
Wiwin Indiarti
Wiwin Indiarti lahir di Banyuwangi pada tahun 1978. Menyelesaikan studi sarjana dan magister di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Saat ini menjadi staf pengajar di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas PGRI Banyuwangi. Aktivitas lainnya adalah menjadi sekretaris Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) PD Osing dan penerjemah paruh waktu. Anggota penuh Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) ini suka sekali menerjemahkan karya sastra dan teks-teks sosial-budaya. Terjemahannya yang sudah diterbitkan adalah Pinokio: Kisah Sebuah Boneka karya Carlo Collodi (Liliput, Yogyakarta, 2005), Eksekusi: Pencerahan Menjelang Kematian karya Ernest J. Gaines (Pilar Media,Yogyakarta, 2006), Gayatri Spivak: Etika, Subalternitas dan Kritik Penalaran Poskolonial karya Stephen Morton (Pararaton,Yogyakarta, 2008) dan Banyuwangi in Figures 2013 (Badan Pusat Statistik dan Bappeda Kabupaten Banyuwangi, 2013). Ia aktif mengikuti berbagai pertemuan ilmiah dan melakukan penelitian tentang bahasa, sastra, folklor dan kajian sosial-budaya. Ia pernah mendapatkan dua hibah penelitian pada tahun 2013 dari Bappeda Kabupaten Banyuwangi (penelitian tentang pengembangan pariwisata di Kemiren) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (penelitian tentang penerjemahan istilah budaya Osing). Tahun 2015 ia mendapatkan hibah penelitian dari Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemenristek-Dikti (Penelitian tentang peran dan relasi gender dalam lakon Barong Using Kemiren-Banyuwangi). Tahun 2016 ia mendapatkan hibah penelitian dari Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemenristek-Dikti untuk penelitian yang berjudul Strategi dan Model Pengembangan Desa Wisata dengan Konsep Community - Based Ecotourism di Wilayah Pengembangan Pariwisata I (WPP I) Kabupaten Banyuwangi. Tahun 2017 ia mendapatkan hibah penelitian dari Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemenristek-Dikti untuk penelitian yang berjudul "Otak-atik Bahasa di Ujung Tmur Jawa: Kajian Wangsalan dalam Bahasa Using di Banyuwangi. Tahun 2018 ia mendapatkan hibah pengabdian dari Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemenristek-Dikti melalui program PKM Komunitas Adat Osing dalam Preservasi dan Revitalisasi Seni Tradisi Mocoan Lontar Yusup di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur. Sekarang dia tinggal di kampung halamannya, Cungking-Banyuwangi, bersama suami dan kedua anaknya.
less
Related Authors
Barli Bram
Sanata Dharma University Yogyakarta Indonesia
Kismullah Muthalib
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Mohammad Febryanto
Politeknik Negeri Bandung
mariam saffah
Islamic University An Najaf
Elizabeth Marsden
Åbo Akademi University
Uploads
Papers by Wiwin Indiarti
Keywords: black manhood, Southern honor, white racism, stereotypes, institutional racism, gender role
Penelitian deskriptif kualitatif ini bertolak dari fakta yang terdapat pada drama Barong Using di Kemiren; yaitu adanya 2 tokoh perempuan dan 2 tokoh laki-laki yang menjadi sentral penceritaan sehingga tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis peran serta relasi gender dalam pandangan dunia masyarakat adat Using Kemiren sebagaimana terepresentasikan dalam lakon Barong Kemiren dengan analisis struktural-feminis.Terlebih sebagai salah satu jenis folklor setengah verbal (sastra lisan) yang masih sangat populer dan diapresiasi hingga saat ini, lakon yang ditampilkan dalam pertunjukan Barong Kemiren merupakan refleksi dari pengetahuan, budaya, tradisi, dan mindset masyarakat yang melahirkannya. Pengumpulan data diawali dengan studi pustaka dan selanjutnya studi lapangan dengan teknik wawancara, observasi, perekaman, pencatatan, dan pengarsipan.
Analisis struktural cerita menunjukkan bahwa pertunjukan Barong Kemiren terbagi dalam 4 lakon yang masing-masing memiliki alur tradisional yang sudah tetap. Tokoh-tokoh yang ada dalam pertun-jukan Barong Kemiren adalah manusia, raksasa, binatang jadi-jadian dan jin. Sebagian besar adegan dalam pertunjukan Barong Kemiren berlatar sebuah hutan belantara imajiner, hal ini mendukung tema utama dalam seluruh lakon ini yaitu perjuangan manusia dalam relasinya dengan sesama manusia, alam, dan makhluk halus. Analisis feminis yang berhubungan dengan peran dan relasi gender dalam seluruh lakon Barong Kemiren memperlihatkan adanya perlawanan tokoh perempuan terhadap dominasi tokoh laki-laki demi mencapai kesetaraan gender melalui jalan dan bentuk yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa tema kesetaraan gender telah ada pada kultur masyarakat Using sejak dahulu seperti terefleksikan dalam lakon Barong Kemiren dan secara tersirat menunjukkan nilai-nilai kearifan lokal tentang pola relasi ideal laki-laki perempuan yang setara untuk mencapai harmoni dalam kehidupan.
Kata Kunci: peran gender, relasi gender, sastra lisan, lakon Barong Using Kemiren, analisis struktural-feminis
bagi masyarakat, yakni secara ekonomi, sosial dan budaya, juga bisa menimbulkan
dampak permasalahan bagi masyarakat jika pengembangannya tidak dipersiapkan dan
dikelola dengan baik. Salah satu pendekatan yang dapat dipergunakan guna
mengembangkan kegiatan pariwisata adalah konsep desa wisata dan ekowisata berbasis
partisipasi masyarakat. Berbeda dengan pariwisata konvensional, desa wisata dan
ekowisata merupakan kegiatan wisata yang memberikan dampak langsung terhadap
konservasi kawasan, berperan dalam usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal,
serta mendorong konservasi dan pembangunan berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji aktifitas pengelolaan Kemiren sebagai
desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat, 2) memetakan faktor
pendukung dan penghambat pengembangan pariwisata berbasis partisipasi masyarakat,
3) mengkaji bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pariwisata, dan 4)
merancang model atau strategi pengembangan desa wisata dan ekowisata berbasis
partisipasi masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian deskriptif kualitatif yang berlangsung
sejak Mei hingga September 2013 ini menerapkan teknik observasi, wawancara, dan
dokumentasi untuk mengumpulkan data, metode analisis interaktif untuk mengolah data,
dan analisis kuantitatif SWOT untuk merumuskan model atau strategi pengembangan
desa wisata dan ekowisata yang paling tepat bagi Desa Kemiren.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kemiren memiliki 5 daya tarik wisata utama,
yaitu seni tradisi, ritual adat, arsitektur tradisional, suasana alam pedesaan dan tradisi
budidaya padi serta anjungan wisata. Aktifitas pengelolaan kelima daya tarik tersebut
dalam sebuah desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat telah berjalan,
tetapi masih belum maksimal karena 14 faktor pendukung dan 10 faktor penghambat.
Sementara itu terdapat 5 tipologi partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa
wisata dan ekowisata di Kemiren, yaitu partisipasi pasif, partisipasi dalam pemberian
informasi, partisipasi dengan konsultasi, partisipasi untuk mendapatkan insentif materi,
dan partisipasi fungsional. Hasil penilaian faktor internal dan eksternal (analisis
kuantitatif SWOT) Desa Kemiren untuk pengembangan desa wisata dan ekowisata
berbasis partisipasi masyarakat secara keseluruhan dijabarkan dalam 15 strategi prioritas
pengembangan.
Kata kunci: strategi pengembangan, desa wisata, ekowisata, partisipasi masyarakat,
Kemiren
Penelitian yang berorientasi pada terjemahan ini bersifat deskriptif kualitatif dengan disain studi kasus terpancang. Data primernya yang berupa istilah budaya Using dan terjemahannya diambil dari tiga publikasi pariwisata dwibahasa Kabupaten Banyuwangi. Data primer yang terkumpul diolah dengan pendekatan content analysis untuk mendapatkan data tentang kualitas terjemahan yang terkait dengan ideologi dan strategi penerjemahan. Sementara itu teknik kuesioner diterapkan untuk mendapatkan data tentang kualitas terjemahan yang terkait dengan tingkat keterbacaan terjemahan. Untuk memvalidasi tanggapan pembaca sasaran yang diberikan pada kuesioner dipakai teknik wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi penerjemahan yang diterapkan berjumlah 12, yaitu peminjaman murni (34,02%), transposisi (23,19%), sinonim (17,78%), padanan deskriptif (6,70%), penghilangan (4,12%), penambahan-semantik (3,35%), penambahan-struktural (3,35%), penyusutan (2,8%), perluasan (2,57%), terjemahan resmi (1,3%), analisis komponensial (0,5%) dan padanan budaya (0,26%) dan dengan kecenderungan pemakaian ideologi domestikasi. Dari 381 data primer, 320 (83,99%) diterjemahkan secara akurat, 44 (11,55%) diterjemahkan secara kurang akurat, dan 17 (4,46%) diterjemahkan secara tidak akurat. Dari tingkat keberterimaannya, 261 (94,75%) berterima, 3 (0,79%) kurang berterima, dan 17 (4,46%) tidak berterima. Dari tingkat keterbacaan, 176 (46,19%) memiliki tingkat keterbacaan tinggi dan 205 (53,81%) memiliki tingkat keterbacaan sedang.
Kata Kunci: ideologi penerjemahan, strategi penerjemahan, istilah budaya Using, kualitas terjemahan, publikasi pariwisata dwibahasa
Banyuwangi in the past had been one of multicultural regions inhabited by various ethniques. Using (Osing) ethnique community in Banyuwangi, regarded as the heir of Blambangan Kingdom in the past, becoming important actors in shaping Banyuwangi identity today. Through the long historical process colored by cultural hibridity, Using community does cultural dialectic towards foreign domination and forces represented in the local language and various forms of oral traditions, folk arts and ethnique rites.
This article aims at studying Using cultural hibridity process in becoming the dominant discourse of ethno-cultural identity of today Banyuwangi which shaping the town identity and, massively, becoming cultural commodification object. The analysis makes use of cultural identity, hibridity and commodification theories in hegemonic perspective. Using ethno-cultural identity becomes an important part of the local government cultural policies conducted through the controls, identity enforcement, promotion and cultural commodification. The result shows that the efforts in reconstructing Using culture as local and urban identity of Banyuwangi through those cultural policies implemented in the forms of rules and regulations, trainings and formalization of traditional arts, the creation of symbols and physical signs, the use of mass media and publication, and cultural performances and festivals.
Keywords: Using ethnique community, cultural hibridity, identity, cultural commodification
Buku tentang makanan ritual Osing ini sesungguhnya hanya membahas sebagian kecil dari pesona kekayaan makanan ritual di Banyuwangi. Terbagi menjadi lima bab, isi buku ini pada beberapa bagian diperkaya dengan resep makanan ritual yang mudah diikuti, disertai foto-foto berwarna tentang dapur, resep, dan hidangan ritual pada setiap bab. Panduan tahap demi tahap memungkinkan pembaca untuk menciptakan kembali budaya makanan ritual Osing yang unik dalam kenyamanan dapur mereka sendiri. Meskipun demikian, nilai paling utama sesungguhnya dari makanan ritual Osing adalah komunalitas, kerukunan yang mewujud dalam budaya makan bersama.