Background: Preterm neonates are at a high risk of respiratory depression at birth. Incidence of ... more Background: Preterm neonates are at a high risk of respiratory depression at birth. Incidence of respiratory distress is reported in 60-80% of the neonates born with the gestational age of less than 28 weeks and 15-30% of the neonates with the gestational age of less than 32-34 weeks. The present study aimed to compare the incidence and risk of failed extubation in using caffeine and aminophylline in the preterm neonates with the gestational age of ≤30 weeks in the periextubation period. Methods: This single-centered, parallel, open-label, randomized controlled trial was conducted in a tertiary care referral hospital in India during June 2014-2016. Neonates with the gestational age of ≤30 weeks who were intubated for a minimum of 24 hours were enrolled in the study. Neonates with major anomalies, heart disease, and sepsis were excluded from the study. After the random allocation of the infants to treatment with the standard dose of caffeine citrate and aminophylline methylxanthine, ...
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah wilayah tertua kedua di Indonesia setelah Jawa Timur, yan... more Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah wilayah tertua kedua di Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian Indonesia. Provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi khusus. Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Kesultanan Yogyakarta dan jugaKadipaten Paku Alaman, sebagai cikal bakal atau asal usul DIY, memiliki status sebagai "Kerajaan vasal/Negara bagian/Dependent state" dalam pemerintahan penjajahan mulai dari VOC , Hindia Perancis (Republik Bataav Belanda-Perancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris), Hindia Belanda (Kerajaan Nederland), dan terakhir Tentara Angkatan Darat XVI Jepang (Kekaisaran Jepang). Oleh Belanda status tersebut disebut sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh Jepang disebut dengan Koti/Kooti. Status ini membawa konsekuensi hukum dan politik berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayah [negaranya] sendiri di bawah pengawasan pemerintah penjajahan tentunya. Status ini pula yang kemudian juga diakui dan diberi payung hukum oleh Bapak Pendiri Bangsa IndonesiaSoekarno yang duduk dalam BPUPKI dan PPKI sebagai sebuah daerah bukan lagi sebagai sebuah negara [1] . Sambutan Proklamasi di Yogyakarta (18/19-08-1945)[sunting | sunting sumber] Tanggal 18 [2][3] atau 19 [4] Agustus 1945, Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) dan Sri Paduka Paku Alam VIII (PA VIII) mengirimkan ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta atas kemerdekaan Indonesia dan atas terpilihnya mereka sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Selain itu juga dikirimkan ucapan terima kasih kepada KRT Rajiman Wediodiningrat (mantan ketua BPUPKI) dan PenguasaJepang Nampoo-Gun Sikikan Kakka dan Jawa Saiko Sikikan beserta stafnya [2] . Pada 19 Agustus 1945 Yogyakarta Kooti Hookookai mengadakan sidang dan mengambil keputusan yang pada intinya bersyukur pada Tuhan atas lahirnya Negara Indonesia, akan mengikuti tiap-tiap langkah dan perintahnya, dan memohon kepada Tuhan agar Indonesia kokoh dan abadi [4] . Sidang PPKI Membahas Daerah Istimewa (19-08-1945)[sunting | sunting sumber] Di Jakarta pada 19 Agustus 1945 terjadi pembicaraan serius dalam sidang PPKI membahas kedudukan Kooti [1] . Sebenarnya kedudukan Kooti sendiri sudah dijamin dalam UUD, namun belum diatur dengan rinci [5] . Dalam sidang itu Pangeran Puruboyo, wakil dari Yogyakarta Kooti, meminta pada pemerintah pusat supaya Kooti dijadikan 100% otonom, dan hubungan dengan Pemerintah Pusat secara rinci akan diatur dengan sebaik-baiknya. Usul tersebut langsung ditolak oleh Soekarno karena bertentangan dengan bentuk negara kesatuan yang sudah disahkan sehari sebelumnya. Puruboyo menerangkan bahwa banyak kekuasaan sudah diserahkan Jepang kepada Kooti, sehingga jika diambil kembali dapat menimbulkan keguncangan. Ketua Panitia Kecil PPKI untuk Perancang Susunan Daerah dan Kementerian Negara , Oto Iskandardinata, dalam sidang itu menanggapi bahwa soal Kooti memang sangat sulit dipecahkan sehingga Panitia Kecil PPKI tersebut tidak membahasnya lebih lanjut dan menyerahkannya kepada beleid Presiden. Akhirnya dengan dukungan Mohammad Hatta, Suroso, Suryohamijoyo, dan Soepomo, kedudukan Kootiditetapkan status quo sampai dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Pemerintahan
Background: Preterm neonates are at a high risk of respiratory depression at birth. Incidence of ... more Background: Preterm neonates are at a high risk of respiratory depression at birth. Incidence of respiratory distress is reported in 60-80% of the neonates born with the gestational age of less than 28 weeks and 15-30% of the neonates with the gestational age of less than 32-34 weeks. The present study aimed to compare the incidence and risk of failed extubation in using caffeine and aminophylline in the preterm neonates with the gestational age of ≤30 weeks in the periextubation period. Methods: This single-centered, parallel, open-label, randomized controlled trial was conducted in a tertiary care referral hospital in India during June 2014-2016. Neonates with the gestational age of ≤30 weeks who were intubated for a minimum of 24 hours were enrolled in the study. Neonates with major anomalies, heart disease, and sepsis were excluded from the study. After the random allocation of the infants to treatment with the standard dose of caffeine citrate and aminophylline methylxanthine, ...
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah wilayah tertua kedua di Indonesia setelah Jawa Timur, yan... more Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah wilayah tertua kedua di Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk oleh pemerintah negara bagian Indonesia. Provinsi ini juga memiliki status istimewa atau otonomi khusus. Status ini merupakan sebuah warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Kesultanan Yogyakarta dan jugaKadipaten Paku Alaman, sebagai cikal bakal atau asal usul DIY, memiliki status sebagai "Kerajaan vasal/Negara bagian/Dependent state" dalam pemerintahan penjajahan mulai dari VOC , Hindia Perancis (Republik Bataav Belanda-Perancis), India Timur/EIC (Kerajaan Inggris), Hindia Belanda (Kerajaan Nederland), dan terakhir Tentara Angkatan Darat XVI Jepang (Kekaisaran Jepang). Oleh Belanda status tersebut disebut sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh Jepang disebut dengan Koti/Kooti. Status ini membawa konsekuensi hukum dan politik berupa kewenangan untuk mengatur dan mengurus wilayah [negaranya] sendiri di bawah pengawasan pemerintah penjajahan tentunya. Status ini pula yang kemudian juga diakui dan diberi payung hukum oleh Bapak Pendiri Bangsa IndonesiaSoekarno yang duduk dalam BPUPKI dan PPKI sebagai sebuah daerah bukan lagi sebagai sebuah negara [1] . Sambutan Proklamasi di Yogyakarta (18/19-08-1945)[sunting | sunting sumber] Tanggal 18 [2][3] atau 19 [4] Agustus 1945, Sultan Hamengku Buwono IX (HB IX) dan Sri Paduka Paku Alam VIII (PA VIII) mengirimkan ucapan selamat kepada Soekarno-Hatta atas kemerdekaan Indonesia dan atas terpilihnya mereka sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Selain itu juga dikirimkan ucapan terima kasih kepada KRT Rajiman Wediodiningrat (mantan ketua BPUPKI) dan PenguasaJepang Nampoo-Gun Sikikan Kakka dan Jawa Saiko Sikikan beserta stafnya [2] . Pada 19 Agustus 1945 Yogyakarta Kooti Hookookai mengadakan sidang dan mengambil keputusan yang pada intinya bersyukur pada Tuhan atas lahirnya Negara Indonesia, akan mengikuti tiap-tiap langkah dan perintahnya, dan memohon kepada Tuhan agar Indonesia kokoh dan abadi [4] . Sidang PPKI Membahas Daerah Istimewa (19-08-1945)[sunting | sunting sumber] Di Jakarta pada 19 Agustus 1945 terjadi pembicaraan serius dalam sidang PPKI membahas kedudukan Kooti [1] . Sebenarnya kedudukan Kooti sendiri sudah dijamin dalam UUD, namun belum diatur dengan rinci [5] . Dalam sidang itu Pangeran Puruboyo, wakil dari Yogyakarta Kooti, meminta pada pemerintah pusat supaya Kooti dijadikan 100% otonom, dan hubungan dengan Pemerintah Pusat secara rinci akan diatur dengan sebaik-baiknya. Usul tersebut langsung ditolak oleh Soekarno karena bertentangan dengan bentuk negara kesatuan yang sudah disahkan sehari sebelumnya. Puruboyo menerangkan bahwa banyak kekuasaan sudah diserahkan Jepang kepada Kooti, sehingga jika diambil kembali dapat menimbulkan keguncangan. Ketua Panitia Kecil PPKI untuk Perancang Susunan Daerah dan Kementerian Negara , Oto Iskandardinata, dalam sidang itu menanggapi bahwa soal Kooti memang sangat sulit dipecahkan sehingga Panitia Kecil PPKI tersebut tidak membahasnya lebih lanjut dan menyerahkannya kepada beleid Presiden. Akhirnya dengan dukungan Mohammad Hatta, Suroso, Suryohamijoyo, dan Soepomo, kedudukan Kootiditetapkan status quo sampai dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Pemerintahan
Uploads
Papers by muhammad najih