
Radityo Dharmaputra
Lecturer at the Department of International Relations, Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Airlangga.
Born in Jakarta, October 10, 1986, he finished his Bachelor of Arts degree in International Relations from Universitas Airlangga on March 2010, with a GPA of 3.66, concentrating on Neo-Eurasianism and its effect on Russia's foreign policy under Vladimir Putin (2000-2008).
Straightly after the graduation, he continued his master degree at the same university, and was graduated on June 2011 with a GPA of 3.93. He graduated with Master of Arts degree in International Relations, specializing in International Peace and Security, with his thesis focusing on cyber-warfare (netwar) between the Indonesian government and the Free Papua Movement abroad.
After graduation, he became the lecturer at his former university, teaching courses such as Foreign Policy Analysis, Geopolitics and Geostrategy, Research Methods in IR, Comparative Strategic Culture, and Society-Culture-and Politics in Russia, Eastern Europe, and Central Asia.
He then went on and finished his second master (double-degree) with Distinction, in September 2016, at the University of Glasgow, UK, and the University of Tartu, Estonia. In Glasgow, he graduated from the International Masters in Russian, Central, and East European Studies, while in Tartu he finished the Master of Arts in Baltic Sea Region Studies. His master's thesis focused on mapping Russian discursive structure of identity towards China and its subsequent policy focus towards China after the Crimean crisis in 2014.
Currently, since September 2018, he undergoes his PhD in Political Science at Johan Skytte Institute of Political Studies, University of Tartu, Estonia. His main research focus is the causality/constitutive aspect of identity and foreign policy, with the empirical focus on Russia's foreign policy and its European/Asian identity discourse(s). He is expected to finish his PhD on November 2022.
Besides being a lecturer, he is still being the researcher at Centre for Strategic and Global Studies (CSGS) and member of the editorial board of Jurnal Global & Strategis. He could be contacted through [email protected], [email protected], or [email protected].
Supervisors: Prof. Viacheslav Morozov, Baiq L.S.W. Wardhani, PhD., and Vinsensio M.A., Dugis, PhD.
Phone: +6281234544426
Address: Room A203, Department of International Relations, Faculty of Social and Political Sciences, Kampus B Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam, Surabaya, 60286, Indonesia
Born in Jakarta, October 10, 1986, he finished his Bachelor of Arts degree in International Relations from Universitas Airlangga on March 2010, with a GPA of 3.66, concentrating on Neo-Eurasianism and its effect on Russia's foreign policy under Vladimir Putin (2000-2008).
Straightly after the graduation, he continued his master degree at the same university, and was graduated on June 2011 with a GPA of 3.93. He graduated with Master of Arts degree in International Relations, specializing in International Peace and Security, with his thesis focusing on cyber-warfare (netwar) between the Indonesian government and the Free Papua Movement abroad.
After graduation, he became the lecturer at his former university, teaching courses such as Foreign Policy Analysis, Geopolitics and Geostrategy, Research Methods in IR, Comparative Strategic Culture, and Society-Culture-and Politics in Russia, Eastern Europe, and Central Asia.
He then went on and finished his second master (double-degree) with Distinction, in September 2016, at the University of Glasgow, UK, and the University of Tartu, Estonia. In Glasgow, he graduated from the International Masters in Russian, Central, and East European Studies, while in Tartu he finished the Master of Arts in Baltic Sea Region Studies. His master's thesis focused on mapping Russian discursive structure of identity towards China and its subsequent policy focus towards China after the Crimean crisis in 2014.
Currently, since September 2018, he undergoes his PhD in Political Science at Johan Skytte Institute of Political Studies, University of Tartu, Estonia. His main research focus is the causality/constitutive aspect of identity and foreign policy, with the empirical focus on Russia's foreign policy and its European/Asian identity discourse(s). He is expected to finish his PhD on November 2022.
Besides being a lecturer, he is still being the researcher at Centre for Strategic and Global Studies (CSGS) and member of the editorial board of Jurnal Global & Strategis. He could be contacted through [email protected], [email protected], or [email protected].
Supervisors: Prof. Viacheslav Morozov, Baiq L.S.W. Wardhani, PhD., and Vinsensio M.A., Dugis, PhD.
Phone: +6281234544426
Address: Room A203, Department of International Relations, Faculty of Social and Political Sciences, Kampus B Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam, Surabaya, 60286, Indonesia
less
Related Authors
Vinsensio Dugis
Universitas Airlangga
GILANG D E S T I PARAHITA
Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta)
Nurhadi Nurhadi
Universitas Gajah Mada
Gusti Ayu Meisa Kurnia Dewi Silakarma
University of Sussex
Hendrikus P A U L U S Kaunang
Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta)
M. Muttaqien
Universitas Airlangga Surabaya
Tufan Kutay Boran
Ankara Sosyal Bilimler Üniversitesi / Social Sciences University of Ankara
Omer F. CINGIR
Ankara University
Kafa A Kafaa
Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta)
InterestsView All (14)
Uploads
Papers by Radityo Dharmaputra
gathered the speeches made by Yudhoyono and his officials during
the timeline of the research. We then charted the emerging patterns
of Yudhoyono’s policies, compared the actual policies with the
discursive rhetoric and narratives from the official sources, before
finally assessed the appropriateness of the discursive patterns by
looking at the initial and historical ideas (and practices) of
Indonesian strategic culture. Based on our findings, we argue that
the initial discursive structures of Indonesian strategic culture,
formulated during the history of the nation (as argued by Sulaiman
in 2016), limited the choices for foreign policies during
Yudhoyono’s regime. This limitation forced Yudhoyono to cling into
more inward-looking foreign policy rather than his initial aim for
outward-looking options.
Ada perdebatan yang berkembang tentang munculnya tantangan dari Tiongkok dan Rusia dan kemungkinan kedua negara untuk mengimbangi hegemoni Amerika Serikat dalam tatanan dunia. Berdasarkan pendekatan geo-ekonomi, penulis menganalisis dinamika pertumbuhan Tiongkok dan Rusia serta membandingkan kekuatan dan kelemahan gaya pembangunan ekonomi masing-masing negara. Setelah menganalisis kekuatan dan kelemahan kedua negara, penulis menguraikan kemungkinan konflik dan kerjasama di antara mereka. Penulis mengelaborasi tentang kemungkinan keberhasilan dan kegagalan terkait aspirasi kedua negara untuk menyeimbangkan dominasi Amerika Serikat. Dinamika ini, terlepas apakah akan berakhir dengan tantangan terhadap hegemoni AS atau tidak, kemungkinan akan menimbulkan kekhawatiran terutama di kawasan Asia-Pasifik. Oleh karena itu, penulis juga menguraikan kemungkinan komplikasi di kawasan terkait upaya kedua negara untuk mendapatkan kekuasaan. Pada akhirnya, penulis mencoba melihat posisi Tiongkok dan Rusia terkait dengan posisi relatif Amerika Serikat, khususnya di kawasan Asia-Pasifik.
Artikel ini menakar kembali upaya Denmark dalam melakukan pencitraan-negara (nation-branding) ke negara-negara mayoritas berpenduduk Muslim sesudah adanya krisis kartun Nabi tahun 2005. Artikel ini mempertanyakan temuan Rasmussen dan Mikkelsen (2012) mengenai pergeseran kebijakan Denmark menjadi kebijakan berbasis kesadaran pencitraan (brand). Dengan mendasarkan penelitian ini pada diskusi mengenai ambiguitas konseptual dari diplomasi public dan "nation-branding", artikel ini berargumen bahwa ada perbedaan antara diplomasi reaktif saat krisis dengan kebijakan sadar-brand. Artikel ini menemukan bahwa kebijakan Denmark lebih dekat dengan prinsip-prinsip diplomasi reaktif, daripada upaya pencitraan-negara. Temuan dari artikel ini bisa dijadikan dasar analisis mengenai kemungkinan pencitraan-negara menjadi pendukung upaya diplomasi klasik. Seperti yang nampak dari kasus Denmark, kurangnya koordinasi antara Negara dengan aktor non-negara dan kurangnya upaya sadar-pencitraan bias menegasikan kemungkinan positif penciptaan citra baik dari sebuah brand negara.
Kata Kunci: Denmark, pencitraan-negara, krisis kartun nabi 2005, diplomasi Publik.
Keywords: water security, securitisation, Aral Sea, Kazakhstan, Uzbekistan.
Keywords: Islam, Indonesia, foreign policy, Arab Spring, identity,
discourses.
Keywords: India, economic rise, information technology, energy security, conflict.
Artikel ini menjelaskan potensi India untuk menjadi kekuatan besar dunia. Diawali dengan mengevaluasi beberapa literatur utama mengenai kebangkitan India, artikel ini mengetengahkan pembahasan mengenai relasi antara kebutuhan energi dengan kebangkitan ekonomi India. Tulisan ini berargumen bahwa kebutuhan energi dari rumah tangga dan industri teknologi informasi telah membuka jalan bagi krisis energi. Krisis ini berpotensi menimbulkan konflik antara India, Cina, dan Pakistan dalam upaya mencari sumber-sumber energi lain. Tulisan ini menyimpulkan bahwa proses kebangkitan ekonomi India akan terhambat oleh krisis energi dan konflik regional yang ditimbulkan dari pencarian sumber energi tersebut.
Kata-Kata Kunci: India, kebangkitan ekonomi, teknologi informasi, keamanan energi, konflik.
Books by Radityo Dharmaputra
gathered the speeches made by Yudhoyono and his officials during
the timeline of the research. We then charted the emerging patterns
of Yudhoyono’s policies, compared the actual policies with the
discursive rhetoric and narratives from the official sources, before
finally assessed the appropriateness of the discursive patterns by
looking at the initial and historical ideas (and practices) of
Indonesian strategic culture. Based on our findings, we argue that
the initial discursive structures of Indonesian strategic culture,
formulated during the history of the nation (as argued by Sulaiman
in 2016), limited the choices for foreign policies during
Yudhoyono’s regime. This limitation forced Yudhoyono to cling into
more inward-looking foreign policy rather than his initial aim for
outward-looking options.
Ada perdebatan yang berkembang tentang munculnya tantangan dari Tiongkok dan Rusia dan kemungkinan kedua negara untuk mengimbangi hegemoni Amerika Serikat dalam tatanan dunia. Berdasarkan pendekatan geo-ekonomi, penulis menganalisis dinamika pertumbuhan Tiongkok dan Rusia serta membandingkan kekuatan dan kelemahan gaya pembangunan ekonomi masing-masing negara. Setelah menganalisis kekuatan dan kelemahan kedua negara, penulis menguraikan kemungkinan konflik dan kerjasama di antara mereka. Penulis mengelaborasi tentang kemungkinan keberhasilan dan kegagalan terkait aspirasi kedua negara untuk menyeimbangkan dominasi Amerika Serikat. Dinamika ini, terlepas apakah akan berakhir dengan tantangan terhadap hegemoni AS atau tidak, kemungkinan akan menimbulkan kekhawatiran terutama di kawasan Asia-Pasifik. Oleh karena itu, penulis juga menguraikan kemungkinan komplikasi di kawasan terkait upaya kedua negara untuk mendapatkan kekuasaan. Pada akhirnya, penulis mencoba melihat posisi Tiongkok dan Rusia terkait dengan posisi relatif Amerika Serikat, khususnya di kawasan Asia-Pasifik.
Artikel ini menakar kembali upaya Denmark dalam melakukan pencitraan-negara (nation-branding) ke negara-negara mayoritas berpenduduk Muslim sesudah adanya krisis kartun Nabi tahun 2005. Artikel ini mempertanyakan temuan Rasmussen dan Mikkelsen (2012) mengenai pergeseran kebijakan Denmark menjadi kebijakan berbasis kesadaran pencitraan (brand). Dengan mendasarkan penelitian ini pada diskusi mengenai ambiguitas konseptual dari diplomasi public dan "nation-branding", artikel ini berargumen bahwa ada perbedaan antara diplomasi reaktif saat krisis dengan kebijakan sadar-brand. Artikel ini menemukan bahwa kebijakan Denmark lebih dekat dengan prinsip-prinsip diplomasi reaktif, daripada upaya pencitraan-negara. Temuan dari artikel ini bisa dijadikan dasar analisis mengenai kemungkinan pencitraan-negara menjadi pendukung upaya diplomasi klasik. Seperti yang nampak dari kasus Denmark, kurangnya koordinasi antara Negara dengan aktor non-negara dan kurangnya upaya sadar-pencitraan bias menegasikan kemungkinan positif penciptaan citra baik dari sebuah brand negara.
Kata Kunci: Denmark, pencitraan-negara, krisis kartun nabi 2005, diplomasi Publik.
Keywords: water security, securitisation, Aral Sea, Kazakhstan, Uzbekistan.
Keywords: Islam, Indonesia, foreign policy, Arab Spring, identity,
discourses.
Keywords: India, economic rise, information technology, energy security, conflict.
Artikel ini menjelaskan potensi India untuk menjadi kekuatan besar dunia. Diawali dengan mengevaluasi beberapa literatur utama mengenai kebangkitan India, artikel ini mengetengahkan pembahasan mengenai relasi antara kebutuhan energi dengan kebangkitan ekonomi India. Tulisan ini berargumen bahwa kebutuhan energi dari rumah tangga dan industri teknologi informasi telah membuka jalan bagi krisis energi. Krisis ini berpotensi menimbulkan konflik antara India, Cina, dan Pakistan dalam upaya mencari sumber-sumber energi lain. Tulisan ini menyimpulkan bahwa proses kebangkitan ekonomi India akan terhambat oleh krisis energi dan konflik regional yang ditimbulkan dari pencarian sumber energi tersebut.
Kata-Kata Kunci: India, kebangkitan ekonomi, teknologi informasi, keamanan energi, konflik.
artikel-artikel yang membahas mengenai politik luar negeri Indonesia biasanya berangkat dari kajian mengenai Orde Lama dan Orde Baru, ataupun ketika membahas Reformasi, belum sampai pada kajian mengenai politik luar negeri era Susilo Bambang Yudhoyono, baik mengenai analisis situasional maupun tantangan yang dihadapi ke depan. Tulisan ini lebih merupakan panduan bagi mahasiswa, analis, maupun orang-orang yang tertarik dengan politik luar negeri Indonesia, terutama di era kontemporer kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Oleh karenanya, setiap bagian dalam konteks selalu dibantu dengan memunculkan studi kasus dalam bentuk analisis politik luar negeri Indonesia.