publik. Ada banyak pendapat dari para ahli yang menerangkan hubungan politik dan birokrasi, salah satunya adalah Nicholas Henry. Beberapa puluh tahun yang lalu menyajikan pendapat tentang hubungan administrasi/birokrasi dengan politik. Pandangannya terhadap hubungan keduanya dapat dilacak dari paradigma perkembangan administrasi sejak tahun 1927. Terdapat lima paradigma yang dikemukakan oleh Henry yang yaitu, dikotomi politik-administrasi, prinsip-prinsip administrasi, administrasi negara bagian dari ilmu politik, administrasi sebagai ilmu administrasi dan paradigma yang terakhir administrasi negara sebagai sebagai administrasi negara. Ketika administrasi dan politik ada batas/dikotomi, politik diterjemahkan sebagai tempat membuat kebijakan sementara administrasi sebagai pelaksana kebijakan. Bahkan Woodrow Wilson (Toha, 1995:149) menggunakan istilah administrasi negara yang dilawankan dengan ilmu politik dan administrasi negara tidak berbeda dengan birokrasi. Ada pembagian tugas yang cukup jelas, dan itu menjadi salah satu dasar dalam menata hubungan antara politik dan administrasi/birokrasi. Ketika Wilson (Sedarmayanti, 2013:68-69) melakukan dikotomi politik dan administrasi dalam paradigmanya, bertujuan untuk menciptakan birokrat profesional dalam menyediakan pelayanan prima tanpa harus membedakan "warna politik" warga negaranya. Meskipun keduanya memiliki fungsi yang berbeda, namun tidak menjadikannya terpisah satu sama lain. Institusi politik dan administrasi memiliki keterkaitan, di mana institusi politik diperankan pada pembuatan sebuah kebijakan sementara birokrasi yang memastikan seluruh kebijakan-kebijakan negara dapat terlaksana dengan baik serta memberikan dampak positif bagi masyarakat. Meskipun dewasa ini, peran birokrasi tidak sesederhana itu. Birokrasi yang kuat dapat memiliki peran yang signifikan dalam mempengaruhi atau menentukan sebuah kebijakan. Membahas birokrasi tentu tidak etis tanpa menyajikan pendapat Max Weber sebagai sosok yang dikenal pertama kali menawarkan sebuah model struktur ideal. Weber (Robbins, 1995:40)
Kehadiran partai politik sejak era reformasi jumlahnya kian banyak. Sementara fungsi partai sejak proklamasi sampai sekarang belum berubah.
Indonesia. Akan tetapi, atas desakan beberapa rekan dosen dijurusan Ilmu pemerintahan FISIP UNDIP maupun di beberap" kelompok diskusi, akhirnya buku ini diputuskan untuk dipublikasikan secara umum' Keputusan penerbitan buku ini disebabkan oleh setidaknya dua hal, yakni: pertama, kami memandang bahwa khasanah literatur tentang birokrasi di Indonesia, terutama yang mudah dipahami oleh masyarakat luas, masih sangatjarang. Kebanyakan buku yang membahas birokrasi itu merupakan terjemahan dari luar negeri dan kadang sangat sulit dipahami oleh masyarakat umum. Oleh karenanya kami memandang perlu akan adanya buku tentang birokrasi dengan bahasan yang simpel, dan dapat diikuti oleh segenap lapisan masyarakat, khususnya yang terkait dengan tugas-tugas birokrasi seperti: aparatur pemerintah sendiri, kalangan anggota OpnOpnp, pengurus partai politik, LSM, pengusaha, mahasiswa, dan kelompok lainnya. Krdro, walaupun Gerakan Reformasi telah lebih dari satrr dekade terj adi, perubahan paradigma birokrasi di Indonesia tidak banyak mengalami p.r.rb"ir"r dari apa yan gadapadamasa orde Baru. Dalam kerangka inilah
Berbicara tentang birokrasi seringkali kita langsung mengasumsikan sebagai sebuah prosedur yang berbelit, panjang dan memakan waktu lama, dan beberapa asumsi negatif lainnya tentang birokrasi. Asumsi tersebut akan lebih kuat lagi apabila kita membahas birokrasi yang sifatnya formal, baik itu negeri maupun swasta. Namun apakah sudah menjadi hal yang sulit dirubah bahwa birokrasi selalu menghambat kemudahan, kemajuan dan perkembangan sistem politik khususnya mempersempit ruang demokrasi. Birokrasi sebagai suatu sistem organisasi formal pertama kali dimunculkan oleh Max Weber 1 pada tahun 1947. Menurutnya birokrasi merupakan tipe ideal bagi sebuah organisasi formal, ciri organisasi yang mengikuti sistem birokrasi ini adalah adanya pembagian kerja dan spesialisasi, orientasi impersonal, kekuasaan hierarkis, peraturan-peraturan, karir yang panjang dan efisiensi. Target utama dari birokrasi ini adalah mencapai efisiensi kerja yang seoptimal mungkin. Birokrasi memainkan peran aktif di dalam proses politik di kebanyakan negara dan birokrasi menggunakan banyak aktifitas-aktifitas yang diantaranya adalah tentang usaha paling penting dalam implementasi pembuatan undangundang, persiapan proposal legislatif, peraturan ekonomi, lisensi dalam perekenomian dan masalah-masalah professional, dan membagi pelayanan kesejahteraan (Herbert M.Levine, 1.982: 241). Masyarakat yang dibentuk dan diperintah oleh para birokrat akan menjadi masyarakatmasyarakat birokratis yang nantinya masyarakat tersebut akan menjadi birokrasi-birokrasi masyarakat yang patuh dan tunduk pada pengaruh sikap-sikap dan nilai-nilai birokrat, karena adanya perubahan sikap dari masyarakat akan bergantung kepada pengaruh para birokrat.
Indonesian Journal of Religion and Society
In electoral politics, the relationship between bureaucrats and politicians is increasingly obvious because the interests between the two meets at one point, namely power. As a result, ASN, which should be neutral in elections and elections, is drawn into the vortex of political currents, especially in the implementation of the Pilkada which is in direct contact with the interests of the bureaucrats and ASN. This phenomenon occurs in almost all of Indonesia during the Pilkada, especially since the candidate who is advancing is the incumbent candidate. This practice also occurred in the 2020 West Sumatra gubernatorial election. Bureaucrats became one of the supporters and loyalists (brokers) of the candidates who came forward. One of the pairs of candidates who have a lot of contact with these bureaucrats is the pair Mahyeldi-Audy. One of them is the appointment of three Padang City Government officials to become officials in the West Sumatra Provincial Government, although they have...
Jurnal Borneo Administrator: Media Pengembangan Paradigma dan Gaya Baru Manajemen Pemerintahan Daerah, 2014
Sejak Undang-Undang 32 tahun 2004 diberlakukan, secara simultan daerah otonom melaksanakan semua urusan, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki masing-masing daerah otonom. Dalam pelaksanaannya, d a e r a h d i b e r i r u a n g u n t u k mengembangkan kreatifitas sesuai dengan kondisi dan situasi masingmasing daerah. Outcome yang dihasilkan beragam antara daerah otonom yang satu dibandingkan dengan daerah otonom yang lain. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat umum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa s e n d i r i b e r d a s a r k a n a s p i r a s i masyarakat dalam kerangka Negara k e s a t u a n R e p u b l i k I n d o n e s i a. Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa s e n d i r i b e r d a s a r k a n a s p i r a s i masyarakat sesuai dengan perundangundangan disebut dengan Otonomi Daerah.
Relasi Tiga Aktor (Pemerintah, Masyarakat dan Prifat Sektor) dalam Mengatasi Kemiskinan" Latar Belakang. Upaya penanggulangan kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya bersama dari semua pemangku kepentingan, sehingga membutuhkan sinergi dan kemitraan dengan semua pihak. Pemerintah, termasuk pemerintah daerah, kalangan swasta, kalangan organisasi kemasyarakatan, kalangan universitas dan akademisi, kalangan politik dan tentunya masyarakat sendiri perlu membangun visi yang sama, pola pikir dan juga pola tindak yang saling menguatkan dengan difokuskan pada upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam kemitraan yang saling menguatkan inilah maka berbagai sasaran peningkatan kesejahteraan rakyat dapat dicapai dengan baik. Pemerintah sangat mendukung setiap prakarsa dan inovasi yang dijalankan serta dikembangkan oleh semua pihak dalam mendukung upaya peningkatan kesejahteraan rakyat ini. Kemiskinan dan pengangguran adalah masalah mendasar bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan hasil survei pada Maret 2010, jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 32,53 juta jiwa atau sebesar 14,15 % dari total jumlah penduduk Indonesia. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil survey ditahun 2009. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2010 mencapai 8,59 juta orang atau sebesar 7,41 % dari total penduduk Indonesia. Sementara itu, angka kemiskinan di Indonesia dari tahun ke tahun memang mengalami penurunan. Pada tahun 2010 angka kemiskinan mencapai 32 juta jiwa, kemudian menurun jadi 30 juta ditahun 2011. Hingga Maret 2012, tingkat kemiskinan di Indonesia adalah 11,96 persen, apabila angka tersebut dikonversikan ke jumlah penduduk, maka ditemukan angka 29,13 juta jiwa penduduk masih masuk dalam kategori miskin. Pemerintah menggenjot pemberantasan kemiskinan dengan beragam program, diantaranya progam PNPM Mandiri, bansos, hingga beras murah. Program tersbeut dirasa masih jauh dari ideal lantaran penurunan angka kemiskinan yang stagnan. Bahkan, selama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angka kemiskinan dibagi menjadi golongan miskin, dan hampir miskin. Beberapa pengamat menilai pemisahan itu merupakan cara pemerintah memecah angka kemiskinan. Hal ini merupakan permasalahan nasional dimana pemerintah diharapkan dapat segera menekan angka kemiskinan dan pengangguran tersebut. Namun, karena ini adalah permasalahan nasional maka diharapkan bukan hanya pemerintah yang memikirkan pemecahan masalah tersebut. Pihak swasta atau prifat sektor juga diharapkan mengambil peran untuk membantu pemerintah menekan angka kemiskinan dan
PERSPEKTIF
Bureaucratic reform requires the creation of good governance, namely the process of interaction between state institutions to the community derived from elements of civil society in order to perform the construction and establishment of good governance. In the practice to achieve Good Governance found "stagnation" due to the political culture of the organization and not show his support for a succession of bureaucratic reform. This study will look at organizational culture and political relations to the establishment of Good Governance in Indonesia. The method used is descriptive evaluative with the type of qualitative research. The results showed that organizational culture and politics play a major role in the"stagnant" succession of reforms would require strong leadership and visionary in order to oversee the achievement of a succession of bureaucratic reform in Indonesia.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal Progress Administrasi Publik, 2021
Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi di Indonesia, 2023
S3 Agama dan Kebangsaan UKIM Ambon, 2020
Adil : Jurnal Hukum STIH YPM, 2020