Pandemi Covid-19 yang menyebar di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia telah menurunkan produ... more Pandemi Covid-19 yang menyebar di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia telah menurunkan produktivitas manusia dan ekonomi masyarakat secara global. Penurunan ini sebaliknya tidak terjadi pada sektor pertanian Indonesia. Menurut Kepala BPS dalam laman Litbang Pertanian (2021) dijelaskan bahwa adanya peningkatan produksi dan capaian ekspor dengan nilai pertumbuhan 14.3 persen. Pertumbuhan ini menjadi salah satu penopang perekonomian nasional disamping menurunnya sektor lain. Karena itu, pertanian mampu menjadi peluang usaha dan pengembangan ekonomi masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah.
Peluang usaha yang didasari dari produksi pertanian meningkat seiring
bertambahnya aktivitas masyarakat berkaitan dengan tanaman selama pandemi Covid-19 sejak tahun 2020. Hal ini dilakukan dimulai dari skala rumahan atau UMKM yang tidak membutuhkan biaya besar. Salah satu jenis tanaman potensial adalah bunga telang (Clitoria ternatea) yang umum digunakan sebagai tanaman hias sekaligus tanaman herbal
yang dapat dikonsumsi. Kebermanfaatan bunga telang telah banyak diteliti yang akan dijabarkan pada essay ini. Selain itu, pertumbuhannya yang tidak bergantung cuaca dan iklim menyebabkan produksi relatif stabil sehingga tidak membutuhkan biaya besar dalam perawatannya. Oleh karena itu, pengembangan bunga telang telah dilakukan
dominan di Pulau Jawa.
Eksistensi bunga telang yang cukup terkenal di Pulau Jawa sayangnya tidak merata untuk Pulau Sumatra seperti Kota Medan. Pengetahuan dan tradisi yang menyebabkan bunga telang dianggap bukan jenis tanaman yang potensial untuk dibungakan. Dengan melihat potensi yang ada, bunga telang termasuk jenis tanaman ekonomis yang dapat dibungakan dalam skala rumahan terutama di Kota Medan dengan melakukan edukasi secara daring.
Dengan latar belakang inilah, penulis ingin menjelaskan karakteristik dan kekayaan bunga telang serta potensi ekonomi yang dapat dibungakan masyarakat terutama milenial di Kota Medan dengan modal hemat di kantong.
Salah satu cekungan penghasil batubara terbesar di Indonesia adalah Cekungan Sumatra Selatan yang... more Salah satu cekungan penghasil batubara terbesar di Indonesia adalah Cekungan Sumatra Selatan yang terletak sebelah tenggara Pulau Sumatra dengan peringkat batubara berkisar antara subbituminous – high volatile bituminous C. Peringkat batubara dipengaruhi salah satunya oleh nilai zat terbang. Dari penelitian sebelumnya ditemukan adanya perbedaan rentang zat terbang klasifikasi ASTM dan batubara Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi nilai zat terbang batubara Cekungan Sumatera Selatan terhadap klasifikasi ASTM. Metode yang digunakan adalah analisis kontrol geologi dan analisis statistik data petrografi, proksimat, dan ultimat batubara PSDBMP sejak tahun 1999 – 2010. Data lengkap pada 13 daerah dengan 209 sampel. Hasilnya ditemukan nilai zat terbang berkisar 40 – 65 %. Nilai zat terbang tinggi diduga disebabkan proses pematangan batubara masih rendah yang masuk kedalam peringkat subbituminous – lignite. Penyebaran zat terbang yang rendah pada daerah B dan P disebabkan ...
ABSTRACT
One of the largest coal-producing basins in Indonesia is the South Sumatra Basin locat... more ABSTRACT
One of the largest coal-producing basins in Indonesia is the South Sumatra Basin located in the southeast of Sumatra Island with coal rank ranging from subbituminous to high volatile bituminous C. Coal rank is influenced one of them by the value of volatile matter. From the previous research found the difference of the range of volatile matter between ASTM classification and Indonesian coal. This study aims to evaluate the value of coal volatile matter in the South Sumatera Basin to ASTM classification. The method used is the analysis of geological control and statistical analysis of PSDBMP petrography and proximate data since 1999-2010. Complete data on 13 regions with 204 samples. The results found that the value of volatile matter ranging from 40 to 65%. The value of the high volatile matter is thought to be due to the low coal maturation process that is entering into the subbituminous-lignite. The spread of low volatile matter in area B and P is due to the influence of geothermal gradient higher than other locations with levels less than 52%. In addition, this increasing is also due to its location close to the Semangko Fault as the main fault in Sumatra Island.
Resume didasarkan pada paper berjudul: "Characterization of dispersive problematic soils and engi... more Resume didasarkan pada paper berjudul: "Characterization of dispersive problematic soils and engineering improvements: A Review" oleh Hanie Abbasiou dan "Characteristics and Problems of Dispersive Clay Soils" oleh US Department of The interior (USDI). Salah satu kendala penggunaan tanah dalam bidang geologi teknik adalah sifat tanah yang dispersif (menyebar). Tanah Dispersi (Dispersive Soil) Tanah dispersi merupakan tanah berkomposisi lempung mengalami deflokulasi disebabkan perubahan komposisi kimia dan mineralogi penyusunnya. Pada dasarnya mineral lempung dianggap resisten terhadap erosi oleh aliran air karena sifat kohesivitasnya. Hal ini disebabkan komposisi kimia dan struktur mineral lempung mampu mengikat lembaran aluminosilikat dan menggumpal (flokulasi) sehingga sulit untuk dierosi. Namun, dalam kondisi alami, tanah menjadi bersifat dispersi akibat mineral lempung memiliki kandungan sodium tinggi yang memecah ikatan mineral menjadi non kohesif, mudah tererosi, dan tersuspensi dalam kolom air. Penyebab tanah menjadi dispersi diantaranya dipengaruhi oleh sifat sodisitas dan salinitas berkaitan dengan kandungan sodium yang tinggi. Proses terbentuknya diawali terjadi proses pencucian mineral halit (NaCl) selama ribuan tahun pada massa tanah. Beberapa kandungan sodium tertinggal dalam massa tanah dan berikatan dengan mineral lempung dan menggantikan unsur Ca. Ketika bereaksi dengan air, maka ikatan mineral lempung berkurang dan hilang membentuk larutan koloid (hambur). Partikel kecil hasil pecahan (slacking) lempung mengisi rongga pori dan rekahan. Tanah dispersi dapat ditemui di lingkungan berlereng sebagai endapan alluvial, endapan lakustrin, endapan loess, dan endapan dataran banjir. Endapan marin berupa claystone dan shale di beberapa daerah bersifat dispersif (Clerk, 1986). Tanah ini umumnya ditemukan pada daerah beriklim kering dan semi-kering, tetapi penelitian berkelanjutan menunjukkan adanya tanah dispersi pada daerah beriklim lembap seperti Brazil, Vietnam, Australia, Mexico, Thailand, India, Venezuela dan Amerika bagian selatan (Forrest, 1980). Perilaku tanah dispersi umumnya dikenal dengan swelling pressure. Hal ini disebabkan ikatan elektrokimia yang tidak seimbang antar partikel akibat gaya tolak lebih besar daripada gaya tarik antar partikel lempung. Gaya tolak inilah yang disebut diatas. Jika partikel ini berada di permukaan tanah dan terbawa air hujan, menghasilkan suspensi partikel lempung dengan kandungan ion yang terbawa didalamnya. Tanah disperse memiliki karakteristik nilai plastisitas rendah-medium diklasifikasikan CL (Low plasticity Clay), dapat juga ditemui pada ML (Low plasticity Silt), CLML dan CH (High Plasticity Clay) menurut USCS. Salah satu contoh mineral lempung yaitu montmorillonite. Montmorillonite memiliki sifat mengembang akibat komposisi lempungnya didominasi oleh Na + (monovalent cation). Sedangkan lempung ini dapat didominasi oleh Ca 2+ yang mengurangi sifat mengembang karena quasikristal ikut mengembang di permukaan lempung. Karenanya, Marchuk (2013) dalam Abbaslou (2016) menjelaskan kaitan perubahan valensi (CEC) terhadap kemampuan dispersi lempung. Marschuk menggunakan mineral ilit dan bentonit dan dua lempung tanah dalam
Pandemi Covid-19 yang menyebar di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia telah menurunkan produ... more Pandemi Covid-19 yang menyebar di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia telah menurunkan produktivitas manusia dan ekonomi masyarakat secara global. Penurunan ini sebaliknya tidak terjadi pada sektor pertanian Indonesia. Menurut Kepala BPS dalam laman Litbang Pertanian (2021) dijelaskan bahwa adanya peningkatan produksi dan capaian ekspor dengan nilai pertumbuhan 14.3 persen. Pertumbuhan ini menjadi salah satu penopang perekonomian nasional disamping menurunnya sektor lain. Karena itu, pertanian mampu menjadi peluang usaha dan pengembangan ekonomi masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah.
Peluang usaha yang didasari dari produksi pertanian meningkat seiring
bertambahnya aktivitas masyarakat berkaitan dengan tanaman selama pandemi Covid-19 sejak tahun 2020. Hal ini dilakukan dimulai dari skala rumahan atau UMKM yang tidak membutuhkan biaya besar. Salah satu jenis tanaman potensial adalah bunga telang (Clitoria ternatea) yang umum digunakan sebagai tanaman hias sekaligus tanaman herbal
yang dapat dikonsumsi. Kebermanfaatan bunga telang telah banyak diteliti yang akan dijabarkan pada essay ini. Selain itu, pertumbuhannya yang tidak bergantung cuaca dan iklim menyebabkan produksi relatif stabil sehingga tidak membutuhkan biaya besar dalam perawatannya. Oleh karena itu, pengembangan bunga telang telah dilakukan
dominan di Pulau Jawa.
Eksistensi bunga telang yang cukup terkenal di Pulau Jawa sayangnya tidak merata untuk Pulau Sumatra seperti Kota Medan. Pengetahuan dan tradisi yang menyebabkan bunga telang dianggap bukan jenis tanaman yang potensial untuk dibungakan. Dengan melihat potensi yang ada, bunga telang termasuk jenis tanaman ekonomis yang dapat dibungakan dalam skala rumahan terutama di Kota Medan dengan melakukan edukasi secara daring.
Dengan latar belakang inilah, penulis ingin menjelaskan karakteristik dan kekayaan bunga telang serta potensi ekonomi yang dapat dibungakan masyarakat terutama milenial di Kota Medan dengan modal hemat di kantong.
Salah satu cekungan penghasil batubara terbesar di Indonesia adalah Cekungan Sumatra Selatan yang... more Salah satu cekungan penghasil batubara terbesar di Indonesia adalah Cekungan Sumatra Selatan yang terletak sebelah tenggara Pulau Sumatra dengan peringkat batubara berkisar antara subbituminous – high volatile bituminous C. Peringkat batubara dipengaruhi salah satunya oleh nilai zat terbang. Dari penelitian sebelumnya ditemukan adanya perbedaan rentang zat terbang klasifikasi ASTM dan batubara Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi nilai zat terbang batubara Cekungan Sumatera Selatan terhadap klasifikasi ASTM. Metode yang digunakan adalah analisis kontrol geologi dan analisis statistik data petrografi, proksimat, dan ultimat batubara PSDBMP sejak tahun 1999 – 2010. Data lengkap pada 13 daerah dengan 209 sampel. Hasilnya ditemukan nilai zat terbang berkisar 40 – 65 %. Nilai zat terbang tinggi diduga disebabkan proses pematangan batubara masih rendah yang masuk kedalam peringkat subbituminous – lignite. Penyebaran zat terbang yang rendah pada daerah B dan P disebabkan ...
ABSTRACT
One of the largest coal-producing basins in Indonesia is the South Sumatra Basin locat... more ABSTRACT
One of the largest coal-producing basins in Indonesia is the South Sumatra Basin located in the southeast of Sumatra Island with coal rank ranging from subbituminous to high volatile bituminous C. Coal rank is influenced one of them by the value of volatile matter. From the previous research found the difference of the range of volatile matter between ASTM classification and Indonesian coal. This study aims to evaluate the value of coal volatile matter in the South Sumatera Basin to ASTM classification. The method used is the analysis of geological control and statistical analysis of PSDBMP petrography and proximate data since 1999-2010. Complete data on 13 regions with 204 samples. The results found that the value of volatile matter ranging from 40 to 65%. The value of the high volatile matter is thought to be due to the low coal maturation process that is entering into the subbituminous-lignite. The spread of low volatile matter in area B and P is due to the influence of geothermal gradient higher than other locations with levels less than 52%. In addition, this increasing is also due to its location close to the Semangko Fault as the main fault in Sumatra Island.
Resume didasarkan pada paper berjudul: "Characterization of dispersive problematic soils and engi... more Resume didasarkan pada paper berjudul: "Characterization of dispersive problematic soils and engineering improvements: A Review" oleh Hanie Abbasiou dan "Characteristics and Problems of Dispersive Clay Soils" oleh US Department of The interior (USDI). Salah satu kendala penggunaan tanah dalam bidang geologi teknik adalah sifat tanah yang dispersif (menyebar). Tanah Dispersi (Dispersive Soil) Tanah dispersi merupakan tanah berkomposisi lempung mengalami deflokulasi disebabkan perubahan komposisi kimia dan mineralogi penyusunnya. Pada dasarnya mineral lempung dianggap resisten terhadap erosi oleh aliran air karena sifat kohesivitasnya. Hal ini disebabkan komposisi kimia dan struktur mineral lempung mampu mengikat lembaran aluminosilikat dan menggumpal (flokulasi) sehingga sulit untuk dierosi. Namun, dalam kondisi alami, tanah menjadi bersifat dispersi akibat mineral lempung memiliki kandungan sodium tinggi yang memecah ikatan mineral menjadi non kohesif, mudah tererosi, dan tersuspensi dalam kolom air. Penyebab tanah menjadi dispersi diantaranya dipengaruhi oleh sifat sodisitas dan salinitas berkaitan dengan kandungan sodium yang tinggi. Proses terbentuknya diawali terjadi proses pencucian mineral halit (NaCl) selama ribuan tahun pada massa tanah. Beberapa kandungan sodium tertinggal dalam massa tanah dan berikatan dengan mineral lempung dan menggantikan unsur Ca. Ketika bereaksi dengan air, maka ikatan mineral lempung berkurang dan hilang membentuk larutan koloid (hambur). Partikel kecil hasil pecahan (slacking) lempung mengisi rongga pori dan rekahan. Tanah dispersi dapat ditemui di lingkungan berlereng sebagai endapan alluvial, endapan lakustrin, endapan loess, dan endapan dataran banjir. Endapan marin berupa claystone dan shale di beberapa daerah bersifat dispersif (Clerk, 1986). Tanah ini umumnya ditemukan pada daerah beriklim kering dan semi-kering, tetapi penelitian berkelanjutan menunjukkan adanya tanah dispersi pada daerah beriklim lembap seperti Brazil, Vietnam, Australia, Mexico, Thailand, India, Venezuela dan Amerika bagian selatan (Forrest, 1980). Perilaku tanah dispersi umumnya dikenal dengan swelling pressure. Hal ini disebabkan ikatan elektrokimia yang tidak seimbang antar partikel akibat gaya tolak lebih besar daripada gaya tarik antar partikel lempung. Gaya tolak inilah yang disebut diatas. Jika partikel ini berada di permukaan tanah dan terbawa air hujan, menghasilkan suspensi partikel lempung dengan kandungan ion yang terbawa didalamnya. Tanah disperse memiliki karakteristik nilai plastisitas rendah-medium diklasifikasikan CL (Low plasticity Clay), dapat juga ditemui pada ML (Low plasticity Silt), CLML dan CH (High Plasticity Clay) menurut USCS. Salah satu contoh mineral lempung yaitu montmorillonite. Montmorillonite memiliki sifat mengembang akibat komposisi lempungnya didominasi oleh Na + (monovalent cation). Sedangkan lempung ini dapat didominasi oleh Ca 2+ yang mengurangi sifat mengembang karena quasikristal ikut mengembang di permukaan lempung. Karenanya, Marchuk (2013) dalam Abbaslou (2016) menjelaskan kaitan perubahan valensi (CEC) terhadap kemampuan dispersi lempung. Marschuk menggunakan mineral ilit dan bentonit dan dua lempung tanah dalam
Uploads
Papers by nazla syafitri
Peluang usaha yang didasari dari produksi pertanian meningkat seiring
bertambahnya aktivitas masyarakat berkaitan dengan tanaman selama pandemi Covid-19 sejak tahun 2020. Hal ini dilakukan dimulai dari skala rumahan atau UMKM yang tidak membutuhkan biaya besar. Salah satu jenis tanaman potensial adalah bunga telang (Clitoria ternatea) yang umum digunakan sebagai tanaman hias sekaligus tanaman herbal
yang dapat dikonsumsi. Kebermanfaatan bunga telang telah banyak diteliti yang akan dijabarkan pada essay ini. Selain itu, pertumbuhannya yang tidak bergantung cuaca dan iklim menyebabkan produksi relatif stabil sehingga tidak membutuhkan biaya besar dalam perawatannya. Oleh karena itu, pengembangan bunga telang telah dilakukan
dominan di Pulau Jawa.
Eksistensi bunga telang yang cukup terkenal di Pulau Jawa sayangnya tidak merata untuk Pulau Sumatra seperti Kota Medan. Pengetahuan dan tradisi yang menyebabkan bunga telang dianggap bukan jenis tanaman yang potensial untuk dibungakan. Dengan melihat potensi yang ada, bunga telang termasuk jenis tanaman ekonomis yang dapat dibungakan dalam skala rumahan terutama di Kota Medan dengan melakukan edukasi secara daring.
Dengan latar belakang inilah, penulis ingin menjelaskan karakteristik dan kekayaan bunga telang serta potensi ekonomi yang dapat dibungakan masyarakat terutama milenial di Kota Medan dengan modal hemat di kantong.
One of the largest coal-producing basins in Indonesia is the South Sumatra Basin located in the southeast of Sumatra Island with coal rank ranging from subbituminous to high volatile bituminous C. Coal rank is influenced one of them by the value of volatile matter. From the previous research found the difference of the range of volatile matter between ASTM classification and Indonesian coal. This study aims to evaluate the value of coal volatile matter in the South Sumatera Basin to ASTM classification. The method used is the analysis of geological control and statistical analysis of PSDBMP petrography and proximate data since 1999-2010. Complete data on 13 regions with 204 samples. The results found that the value of volatile matter ranging from 40 to 65%. The value of the high volatile matter is thought to be due to the low coal maturation process that is entering into the subbituminous-lignite. The spread of low volatile matter in area B and P is due to the influence of geothermal gradient higher than other locations with levels less than 52%. In addition, this increasing is also due to its location close to the Semangko Fault as the main fault in Sumatra Island.
Drafts by nazla syafitri
Peluang usaha yang didasari dari produksi pertanian meningkat seiring
bertambahnya aktivitas masyarakat berkaitan dengan tanaman selama pandemi Covid-19 sejak tahun 2020. Hal ini dilakukan dimulai dari skala rumahan atau UMKM yang tidak membutuhkan biaya besar. Salah satu jenis tanaman potensial adalah bunga telang (Clitoria ternatea) yang umum digunakan sebagai tanaman hias sekaligus tanaman herbal
yang dapat dikonsumsi. Kebermanfaatan bunga telang telah banyak diteliti yang akan dijabarkan pada essay ini. Selain itu, pertumbuhannya yang tidak bergantung cuaca dan iklim menyebabkan produksi relatif stabil sehingga tidak membutuhkan biaya besar dalam perawatannya. Oleh karena itu, pengembangan bunga telang telah dilakukan
dominan di Pulau Jawa.
Eksistensi bunga telang yang cukup terkenal di Pulau Jawa sayangnya tidak merata untuk Pulau Sumatra seperti Kota Medan. Pengetahuan dan tradisi yang menyebabkan bunga telang dianggap bukan jenis tanaman yang potensial untuk dibungakan. Dengan melihat potensi yang ada, bunga telang termasuk jenis tanaman ekonomis yang dapat dibungakan dalam skala rumahan terutama di Kota Medan dengan melakukan edukasi secara daring.
Dengan latar belakang inilah, penulis ingin menjelaskan karakteristik dan kekayaan bunga telang serta potensi ekonomi yang dapat dibungakan masyarakat terutama milenial di Kota Medan dengan modal hemat di kantong.
One of the largest coal-producing basins in Indonesia is the South Sumatra Basin located in the southeast of Sumatra Island with coal rank ranging from subbituminous to high volatile bituminous C. Coal rank is influenced one of them by the value of volatile matter. From the previous research found the difference of the range of volatile matter between ASTM classification and Indonesian coal. This study aims to evaluate the value of coal volatile matter in the South Sumatera Basin to ASTM classification. The method used is the analysis of geological control and statistical analysis of PSDBMP petrography and proximate data since 1999-2010. Complete data on 13 regions with 204 samples. The results found that the value of volatile matter ranging from 40 to 65%. The value of the high volatile matter is thought to be due to the low coal maturation process that is entering into the subbituminous-lignite. The spread of low volatile matter in area B and P is due to the influence of geothermal gradient higher than other locations with levels less than 52%. In addition, this increasing is also due to its location close to the Semangko Fault as the main fault in Sumatra Island.