: The Quran is not a book that goes down in a vacuum culture. The Qur'an always comes down to... more : The Quran is not a book that goes down in a vacuum culture. The Qur'an always comes down to answer all the problems. So every verse that descends, must be understood as the context or challenges it faces. In 'ulûm al-qurân this problem is called asbâb al-nuzûl.This paper attempts to explain various scholars' views on the science of asbâb al-nuzûl and some information about the technical application of ayat. This paper provides enough evidence that the ‘ilm of asbâb al-nuzûl that has been compiled by the scholars from generation to generation can be called established and comprehensive.Key Word : al-Quran, ‘ulûm al-Qurân, asbâb al-nuzûl. Abstrak : Al-Quran bukanlah kitab yang turun dalam keadaan vakum budaya. Al-Quran selalu turun untuk menjawab semua problem yang ada. Maka setiap ayat yang turun, harus difahami sebagaimana konteks atau tantangan yang sedang dihadapinya. Dalam ‘ulûm al-qurân permasalahan ini disebut dengan asbâb al-nuzûl.Tulisan ini mencoba menerangkan ...
Ibn Taimiyyah's thinking is one of the most important references in the world of Islamic thought.... more Ibn Taimiyyah's thinking is one of the most important references in the world of Islamic thought. Two fatwas concerning the status of Khidhir's immortality based on Ibn Taimiyyah show that. This research attempts to uncover both types of fatwas and compare them with Ibn Taimiyyah's thoughts in general. This research shows that beliefs about Khidhir's life or death are beliefs based on legitimate sources.
This article aims to examine the concept of asbāb al-nuzul which has been misunderstood by ulama ... more This article aims to examine the concept of asbāb al-nuzul which has been misunderstood by ulama and thus produces misleading conclusions. The results of this study indicate that Abu Zayd's criticism of the established concept of asbāb al-nuzūl in the ‘ulūm Al-Qurān was focused on the problem of the relation between the text and realities. According to him, the study of the first scholars was too focused on the Koran itself and the Prophet's person as the recipient of revelation, but they forgot the community around the Prophet which was the most important element of reality that existed at that time. Whereas for Abu Zayd, the existence of asbāb al-nuzūl is strong evidence to show the relationship and dialectic between text and reality. To elaborate on his conception, Abu Zayd elaborated on four basic problems, namely regarding the reasons for the Al-Qur'an's a gradual descent, the gradual model of decline, the concept of Dalāllah in understanding a verse and its rel...
The main problem in this study is to uncover three problems related to women in the time of Muham... more The main problem in this study is to uncover three problems related to women in the time of Muhammad. First, regarding the position of women during the time of Muhammad. Second, concerning the extent of women's involvement in various activities during the time of Muhammad, both in the period before and after it. Third, what problems were faced by women at that time and how they affected their activities. This research is based on the library research of the earliest classic books in the UIN SGD Bandung Library and the al-Musaddadiyyah Garut Foundation Library, such as Ibn Ishaq, Ibn Hisham, al-Waqidi, Ibn Sa'd, and al-Tabari. The results of this study indicate that Muhammad was a person who cared deeply about human rights especially those relating to women. This conclusion is proven by his attitude which always defends the oppressed. He always displayed this defence attitude before being appointed as a prophet, and even more firmly when he was appointed as a prophet. The different characteristics of Muhammad's attitude towards women before and after the prophecy were influenced by economic factors, security, and the social system that prevailed in each of these periods.
Abstrak: Dua sebab utama yang berkait-rapat mencetuskan falsafah pluralisme agama ialah faham eks... more Abstrak: Dua sebab utama yang berkait-rapat mencetuskan falsafah pluralisme agama ialah faham ekslusivisme Barat Kristen dan pengaruh-Pencerahan (Enlightenment) terhadap disiplin pengkajian agama (religious studies). Menggunakan pendekatan sejarah, kertas kerja ini tidak bersifat deskriptif semata-mata. Sebaliknya ia menilai dengan kritis kedudukan falsafah pluralisme agama dalam perspektif sejarah, asal-usul dan latar belakang tumbuh dan berkembangnya falsafah ini semenjak akhir kurun yang ke-20. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Menurut hemat penulis setidaknya ada dua persoalan yang penting dikemukakan terkait dengan tema ini. Persoalan yang pertama, menyangkut istilah "kontemporer" yang cenderung digunakan banyak orang untuk menggambarkan istilah "kekinian", 1 tapi tidak ada batasan yang jelas mengenai waktu yang menunjukkan makna kekinian tersebut. Jika kontemporer diartikan aktual, penulis melihat pluralisme tidak tepat di posisikan sebagai isu kontemporer oleh karena isu ini merupakan isu yang hangat diperbincangan pada pada era 1990-an hingga awal tahuan 2000-an. Sesungguhnya masih banyak isu yang lebih tepat dikategorikan sebagai isu kontemporer, seperti isu kebebasan beragama dan berkeyakinan, yang sebenarnya masih dikaitkan juga dengan paham pluralisme. Akan tetapi, pluralisme masih bisa dikategorikan sebagai isu kontemporer jika kontemporer dimaknai sebagai masa sepuluh atau dua puluh tahun terakhir. Persoalan yang kedua, berkaitan dengan pemaknaan pluralisme itu sendiri. Ketika tema Islam dan pluralisme diangkat ke permukaan, maka ia akan menyulut perdebatan panjang. Istilah "perdebatan" tentu menggambarkan adanya dua pandangan yang berbeda, dan tentu saja perbedaan tersebut memiliki argumentasi masing-masing. Hal ini dapat berarti bahwa pluralisme bukan merupakan faham yang ditentang oleh seluruh umat Islam dan bukan pula sebaliknya. Dengan kata lain, 1 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia. (Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta, 2008).
Pendahuluan Ketika mengawali pembicaraan mengenai peradaban Islam, al-Faruqi menegaskan bahwa int... more Pendahuluan Ketika mengawali pembicaraan mengenai peradaban Islam, al-Faruqi menegaskan bahwa intisari dari peradaban Islam adalah Islam itu sendiri, dan intisari dari Islam adalah tauhid. 1 Berawal dari premis yang pertama, bahwa intisari peradaban Islam adalah agama Islam itu sendiri, merupakan ungkapan yang tidak dianggap berlebihan. Karena mayoritas umat Islam meyakini bahwa Islam merupakan agama yang sempurna. Sehingga Islam dalam term al-Quran disebut sebagai dîn. Ketika Islam difahami sebagai dîn, maka ia harus difahami sesuai dengan makna yang tergambar dalam al-Quran dan Bahasa Arab. Sebenarnya kata dîn (d-y-n) dalam Bahasa Arab memiliki banyak makna yang berhubungan secara konseptual. Dalam kamus Lisân al-'Arab, kata d-y-n memiliki empat makna dasar, yaitu : 1. keadaan berhutang; 2. penyerahan diri; 3. kuasa peradilan; dan 4. kecenderungan alami. Dari makna ketiga muncul sebuah kata "madînah" sebagai isim makân 2 dari kata d-y-n, yang bermakna tempat peradilan. Singkatnya madînah adalah sebuah tempat yang memiliki seorang hakim atau penguasa yang menegakkan hukum peradilan. Kata d-y-n pun memiliki keterkaitan makna konseptual dengan kata yang hampir mirip, yakni maddana yang berarti membangun atau membina kota. Dan dari kata ini muncul kata tamaddun sebagai bentuk mashdar-3 nya, yang bermakna "peradaban". 4 Dan dari dasar Islam sebagai dîn inilah kemudian lahir Islam sebagai tamaddun dan Islam sebagai madînah. Maka tepat bila al-Faruqi menganggap bahwa intisari dari peradaban Islam adalah Islam itu sendiri, dan dari dasar seperti inilah Islam tumbuh menjadi sebuah peradaban gemilang yang pernah menjadi kiblat dunia. Sedangkan dari premis kedua, disebutkan bahwa intisari Islam itu adalah tauhid. Secara tradisional dan sederhana, tauhid adalah keyakinan dan kesaksian bahwa "tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah". Makna sederhana ini memberikan makna dan indikasi yang sangat kaya dan agung, terutama ketika dimasukkan dalam konsep epistemologi Islam. Karena dari dasar tauhid inilah bangunan epistemologi Islam menjadi sebuah bangunan yang integral dan holistik. Dan dari bangunan epistemologi seperti inilah Islam membangun peradabannya yang sangat mengagumkan. Maka al-Faruqi sangat tepat ketika menyatakan bahwa tauhid-lah yang telah memberikan identitas peradaban Islam, yang mengikat semua bagian-bagiannya, sehingga menjadikan mereka suatu badan yang integral dan organik. 5 Dari kedua premis di atas, penulis akan mencoba mengkaji kemajuan keilmuan dan peradaban Islam pada Dinasti Abbasiyah. Dan dari kedua premis ini, penulis akan mencoba mengemukakan sebab-sebab kemajuan peradaban Islam pada Dinasti Abbasiyah yang sangat sulit untuk diwujudkan kembali pada masa ini.
A. Pendahuluan Kemunduran dan kejatuhan Dinasti Shafawiyyah, yang berkuasa di Persia selama lebih... more A. Pendahuluan Kemunduran dan kejatuhan Dinasti Shafawiyyah, yang berkuasa di Persia selama lebih dari dua abad (1501-1736 M) merupakan peristiwa sejarah yang penting untuk dikaji. Karena, secara tidak langsung, peristiwa sejarah tersebut merupakan bagian dari penyebab munculnya kembali otoritas non formal yang dimiliki ulama di kawasan tersebut. Di Persia, negeri yang kemudian berubah nama menjadi Iran, para ulama mendapatkan posisinya di masyarakat dan dapat memerintahkan ketaatan dan kepatuhan orang-orang Iran lebih efektif dari pada shah yang mana pun sehingga ulama di Iran memiliki kekuasaan yang tidak ada duanya di dunia Muslim. Berbekal otoritas yang dimilikinya sebagai seorang ulama kharismatik, Khomeini berhasil memimpin revolusi Islam Iran pada tahun 1979, dia diakui sebagai Marjâ' Taqlîd Muthlaq (pemimpin agama tertinggi dalam Islam Syiah). Pada perkembangan selanjutnya disusunlah Undang Undang Dasar Republik Islam Iran tahun 1979 yang di antara pasalnya (pasal 107) menetapkan Khomeini sebagai pemimpin spiritual (Faqîh) yang mempunyai kekuasaan otoritatif atas masalah politik dan agama. 1 Dengan demikian, otoritas non formal yang dimiliki ulama menjadi otoritas formal. Fuad Baali meringkas siklus kekusaan dalam pandangan Ibn Khaldun, sebagaimana yang dikutip oleh Syafi'i Ma'arif, menjadi lima fase. Pertema, fase mengalahkan musuh dan mempertahankan kekuasaannya. Fase kedua, masa pemerintahan secara otokratik dan melenyapkan semua saingan politiknya. Ketiga, fase ketenangan dan kesenangan yang ditandai dengan cara hidup yang mewah dan membangun bangunan monumen dan peradaban. Keempat, fase berdamai dengan musuh dan penguasa sudah merasa puas dengan apa yang dimiliki dan diwariskan oleh leluhurnya. Fase kelima dan terkhir adalah fase pemborosan kemewahan. Pemerintah memungut pajak yang sangat tinggi dari rakyat yang digunakannya untuk bersenang-senang. Dengan cara seperti inilah para penguasa menghancurkan apa yang telah dibangun oleh para pendahulunya. Akibatnya negara menjadi berantakan. 2 Dari uraian di atas, penulis menfokuskan kajian pada tiga masalah, yaitu 1) deskripsi kerajaan Shafawiyyah, 2) kemundurannya, dan 3) kejatuhannya. Kajian tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari segi yang lain, kajian ini termasuk jenis kajian pustaka (library research), yaitu kajian yang dilakukan dengan cara mencari informasi dan data dari karya pustaka. Karya pustakan diharapkan dapat memberikan data yang dibutuhkan dalam kajian ini. Supaya pembahasan dapat dilakukan secara tererah dan sistematis, pembahasan dalam makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Pertama, pengantar yang meliputi uraian mengenai identifikasi permasalah yang menjadi fokus kajian, pendekatan dan jenis kajian, dan sitematika pembahasan.
Pendahuluan Transformasi masyarakat dunia menuju masyarakat modern menyimpan sejumlah persoalan. ... more Pendahuluan Transformasi masyarakat dunia menuju masyarakat modern menyimpan sejumlah persoalan. Salah satu persoalan yang paling menonjol adalah ketika modernisasi itu dibenturkan dengan tradisi. Islam yang mengikuti arus perkembangan zaman juga tak luput dilanda fenomena tersebut. Mereka yang tercerabut dari akar tradisinya, terkesan antipati dengan tradisi, lalu mengabaikan filosofi dan sejarah terbentuknya tradisi. Begitupula dengan mereka yang kaku dengan perubahan, selalu mencurigai modernisasi sebagai racun yang harus selalu dihindari. Perbincangan tentang modernisasi telah menyita perhatian dan konsentrasi para sarjana, baik Muslim maupun non-Muslim. Hal ini dibuktikan dengan telah lahirnya beragam karya dan pemikiran di berbagai bidang menunjukkan modernisasi telah mendapat tempat yang cukup proporsional dalam kajian global atau dunia yang luas ini, bahkan ditambah lagi dengan intensnya upaya pembaharuan tersebut dilakukan secara serentak dan kompak baik di dunia Islam sendiri maupun di luar dunia Islam, merupakan suatu kemajuan dan arus deras yang tidak dapat dihentikan demi menciptakan perbaikan dalam segala bidang kemanusiaanya. Ketika modernisasi telah mulai digalakan, muncullah reaksi dari beberapa kalangan yang mengatasnamakan tradisi. Kelompok ini menilai bahwa modernisasi tiada lain adalah imperialisme dalam jubah peradaban. Bahkan sebagian kalangan yang ekstrem menganggap bahwa semua yang berbau Barat, termasuk modernisasi, adalah sebuah bentuk kekafiran. Mereka menyuarakan "keautentikan" yang mereka anggap sebagai sebuah identitas yang harus diselamatkan. Konsep 'keautentikan" mulai dihadapkan dengan konsep "kemodernan" sebagai kunci untuk memahami aspirasi masyarakat di dunia non-Barat. Pada tahun 1960-1970-an, negra-negara baru di Asia dan Afrika membutuhkan lebih banyak modal, sekolah, fasilitas komunikasi, industri, ahli teknologi, dan segala yag dianggap perlu untuk meniru pola pembangunan ekonomi Barat. Teori-teori modernisasi Barat mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan itu dan menumbuhkannya. Namun, Revolusi Iran pada tahun 1978-1979 mengguncang kemapanan teori dan praktik pembangunan sebagai fenomena yang universal. Maka konsep kemodernan pun dicurigai sebagai konsep yang berasal dari Barat yang alih-alih akan memberikan kebahagiaan dan kemudahan hidup, justru akan menyebabkan kegocangan dalam moral, dan akan menimbulkan dampak sosial yang buruk. Maka atas dasar penilaian yang negatif terhadap Barat, dan berimbas pula terhadap semua produk yang dihasilkannya terutama konsep kemodernan, maka di sebagian negara non-Barat kebutuhan akan kemodernan tergeser oleh kebutuhan untuk mencari keautentikan. 1 Dari permasalahan di atas memuncullah sebuah masalah baru, dimana masyarakat dituntut supaya bisa merumuskan agenda-agendanya secara bersama yang mencerminkan kekayaan budaya masyarakat itu sendiri, bukan berdasarkan teori perencanaan Barat.dan konsep keautentikan masyarakat seperti itu bisa bersebrangan dengan keautentikan individu yang memiliki kebebasan memilih. Keautentikan individu menghendaki penolakan radikal terhadap standar luar, baik yang berasal dari tradisi ataupun modern. Keautentikan individu menuntut bahwa 1 Robert D Lee, Mencari Islam Autentik, terj. Ahmad Baiquni, (Bandung: Mizan, 2000), hal. 11.
Pengantar Sejarah dan peradaban Islam merupakan bagian penting yang tidak mungkin dipisahkan dari... more Pengantar Sejarah dan peradaban Islam merupakan bagian penting yang tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan kaum Muslimin dari masa ke masa. Dengan memahami sejarah dengan baik dan benar, kaum Muslimin bisa bercermin untuk mengambil banyak pelajaran dan membenahi kekurangan atau kesalahan mereka guna meraih kejayaan dan kemuliaan dunia dan akhirat. Sejarah memiliki nilai dan arti penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Hal tersebut dikarenakan sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi perkembangan kehidupan manusia. Dengan mengkaji sejarah, dapat diperoleh informasi tentang aktifitas peradaban Islam dari zaman Rasulullah sampai sekarang, mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran, dan kebangkitan kembali agama Islam. Selain itu dengan mempelajari sejarah peradaban Islam diharapkan seseorang dapat memiliki kemauan untuk melakukan pembangunan dan pengembangan peradaban Islam dan dapat pula menyelesaikan problematika peradaban Islam pada masa kini, serta dapat memunculkan sikap positif terhadap berbagai perubahan sistem peradaban Islam. 1 Tulisan ini akan mencoba membahas keterkaitan antara pelajaran sejarah dengan konsep pendidikan serta peranannya dalam mengambangkan potensi peserta didik serta menciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif. Pengertian Pendidikan dan Sejarah 1. Pengertian Pendidikan Menurut Ahmad Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama. 2 Jadi dalam pendidikan itu terdapat unsur-unsur: 1. Usaha atau kegiatan yang bersifat bimbingan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2. Ada pembimbing. 3. Ada yang dibimbing atau si terdidik. 4. Bimbingan itu memiliki dasar dan tujuan yang jelas. 5. Menggunakan alat atau fasilitas. Digunakannya istilah bimbingan atau pimpinan merupakan pilihan term yang tepat sekali. Karena bimbingan atau pimpinan mengindikasikan adanya sifat hubungan yang diperlukan dalam usaha-usaha pendidikan. Selain itu kata bimbingan juga mengandung pesan bahwa pendidikan itu tidak sekaligus jadi. Dengan kata lain bimbingan itu merupakan sebuah proses yang berkelanjutan yang mengarahkan si terdidik mengalami proses ke arah kedewasaan jasmaniah dan rohaniah. 1 Muhammad al-Ghazali, Fiqih Sirah, (Bandung: PT al-Ma'arif, 1988), hal. 9. 2 Ahmad Marimba, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT al-Ma'arif, 1981), hal. 19.
Pendahuluan Ketahuilah, bahwa sesunguhnya kelurusan ajaran Nabi Ibrahim 'alaihis salam adalah ber... more Pendahuluan Ketahuilah, bahwa sesunguhnya kelurusan ajaran Nabi Ibrahim 'alaihis salam adalah beribadah kepada Allah secara ikhlas dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman [artinya]: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (Adz-Dzariyaat1:56) Dan bila Anda telah tahu bahwasanya Allah menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa ibadah tidak disebut ibadah kecuali bila disertai dengan tauhid. Sebagaimana shalat, tidaklah disebut shalat bila tidak disertai dengan bersuci. Bila ibadah dicampuri syirik, maka rusaklah ibadah itu, sebagaimana rusaknya shalat bila disertai adanya hadats (tidak suci). Allah berfirman [artinya]:" Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka" (At-Taubah: 17). Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa ibadah yang bercampur dengan kesyirikan akan merusak ibadah itu sendiri. Dan ibadah yang bercampur dengan syirik itu akan menggugurkan amal sehingga pelakunya menjadi penghuni neraka, Allah berfirman [artinya]: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (AnNisaa': 48) Kemurnian ibadah akan mampu dicapai bila memahami 4 kaidah yang telah Allah nyatakan dalam firman-Nya: Kaidah Pertama Engkau harus mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka meyakini bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfa'at, Yang memberi madharat, Yang mengatur segala urusan (tauhid rububiyah). Tetapi semuanya itu tidak menyebabkan mereka sebagai muslim, Allah berfirman: "Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Allah'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa [kepada-Nya]." (Yunus:31) Kaidah Kedua Mereka (musyrikin) berkata :"Kami tidak berdo'a kepada mereka (Nabi, orang-orang shalih dll) kecuali agar bisa mendekatkan kepada Allah dan mereka nantinya akan memberi syafa'at. Maksud kami kepada Allah, bukan kepada mereka. Namun hal tersebut dilakukan dengan cara melalui syafaat dan mendekatkan diri kepada mereka". Dalil tentang mendekatkan diri yaitu firman Allah [artinya]:"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):"Kami tidak menyembah mereka
Abstrak Pembunuhan terhadap Utsman ibn Affan dianggap sebagai awal mula perpecahan umat Islam. Se... more Abstrak Pembunuhan terhadap Utsman ibn Affan dianggap sebagai awal mula perpecahan umat Islam. Sebagian kalangan bahkan menuduh bahwa Utsman adalah salah satu aktor dalam kekacauan tersebut. Dari beberapa literatur yang didapatkan, banyak sekali yang menunjukkan bahwa Utsman adalah korban dari tragedi tersebut. Tulisan ini merupakan salah satu upaya untuk mencoba memaparkan peristiwa tragis terbut dengan memilah berita-berita yang sudah teruji kebenarannya. Semua data yang ada akan diolah dan direkonstruksi sebagaimana mestinya. Tulisan ini menunjukkan bahwa tuduhan buruk yang selama ini dituduhkan kepada Utsman merupakan tuduhan yang tanpa bukti. Tuduhan tersebut justeru muncul karena kesalahfahaman terhadap beberapa kebijakan Utsman. Kata Kunci : Utsman, fitnah, pembunuhan. Abstract The assassination of Uthman ibn Affan was seen as the beginning of the division of Muslims. Some even accused Uthman of being one of the actors in the chaos. From some of the literature obtained, there is a lot that shows that Uthman was a victim of the tragedy. This article is an effort to try to explain the tragic events by sorting out the news that have been verified. All existing data will be processed and reconstructed properly. This article shows that the bad allegations that have been accused of Uthman are allegations without proof. The accusation actually arose because of a misunderstanding of some of Uthman's policies. A. Pendahuluan Dalam beberapa literatur klasik disebutkan bahwa problematika pemikiran dalam Islam bertolak dari sebuah konflik yang berakhir dengan terbunuhnya khalifah yang ketiga, 'Utsman ibn ''Affan. Menurut Abu Hasan al-Asy'ari, perselisihan setelah wafatnya Rasulullah, sejak masa kekhilafahan Abu Bakar sampai 'Utsman hanyalah seputar masalah kepemimpinan. Tidak pernah terjadi perselisihan dalam hal lain di kalangan kaum muslimin pada waktu itu. Namun kemudian sebagian kaum muslimin tidak mau melegitimasi pemerintahan 'Utsman, terutama pada paruh akhir kekhilafahannya. Delegitimasi ini kemudian menjadi Permasalahan yang akut yang berlanjut dengan pembunuhan terhadap beliau. Dalam kasus ini, terjadi perbedaan
Penulis : Syaikh Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baz Terjemah: Shidqy Munjin الرحيم الرحمن الله... more Penulis : Syaikh Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baz Terjemah: Shidqy Munjin الرحيم الرحمن الله بسم Ini merupakan sebuah risalah yang sangat penting mengenai syarat-syarat sahnya ucapan "la ilaha illallah" yang disampaikan oleh Syaikh al-'Allamah al-Atsariy Abdul Aziz ibn Baz-semoga Allah merahmatinya. Syaikh-semoga Allah merahmatinya-mengatakan: Adapun syarat-sayarat (sahnya) "la ilaha illallah" adalah: 1. Al-'ilmu (tahu) yang berarti menegasikan ketidak tahuan. 1 2. Yakin yang berarti menegasikan keraguan. 3. Ikhlas yang merarti menegasikan kemusyrikan. 2 4. Jujur (al-shidq) yang berarti menegasikan kedustaan 3 5. Cinta yang berarti menegasikan kebencian. 6. Ketundukan yang berarti menegasikan kelalaian. 4 7. Penerimaan yang berarti meniadakan penolakan. 8. Kafir kepada semua yang disembah selain Allah. 5 Semua poin di atas sudah dihimpun dalam kedua bait di bawah ini; 1 Memahami makna serta kandungannya. 2 Ini adalah konsekuensi dari ucapan "la ilaha illallah". Sedangkan makna ikhlas di sini adalah menjauhi segala bentuk kemusyrikan dan bukan sekedar mengucapkannya saja, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab dalam Kitab al-Tauhid 3 Poin ini adalah pembeda antara orang mukmin yang mukhlis dengan orang munafik. 4 Poin ini menunjukkan bahwa aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah memasukkan amal sebagi bagian dari keimanan tidak sebagaimana yang diyakini oleh kelompok murji'ah. 5 Sesuatu yang disembah selain Allah biasa disebut dengan istilah "thagut". Dan ucapan la laha illallah tidak akan pernah sah sampai si pengucap itu benar-benar mengkufuri semua yang diibadahi dari selain Allah. Dan inilah yang disebut dengan rukun la ilaha illallah, la ilaha; yaitu menegasikan semua yang di sembah selain Allah (nafyun), dan illallah adalah menetapkan bahwa yang berhak diibadahi hanyalah Allah (itsbatun).
Merupakan perkara yang paling mengherankan, dan ini memang wilayah kekuasaan Allah ta'ala, yaitu ... more Merupakan perkara yang paling mengherankan, dan ini memang wilayah kekuasaan Allah ta'ala, yaitu adanya enam pokok permasalahan yang telah Allah jelaskan kepada kaum awam dengan sangat terang benderang, namun masih saja ada sekelompok orang yang disebut para ulama dan cendekiawan yang tergelincir dalam masalah ini kecuali sedikit sekali di antara mereka. Keenam pokok itu adalah; Pokok Pertama Penjelasan mengenai mengikhlaskan agama hanya untuk Allah semata dan tidak menyekutukannya serta penjelasan mengenai kebalikan dari itu semua, yakni syirik. Kebanyakan ayat al-Quran dalam menjelaskan pokok ini, dari berbagai segi dan bentuknya selalu menggunakan ungkapan yang bisa dipahami oleh orang-orang bodoh dari ummat ini. Namun fakta yang terjadi di kebanyakan orang-orang, justru pokok ini menjadi sesuatu yang seperti digambarkan oleh syetan, bahwa ikhlas itu hanya akan mengurangi hak-hak orang shaleh serta syiriklah yang sebenarnya menunjukkan kecintaan kepada orang shaleh dan para pengikutnya. Pokok Kedua Allah memerintahkan untuk selalu bersatu dalam agama ini serta melarang bercerai berai. Allah sudah menjelaskan perkara ini dengan sangat sempurna sehingga bisa dipahami oleh orang awam sekalipun. Allah melarang kita supaya jangan bercerai-berai sebagaimana ummat terdahulu, sehingga berujung pada kebinasaan. Dan tidak hanya itu, Allah pun menambah penjelasannya dalam sunnah, yang intinya perintah untuk bersatu dan larangan bercerai-berai. Tapi yang mengherankan, permasalahan ini menjadi terbalik. Justru sekarang dianggap bahwa perpecahan dalam masalah ushul (aqidah) dan furu' (fiqih) adalah buah dari ilmu dan pemahaman terhadap agama. Sedangkan seruan untuk bersatu malah dianggap sebagai seruan orang zindiq atau orang gila.
'ala) , Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi yang terahir Muhammad (Shalallahu 'alai... more 'ala) , Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi yang terahir Muhammad (Shalallahu 'alaihi Wassalam), para keluarga dan para Sahabat beliau, serta kepada orang-orang yang setia mengikuti petunjuk beliau. Selanjutnya : ketahuilah, wahai saudaraku kaum muslimin, bahwa Allah (Subhanahu wa Ta'ala) telah mewajibkan kepada seluruh hamba-hambaNya untuk masuk ke dalam agama Islam dan berpegang teguh denganya serta berhati-hati untuk tidak menyimpang darinya. Allah juga telah mengutus NabiNya Muhammad (Shalallahu 'alaihi Wassalam) untuk berdakwah ke dalam hal ini, dan memberitahukan bahwa barangsiapa bersedia mengikutinya akan mendapatkan petunjuk dan barangsiapa yang menolaknya akan sesat. Allah juga mengingatkan dalam banyak ayat-ayat Al-Qur'an untuk menghindari sebab-sebab kemurtadan, segala macam kemusyrikan dan kekafiran. Para ulama rahimahumullah telah menyebutkan dalam bab hukum kemurtadan, bahwa seorang muslim bisa di anggap murtad (keluar dari agama Islam) dengan berbagai macam hal yang membatalkan keislaman, yang menyebabkan halal darah dan hartanya dan di anggap keluar dari agama Islam. Yang paling berbahaya dan yang paling banyak terjadi ada sepuluh hal, yang di sebutkan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para ulama lainnya, dan kami sebutkan secara ringkas, dengan sedikit tambahan penjelasan untuk anda, agar anda dan orang-orang selain anda berhati hati dari hal ini, dengan harapan dapat selamat dan terbebas darinya.
far, Muhammad bin Jarir bin Yazid ath-Thabariy, al-Imâm al-'Allâmah, al-Hâfizh, seorang sejarawan... more far, Muhammad bin Jarir bin Yazid ath-Thabariy, al-Imâm al-'Allâmah, al-Hâfizh, seorang sejarawan. Beliau lahir tahun 224 H dan wafat 310 H.
: The Quran is not a book that goes down in a vacuum culture. The Qur'an always comes down to... more : The Quran is not a book that goes down in a vacuum culture. The Qur'an always comes down to answer all the problems. So every verse that descends, must be understood as the context or challenges it faces. In 'ulûm al-qurân this problem is called asbâb al-nuzûl.This paper attempts to explain various scholars' views on the science of asbâb al-nuzûl and some information about the technical application of ayat. This paper provides enough evidence that the ‘ilm of asbâb al-nuzûl that has been compiled by the scholars from generation to generation can be called established and comprehensive.Key Word : al-Quran, ‘ulûm al-Qurân, asbâb al-nuzûl. Abstrak : Al-Quran bukanlah kitab yang turun dalam keadaan vakum budaya. Al-Quran selalu turun untuk menjawab semua problem yang ada. Maka setiap ayat yang turun, harus difahami sebagaimana konteks atau tantangan yang sedang dihadapinya. Dalam ‘ulûm al-qurân permasalahan ini disebut dengan asbâb al-nuzûl.Tulisan ini mencoba menerangkan ...
Ibn Taimiyyah's thinking is one of the most important references in the world of Islamic thought.... more Ibn Taimiyyah's thinking is one of the most important references in the world of Islamic thought. Two fatwas concerning the status of Khidhir's immortality based on Ibn Taimiyyah show that. This research attempts to uncover both types of fatwas and compare them with Ibn Taimiyyah's thoughts in general. This research shows that beliefs about Khidhir's life or death are beliefs based on legitimate sources.
This article aims to examine the concept of asbāb al-nuzul which has been misunderstood by ulama ... more This article aims to examine the concept of asbāb al-nuzul which has been misunderstood by ulama and thus produces misleading conclusions. The results of this study indicate that Abu Zayd's criticism of the established concept of asbāb al-nuzūl in the ‘ulūm Al-Qurān was focused on the problem of the relation between the text and realities. According to him, the study of the first scholars was too focused on the Koran itself and the Prophet's person as the recipient of revelation, but they forgot the community around the Prophet which was the most important element of reality that existed at that time. Whereas for Abu Zayd, the existence of asbāb al-nuzūl is strong evidence to show the relationship and dialectic between text and reality. To elaborate on his conception, Abu Zayd elaborated on four basic problems, namely regarding the reasons for the Al-Qur'an's a gradual descent, the gradual model of decline, the concept of Dalāllah in understanding a verse and its rel...
The main problem in this study is to uncover three problems related to women in the time of Muham... more The main problem in this study is to uncover three problems related to women in the time of Muhammad. First, regarding the position of women during the time of Muhammad. Second, concerning the extent of women's involvement in various activities during the time of Muhammad, both in the period before and after it. Third, what problems were faced by women at that time and how they affected their activities. This research is based on the library research of the earliest classic books in the UIN SGD Bandung Library and the al-Musaddadiyyah Garut Foundation Library, such as Ibn Ishaq, Ibn Hisham, al-Waqidi, Ibn Sa'd, and al-Tabari. The results of this study indicate that Muhammad was a person who cared deeply about human rights especially those relating to women. This conclusion is proven by his attitude which always defends the oppressed. He always displayed this defence attitude before being appointed as a prophet, and even more firmly when he was appointed as a prophet. The different characteristics of Muhammad's attitude towards women before and after the prophecy were influenced by economic factors, security, and the social system that prevailed in each of these periods.
Abstrak: Dua sebab utama yang berkait-rapat mencetuskan falsafah pluralisme agama ialah faham eks... more Abstrak: Dua sebab utama yang berkait-rapat mencetuskan falsafah pluralisme agama ialah faham ekslusivisme Barat Kristen dan pengaruh-Pencerahan (Enlightenment) terhadap disiplin pengkajian agama (religious studies). Menggunakan pendekatan sejarah, kertas kerja ini tidak bersifat deskriptif semata-mata. Sebaliknya ia menilai dengan kritis kedudukan falsafah pluralisme agama dalam perspektif sejarah, asal-usul dan latar belakang tumbuh dan berkembangnya falsafah ini semenjak akhir kurun yang ke-20. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Menurut hemat penulis setidaknya ada dua persoalan yang penting dikemukakan terkait dengan tema ini. Persoalan yang pertama, menyangkut istilah "kontemporer" yang cenderung digunakan banyak orang untuk menggambarkan istilah "kekinian", 1 tapi tidak ada batasan yang jelas mengenai waktu yang menunjukkan makna kekinian tersebut. Jika kontemporer diartikan aktual, penulis melihat pluralisme tidak tepat di posisikan sebagai isu kontemporer oleh karena isu ini merupakan isu yang hangat diperbincangan pada pada era 1990-an hingga awal tahuan 2000-an. Sesungguhnya masih banyak isu yang lebih tepat dikategorikan sebagai isu kontemporer, seperti isu kebebasan beragama dan berkeyakinan, yang sebenarnya masih dikaitkan juga dengan paham pluralisme. Akan tetapi, pluralisme masih bisa dikategorikan sebagai isu kontemporer jika kontemporer dimaknai sebagai masa sepuluh atau dua puluh tahun terakhir. Persoalan yang kedua, berkaitan dengan pemaknaan pluralisme itu sendiri. Ketika tema Islam dan pluralisme diangkat ke permukaan, maka ia akan menyulut perdebatan panjang. Istilah "perdebatan" tentu menggambarkan adanya dua pandangan yang berbeda, dan tentu saja perbedaan tersebut memiliki argumentasi masing-masing. Hal ini dapat berarti bahwa pluralisme bukan merupakan faham yang ditentang oleh seluruh umat Islam dan bukan pula sebaliknya. Dengan kata lain, 1 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia. (Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta, 2008).
Pendahuluan Ketika mengawali pembicaraan mengenai peradaban Islam, al-Faruqi menegaskan bahwa int... more Pendahuluan Ketika mengawali pembicaraan mengenai peradaban Islam, al-Faruqi menegaskan bahwa intisari dari peradaban Islam adalah Islam itu sendiri, dan intisari dari Islam adalah tauhid. 1 Berawal dari premis yang pertama, bahwa intisari peradaban Islam adalah agama Islam itu sendiri, merupakan ungkapan yang tidak dianggap berlebihan. Karena mayoritas umat Islam meyakini bahwa Islam merupakan agama yang sempurna. Sehingga Islam dalam term al-Quran disebut sebagai dîn. Ketika Islam difahami sebagai dîn, maka ia harus difahami sesuai dengan makna yang tergambar dalam al-Quran dan Bahasa Arab. Sebenarnya kata dîn (d-y-n) dalam Bahasa Arab memiliki banyak makna yang berhubungan secara konseptual. Dalam kamus Lisân al-'Arab, kata d-y-n memiliki empat makna dasar, yaitu : 1. keadaan berhutang; 2. penyerahan diri; 3. kuasa peradilan; dan 4. kecenderungan alami. Dari makna ketiga muncul sebuah kata "madînah" sebagai isim makân 2 dari kata d-y-n, yang bermakna tempat peradilan. Singkatnya madînah adalah sebuah tempat yang memiliki seorang hakim atau penguasa yang menegakkan hukum peradilan. Kata d-y-n pun memiliki keterkaitan makna konseptual dengan kata yang hampir mirip, yakni maddana yang berarti membangun atau membina kota. Dan dari kata ini muncul kata tamaddun sebagai bentuk mashdar-3 nya, yang bermakna "peradaban". 4 Dan dari dasar Islam sebagai dîn inilah kemudian lahir Islam sebagai tamaddun dan Islam sebagai madînah. Maka tepat bila al-Faruqi menganggap bahwa intisari dari peradaban Islam adalah Islam itu sendiri, dan dari dasar seperti inilah Islam tumbuh menjadi sebuah peradaban gemilang yang pernah menjadi kiblat dunia. Sedangkan dari premis kedua, disebutkan bahwa intisari Islam itu adalah tauhid. Secara tradisional dan sederhana, tauhid adalah keyakinan dan kesaksian bahwa "tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah". Makna sederhana ini memberikan makna dan indikasi yang sangat kaya dan agung, terutama ketika dimasukkan dalam konsep epistemologi Islam. Karena dari dasar tauhid inilah bangunan epistemologi Islam menjadi sebuah bangunan yang integral dan holistik. Dan dari bangunan epistemologi seperti inilah Islam membangun peradabannya yang sangat mengagumkan. Maka al-Faruqi sangat tepat ketika menyatakan bahwa tauhid-lah yang telah memberikan identitas peradaban Islam, yang mengikat semua bagian-bagiannya, sehingga menjadikan mereka suatu badan yang integral dan organik. 5 Dari kedua premis di atas, penulis akan mencoba mengkaji kemajuan keilmuan dan peradaban Islam pada Dinasti Abbasiyah. Dan dari kedua premis ini, penulis akan mencoba mengemukakan sebab-sebab kemajuan peradaban Islam pada Dinasti Abbasiyah yang sangat sulit untuk diwujudkan kembali pada masa ini.
A. Pendahuluan Kemunduran dan kejatuhan Dinasti Shafawiyyah, yang berkuasa di Persia selama lebih... more A. Pendahuluan Kemunduran dan kejatuhan Dinasti Shafawiyyah, yang berkuasa di Persia selama lebih dari dua abad (1501-1736 M) merupakan peristiwa sejarah yang penting untuk dikaji. Karena, secara tidak langsung, peristiwa sejarah tersebut merupakan bagian dari penyebab munculnya kembali otoritas non formal yang dimiliki ulama di kawasan tersebut. Di Persia, negeri yang kemudian berubah nama menjadi Iran, para ulama mendapatkan posisinya di masyarakat dan dapat memerintahkan ketaatan dan kepatuhan orang-orang Iran lebih efektif dari pada shah yang mana pun sehingga ulama di Iran memiliki kekuasaan yang tidak ada duanya di dunia Muslim. Berbekal otoritas yang dimilikinya sebagai seorang ulama kharismatik, Khomeini berhasil memimpin revolusi Islam Iran pada tahun 1979, dia diakui sebagai Marjâ' Taqlîd Muthlaq (pemimpin agama tertinggi dalam Islam Syiah). Pada perkembangan selanjutnya disusunlah Undang Undang Dasar Republik Islam Iran tahun 1979 yang di antara pasalnya (pasal 107) menetapkan Khomeini sebagai pemimpin spiritual (Faqîh) yang mempunyai kekuasaan otoritatif atas masalah politik dan agama. 1 Dengan demikian, otoritas non formal yang dimiliki ulama menjadi otoritas formal. Fuad Baali meringkas siklus kekusaan dalam pandangan Ibn Khaldun, sebagaimana yang dikutip oleh Syafi'i Ma'arif, menjadi lima fase. Pertema, fase mengalahkan musuh dan mempertahankan kekuasaannya. Fase kedua, masa pemerintahan secara otokratik dan melenyapkan semua saingan politiknya. Ketiga, fase ketenangan dan kesenangan yang ditandai dengan cara hidup yang mewah dan membangun bangunan monumen dan peradaban. Keempat, fase berdamai dengan musuh dan penguasa sudah merasa puas dengan apa yang dimiliki dan diwariskan oleh leluhurnya. Fase kelima dan terkhir adalah fase pemborosan kemewahan. Pemerintah memungut pajak yang sangat tinggi dari rakyat yang digunakannya untuk bersenang-senang. Dengan cara seperti inilah para penguasa menghancurkan apa yang telah dibangun oleh para pendahulunya. Akibatnya negara menjadi berantakan. 2 Dari uraian di atas, penulis menfokuskan kajian pada tiga masalah, yaitu 1) deskripsi kerajaan Shafawiyyah, 2) kemundurannya, dan 3) kejatuhannya. Kajian tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari segi yang lain, kajian ini termasuk jenis kajian pustaka (library research), yaitu kajian yang dilakukan dengan cara mencari informasi dan data dari karya pustaka. Karya pustakan diharapkan dapat memberikan data yang dibutuhkan dalam kajian ini. Supaya pembahasan dapat dilakukan secara tererah dan sistematis, pembahasan dalam makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Pertama, pengantar yang meliputi uraian mengenai identifikasi permasalah yang menjadi fokus kajian, pendekatan dan jenis kajian, dan sitematika pembahasan.
Pendahuluan Transformasi masyarakat dunia menuju masyarakat modern menyimpan sejumlah persoalan. ... more Pendahuluan Transformasi masyarakat dunia menuju masyarakat modern menyimpan sejumlah persoalan. Salah satu persoalan yang paling menonjol adalah ketika modernisasi itu dibenturkan dengan tradisi. Islam yang mengikuti arus perkembangan zaman juga tak luput dilanda fenomena tersebut. Mereka yang tercerabut dari akar tradisinya, terkesan antipati dengan tradisi, lalu mengabaikan filosofi dan sejarah terbentuknya tradisi. Begitupula dengan mereka yang kaku dengan perubahan, selalu mencurigai modernisasi sebagai racun yang harus selalu dihindari. Perbincangan tentang modernisasi telah menyita perhatian dan konsentrasi para sarjana, baik Muslim maupun non-Muslim. Hal ini dibuktikan dengan telah lahirnya beragam karya dan pemikiran di berbagai bidang menunjukkan modernisasi telah mendapat tempat yang cukup proporsional dalam kajian global atau dunia yang luas ini, bahkan ditambah lagi dengan intensnya upaya pembaharuan tersebut dilakukan secara serentak dan kompak baik di dunia Islam sendiri maupun di luar dunia Islam, merupakan suatu kemajuan dan arus deras yang tidak dapat dihentikan demi menciptakan perbaikan dalam segala bidang kemanusiaanya. Ketika modernisasi telah mulai digalakan, muncullah reaksi dari beberapa kalangan yang mengatasnamakan tradisi. Kelompok ini menilai bahwa modernisasi tiada lain adalah imperialisme dalam jubah peradaban. Bahkan sebagian kalangan yang ekstrem menganggap bahwa semua yang berbau Barat, termasuk modernisasi, adalah sebuah bentuk kekafiran. Mereka menyuarakan "keautentikan" yang mereka anggap sebagai sebuah identitas yang harus diselamatkan. Konsep 'keautentikan" mulai dihadapkan dengan konsep "kemodernan" sebagai kunci untuk memahami aspirasi masyarakat di dunia non-Barat. Pada tahun 1960-1970-an, negra-negara baru di Asia dan Afrika membutuhkan lebih banyak modal, sekolah, fasilitas komunikasi, industri, ahli teknologi, dan segala yag dianggap perlu untuk meniru pola pembangunan ekonomi Barat. Teori-teori modernisasi Barat mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan itu dan menumbuhkannya. Namun, Revolusi Iran pada tahun 1978-1979 mengguncang kemapanan teori dan praktik pembangunan sebagai fenomena yang universal. Maka konsep kemodernan pun dicurigai sebagai konsep yang berasal dari Barat yang alih-alih akan memberikan kebahagiaan dan kemudahan hidup, justru akan menyebabkan kegocangan dalam moral, dan akan menimbulkan dampak sosial yang buruk. Maka atas dasar penilaian yang negatif terhadap Barat, dan berimbas pula terhadap semua produk yang dihasilkannya terutama konsep kemodernan, maka di sebagian negara non-Barat kebutuhan akan kemodernan tergeser oleh kebutuhan untuk mencari keautentikan. 1 Dari permasalahan di atas memuncullah sebuah masalah baru, dimana masyarakat dituntut supaya bisa merumuskan agenda-agendanya secara bersama yang mencerminkan kekayaan budaya masyarakat itu sendiri, bukan berdasarkan teori perencanaan Barat.dan konsep keautentikan masyarakat seperti itu bisa bersebrangan dengan keautentikan individu yang memiliki kebebasan memilih. Keautentikan individu menghendaki penolakan radikal terhadap standar luar, baik yang berasal dari tradisi ataupun modern. Keautentikan individu menuntut bahwa 1 Robert D Lee, Mencari Islam Autentik, terj. Ahmad Baiquni, (Bandung: Mizan, 2000), hal. 11.
Pengantar Sejarah dan peradaban Islam merupakan bagian penting yang tidak mungkin dipisahkan dari... more Pengantar Sejarah dan peradaban Islam merupakan bagian penting yang tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan kaum Muslimin dari masa ke masa. Dengan memahami sejarah dengan baik dan benar, kaum Muslimin bisa bercermin untuk mengambil banyak pelajaran dan membenahi kekurangan atau kesalahan mereka guna meraih kejayaan dan kemuliaan dunia dan akhirat. Sejarah memiliki nilai dan arti penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Hal tersebut dikarenakan sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-nilai baru bagi perkembangan kehidupan manusia. Dengan mengkaji sejarah, dapat diperoleh informasi tentang aktifitas peradaban Islam dari zaman Rasulullah sampai sekarang, mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran, dan kebangkitan kembali agama Islam. Selain itu dengan mempelajari sejarah peradaban Islam diharapkan seseorang dapat memiliki kemauan untuk melakukan pembangunan dan pengembangan peradaban Islam dan dapat pula menyelesaikan problematika peradaban Islam pada masa kini, serta dapat memunculkan sikap positif terhadap berbagai perubahan sistem peradaban Islam. 1 Tulisan ini akan mencoba membahas keterkaitan antara pelajaran sejarah dengan konsep pendidikan serta peranannya dalam mengambangkan potensi peserta didik serta menciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif. Pengertian Pendidikan dan Sejarah 1. Pengertian Pendidikan Menurut Ahmad Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama. 2 Jadi dalam pendidikan itu terdapat unsur-unsur: 1. Usaha atau kegiatan yang bersifat bimbingan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2. Ada pembimbing. 3. Ada yang dibimbing atau si terdidik. 4. Bimbingan itu memiliki dasar dan tujuan yang jelas. 5. Menggunakan alat atau fasilitas. Digunakannya istilah bimbingan atau pimpinan merupakan pilihan term yang tepat sekali. Karena bimbingan atau pimpinan mengindikasikan adanya sifat hubungan yang diperlukan dalam usaha-usaha pendidikan. Selain itu kata bimbingan juga mengandung pesan bahwa pendidikan itu tidak sekaligus jadi. Dengan kata lain bimbingan itu merupakan sebuah proses yang berkelanjutan yang mengarahkan si terdidik mengalami proses ke arah kedewasaan jasmaniah dan rohaniah. 1 Muhammad al-Ghazali, Fiqih Sirah, (Bandung: PT al-Ma'arif, 1988), hal. 9. 2 Ahmad Marimba, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT al-Ma'arif, 1981), hal. 19.
Pendahuluan Ketahuilah, bahwa sesunguhnya kelurusan ajaran Nabi Ibrahim 'alaihis salam adalah ber... more Pendahuluan Ketahuilah, bahwa sesunguhnya kelurusan ajaran Nabi Ibrahim 'alaihis salam adalah beribadah kepada Allah secara ikhlas dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman [artinya]: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (Adz-Dzariyaat1:56) Dan bila Anda telah tahu bahwasanya Allah menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa ibadah tidak disebut ibadah kecuali bila disertai dengan tauhid. Sebagaimana shalat, tidaklah disebut shalat bila tidak disertai dengan bersuci. Bila ibadah dicampuri syirik, maka rusaklah ibadah itu, sebagaimana rusaknya shalat bila disertai adanya hadats (tidak suci). Allah berfirman [artinya]:" Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka itu kekal di dalam neraka" (At-Taubah: 17). Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa ibadah yang bercampur dengan kesyirikan akan merusak ibadah itu sendiri. Dan ibadah yang bercampur dengan syirik itu akan menggugurkan amal sehingga pelakunya menjadi penghuni neraka, Allah berfirman [artinya]: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (AnNisaa': 48) Kemurnian ibadah akan mampu dicapai bila memahami 4 kaidah yang telah Allah nyatakan dalam firman-Nya: Kaidah Pertama Engkau harus mengetahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka meyakini bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfa'at, Yang memberi madharat, Yang mengatur segala urusan (tauhid rububiyah). Tetapi semuanya itu tidak menyebabkan mereka sebagai muslim, Allah berfirman: "Katakanlah: 'Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan?' Maka mereka akan menjawab:'Allah'. Maka katakanlah:'Mengapa kamu tidak bertakwa [kepada-Nya]." (Yunus:31) Kaidah Kedua Mereka (musyrikin) berkata :"Kami tidak berdo'a kepada mereka (Nabi, orang-orang shalih dll) kecuali agar bisa mendekatkan kepada Allah dan mereka nantinya akan memberi syafa'at. Maksud kami kepada Allah, bukan kepada mereka. Namun hal tersebut dilakukan dengan cara melalui syafaat dan mendekatkan diri kepada mereka". Dalil tentang mendekatkan diri yaitu firman Allah [artinya]:"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata):"Kami tidak menyembah mereka
Abstrak Pembunuhan terhadap Utsman ibn Affan dianggap sebagai awal mula perpecahan umat Islam. Se... more Abstrak Pembunuhan terhadap Utsman ibn Affan dianggap sebagai awal mula perpecahan umat Islam. Sebagian kalangan bahkan menuduh bahwa Utsman adalah salah satu aktor dalam kekacauan tersebut. Dari beberapa literatur yang didapatkan, banyak sekali yang menunjukkan bahwa Utsman adalah korban dari tragedi tersebut. Tulisan ini merupakan salah satu upaya untuk mencoba memaparkan peristiwa tragis terbut dengan memilah berita-berita yang sudah teruji kebenarannya. Semua data yang ada akan diolah dan direkonstruksi sebagaimana mestinya. Tulisan ini menunjukkan bahwa tuduhan buruk yang selama ini dituduhkan kepada Utsman merupakan tuduhan yang tanpa bukti. Tuduhan tersebut justeru muncul karena kesalahfahaman terhadap beberapa kebijakan Utsman. Kata Kunci : Utsman, fitnah, pembunuhan. Abstract The assassination of Uthman ibn Affan was seen as the beginning of the division of Muslims. Some even accused Uthman of being one of the actors in the chaos. From some of the literature obtained, there is a lot that shows that Uthman was a victim of the tragedy. This article is an effort to try to explain the tragic events by sorting out the news that have been verified. All existing data will be processed and reconstructed properly. This article shows that the bad allegations that have been accused of Uthman are allegations without proof. The accusation actually arose because of a misunderstanding of some of Uthman's policies. A. Pendahuluan Dalam beberapa literatur klasik disebutkan bahwa problematika pemikiran dalam Islam bertolak dari sebuah konflik yang berakhir dengan terbunuhnya khalifah yang ketiga, 'Utsman ibn ''Affan. Menurut Abu Hasan al-Asy'ari, perselisihan setelah wafatnya Rasulullah, sejak masa kekhilafahan Abu Bakar sampai 'Utsman hanyalah seputar masalah kepemimpinan. Tidak pernah terjadi perselisihan dalam hal lain di kalangan kaum muslimin pada waktu itu. Namun kemudian sebagian kaum muslimin tidak mau melegitimasi pemerintahan 'Utsman, terutama pada paruh akhir kekhilafahannya. Delegitimasi ini kemudian menjadi Permasalahan yang akut yang berlanjut dengan pembunuhan terhadap beliau. Dalam kasus ini, terjadi perbedaan
Penulis : Syaikh Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baz Terjemah: Shidqy Munjin الرحيم الرحمن الله... more Penulis : Syaikh Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Baz Terjemah: Shidqy Munjin الرحيم الرحمن الله بسم Ini merupakan sebuah risalah yang sangat penting mengenai syarat-syarat sahnya ucapan "la ilaha illallah" yang disampaikan oleh Syaikh al-'Allamah al-Atsariy Abdul Aziz ibn Baz-semoga Allah merahmatinya. Syaikh-semoga Allah merahmatinya-mengatakan: Adapun syarat-sayarat (sahnya) "la ilaha illallah" adalah: 1. Al-'ilmu (tahu) yang berarti menegasikan ketidak tahuan. 1 2. Yakin yang berarti menegasikan keraguan. 3. Ikhlas yang merarti menegasikan kemusyrikan. 2 4. Jujur (al-shidq) yang berarti menegasikan kedustaan 3 5. Cinta yang berarti menegasikan kebencian. 6. Ketundukan yang berarti menegasikan kelalaian. 4 7. Penerimaan yang berarti meniadakan penolakan. 8. Kafir kepada semua yang disembah selain Allah. 5 Semua poin di atas sudah dihimpun dalam kedua bait di bawah ini; 1 Memahami makna serta kandungannya. 2 Ini adalah konsekuensi dari ucapan "la ilaha illallah". Sedangkan makna ikhlas di sini adalah menjauhi segala bentuk kemusyrikan dan bukan sekedar mengucapkannya saja, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad ibn Abdil Wahhab dalam Kitab al-Tauhid 3 Poin ini adalah pembeda antara orang mukmin yang mukhlis dengan orang munafik. 4 Poin ini menunjukkan bahwa aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah memasukkan amal sebagi bagian dari keimanan tidak sebagaimana yang diyakini oleh kelompok murji'ah. 5 Sesuatu yang disembah selain Allah biasa disebut dengan istilah "thagut". Dan ucapan la laha illallah tidak akan pernah sah sampai si pengucap itu benar-benar mengkufuri semua yang diibadahi dari selain Allah. Dan inilah yang disebut dengan rukun la ilaha illallah, la ilaha; yaitu menegasikan semua yang di sembah selain Allah (nafyun), dan illallah adalah menetapkan bahwa yang berhak diibadahi hanyalah Allah (itsbatun).
Merupakan perkara yang paling mengherankan, dan ini memang wilayah kekuasaan Allah ta'ala, yaitu ... more Merupakan perkara yang paling mengherankan, dan ini memang wilayah kekuasaan Allah ta'ala, yaitu adanya enam pokok permasalahan yang telah Allah jelaskan kepada kaum awam dengan sangat terang benderang, namun masih saja ada sekelompok orang yang disebut para ulama dan cendekiawan yang tergelincir dalam masalah ini kecuali sedikit sekali di antara mereka. Keenam pokok itu adalah; Pokok Pertama Penjelasan mengenai mengikhlaskan agama hanya untuk Allah semata dan tidak menyekutukannya serta penjelasan mengenai kebalikan dari itu semua, yakni syirik. Kebanyakan ayat al-Quran dalam menjelaskan pokok ini, dari berbagai segi dan bentuknya selalu menggunakan ungkapan yang bisa dipahami oleh orang-orang bodoh dari ummat ini. Namun fakta yang terjadi di kebanyakan orang-orang, justru pokok ini menjadi sesuatu yang seperti digambarkan oleh syetan, bahwa ikhlas itu hanya akan mengurangi hak-hak orang shaleh serta syiriklah yang sebenarnya menunjukkan kecintaan kepada orang shaleh dan para pengikutnya. Pokok Kedua Allah memerintahkan untuk selalu bersatu dalam agama ini serta melarang bercerai berai. Allah sudah menjelaskan perkara ini dengan sangat sempurna sehingga bisa dipahami oleh orang awam sekalipun. Allah melarang kita supaya jangan bercerai-berai sebagaimana ummat terdahulu, sehingga berujung pada kebinasaan. Dan tidak hanya itu, Allah pun menambah penjelasannya dalam sunnah, yang intinya perintah untuk bersatu dan larangan bercerai-berai. Tapi yang mengherankan, permasalahan ini menjadi terbalik. Justru sekarang dianggap bahwa perpecahan dalam masalah ushul (aqidah) dan furu' (fiqih) adalah buah dari ilmu dan pemahaman terhadap agama. Sedangkan seruan untuk bersatu malah dianggap sebagai seruan orang zindiq atau orang gila.
'ala) , Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi yang terahir Muhammad (Shalallahu 'alai... more 'ala) , Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi yang terahir Muhammad (Shalallahu 'alaihi Wassalam), para keluarga dan para Sahabat beliau, serta kepada orang-orang yang setia mengikuti petunjuk beliau. Selanjutnya : ketahuilah, wahai saudaraku kaum muslimin, bahwa Allah (Subhanahu wa Ta'ala) telah mewajibkan kepada seluruh hamba-hambaNya untuk masuk ke dalam agama Islam dan berpegang teguh denganya serta berhati-hati untuk tidak menyimpang darinya. Allah juga telah mengutus NabiNya Muhammad (Shalallahu 'alaihi Wassalam) untuk berdakwah ke dalam hal ini, dan memberitahukan bahwa barangsiapa bersedia mengikutinya akan mendapatkan petunjuk dan barangsiapa yang menolaknya akan sesat. Allah juga mengingatkan dalam banyak ayat-ayat Al-Qur'an untuk menghindari sebab-sebab kemurtadan, segala macam kemusyrikan dan kekafiran. Para ulama rahimahumullah telah menyebutkan dalam bab hukum kemurtadan, bahwa seorang muslim bisa di anggap murtad (keluar dari agama Islam) dengan berbagai macam hal yang membatalkan keislaman, yang menyebabkan halal darah dan hartanya dan di anggap keluar dari agama Islam. Yang paling berbahaya dan yang paling banyak terjadi ada sepuluh hal, yang di sebutkan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para ulama lainnya, dan kami sebutkan secara ringkas, dengan sedikit tambahan penjelasan untuk anda, agar anda dan orang-orang selain anda berhati hati dari hal ini, dengan harapan dapat selamat dan terbebas darinya.
far, Muhammad bin Jarir bin Yazid ath-Thabariy, al-Imâm al-'Allâmah, al-Hâfizh, seorang sejarawan... more far, Muhammad bin Jarir bin Yazid ath-Thabariy, al-Imâm al-'Allâmah, al-Hâfizh, seorang sejarawan. Beliau lahir tahun 224 H dan wafat 310 H.
Buku ini merupakan terjemahan dari kitab Tajwid Almuyassar yang menjelaskan dasar dan langkah pra... more Buku ini merupakan terjemahan dari kitab Tajwid Almuyassar yang menjelaskan dasar dan langkah praktis untuk membaca AlQuran dengan baik dan benar
Tulisan ini mencoba mengkaji aktifitas wanita pafa masa Nabi dengan membandingkannya antara perio... more Tulisan ini mencoba mengkaji aktifitas wanita pafa masa Nabi dengan membandingkannya antara periode pra kenabian, periode Mekkah, dan periode Madinah
Alhamdulillâh, segala pujian kita panjatkan kepada Allah 'Azza wa jalla, yang nikmatnya tidak aka... more Alhamdulillâh, segala pujian kita panjatkan kepada Allah 'Azza wa jalla, yang nikmatnya tidak akan pernah bisa kita kalkulasikan sampai kapanpun juga. Buku sederhana yang ada di hadapan pembaca ini, pada mulanya marupakan skripsi yang penulis susun pada tahun 2015. Namun setelah skripsi ini disidangkan, penulis tidak pernah meliriknya kembali sampai menjelang penulisan Tesis pada tahun 2018. Ketika penulis membuka kembali beberapa file yang ada di email, penulis tertarik untuk membuka kembali tulisan skripsi ini. Di luar dugaan, ternyata penulis lebih tertarik untuk merevisi skripsi ini dibandingkan dengan menyusun Tesis. Tulisan yang ada di skripsi ini penulis pecah menjadi tiga tulisan yang masingmasing diterbitkan oleh jurnal yang berbeda. Bab tiga buku ini pernah diterbitkan dalam versi ringkasannya dengan judul:
Tulisan Ini merupakan catatan yang sangat penting untuk dipahami dan dihafal oleh seorang muslim ... more Tulisan Ini merupakan catatan yang sangat penting untuk dipahami dan dihafal oleh seorang muslim yang memiliki perhatian terhadap agamanya. Catatan ini berisi tentang nasab Rasulullah shallâllâhu 'alayhi wa sallam, waktu dan tempat kelahirannya, pertumbuhannya, serta menjelaskan beberapa peperangannya, dan juga ada beberapa informasi tentang anak-anak, paman-paman, serta istri-istrinya. harus ditegaskan bahwa orang yang memahami semua hal ini lebih istimewa dibandingkan dengan yang tidak memahaminya. Hal ini dikarenakan pemahaman terhadap perjalanan Rasulullah shallâllâhu 'alayhi wa sallam bisa memperbaiki hati. Selain itu, perkara ini merupakan perkara yang paling bermanfaat setelah al-Qur'an. Atas dasar ini kami mencoba merangkum perkara penting ini. Dan hanya kepada Allah kita meminta petunjuk dan hanya kepada-Nya lah kita meminta supaya shalawat serta salam tercurahkan bagi Nabi Muhammad shallâllâhu 'alayhi wa sallam.
Dan mereka menetapkan anak perempuan bagi Allah. Mahasuci Dia, sedang untuk mereka sendiri apa ya... more Dan mereka menetapkan anak perempuan bagi Allah. Mahasuci Dia, sedang untuk mereka sendiri apa yang mereka sukai (anak laki-laki). Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam) dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah, alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu.(QS Al-Nahl [16]: 57-59). Dari Aisyah, dia berkata, "Wahai saudariku, ini adalah anak yatim yang diurus oleh walinya. Sedangkan dia memiliki bagian dari hartanya. Namun, karena hartanya banyak dan rupa anak yatim juga cantik, si wali berniat menikahinya tanpa harus berbuat adil dalam hal mahar seperti yang diberikan kepada istri yang telah dinikahinya. Namun, hal itu dilarang, kecuali dengan berbuat adil dan usia anak yatim tersebut telah layak. Lalu mereka disuruh menikahi perempuan lain yang disukai selain anak yatim tersebut". (HR. Bukhari dan Muslim). Perempuan pada masa jahiliyyah sungguh bernasib malang. Semenjak dilahirkan sampai dewasa tidak pernah lepas dari kezaliman. Ketika mereka lahir, mereka dibunuh atau dikubur hidup-hidup dengan alasan malu memiliki anak
Penulis: Shidqy Munjin Mengenal Penulisnya 1 Penulis kitab Bulûgh al-Marâm ialah Ahmad ibn Ali ib... more Penulis: Shidqy Munjin Mengenal Penulisnya 1 Penulis kitab Bulûgh al-Marâm ialah Ahmad ibn Ali ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ali ibn Mahmud ibn Ahmad ibn Ahmad ibn al-'Asqalani al-Mishri Al-Syafi'i, yang terkenal dengan nama Ibn Hajar al-'Asqalani. Beliau adalah seorang imam yang sangat luas ilmunya, kebanggaan zamannya, dan orang paling istimewa di masanya, penutup para huffâzh, rujukan para peneliti, dan seorang hakim yang masyhur. Beliau lahir di Mesir pada 23 Sya'ban tahun 773 H. Beliau ditinggal wafat oleh ibunya saat beliau masih kecil. Kemudian dia diasuh sepenuhnya oleh ayahnya dengan ekstra ketat. Dia tidak memasuki kuttâb kecuali setelah usianya menginjak lima tahun. Berkat kecemerlangan dan kecerdasannya, beliau sudah menyelesaikan hafalan al-Qurannya ketika usianya baru sembilan tahun. Selain al-Quran, beliaupun berhasil mengafal kitab 'Umdat al-Ahkâm, al-Hâwi al-Shaghîr, Mukhtashar Ibn Hajib, Milhat al-I'râb, dan kitab-kitab lainnya. Pada tahun 784 H (ketika usia beliau baru sebelas tahun), beliau menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Di Mekkah inilah beliau belajar kitab Shahîh al-Bukhâri dari 'Afifuddin al-Naisaburi al-Makki, dan beliau ini adalah guru pertamanya dalam bidang hadits. Selain itu beliau sangat tertarik untuk memperdalam kitab 'Umdat al-Ahkâm kepada al-Jamal ibn Zhahirah. Pada masa ini, selama belajarnya di Mekkah, beliau menjadi imam di Masjid al-Haram. Pada tahun 786 H, beliau belajar kepada Abdurrahim ibn Razin di Mesir dengan kajian yang sama, yaitu Shahîh al-Bukhâri. Beliaupun belajar kepada al-Shadr al-Absithi beberapa kajian ilmu. Setelah itu beliau kehilangan semangat belajarnya sampai usianya mencapai sembilan belas tahun. Kemudian beliau mulai belajar lagi kepada salah seorang ulama pengasuhnya yaitu Syaikh al-'Allamah al-Syams ibn Qaththan dalam masalah Fiqih, Bahsa Arab, Hisab, dan sebagian besar kitab al-Hâwi. Beliaupun bermulazamah kepada al-Anbasin dan beliau belajar darinya ilmu Fiqih, Bahasa Arab, dan kitab Nûr al-Adamî. Pada tahun 802 H, beliau melakukan perjalanan ke Damaskus dan berhasil menemui beberapa murid al-Qasim ibn 'Asakir dan para ulama besar lainnya. Beliau kemudian memperdalam ilmunya kepada Sirajuddin al-Bulqini dalam masalah Fiqih dan sebagian besar kitab al-Raudhah. Dan beliaupun belajar kepada Sirajuddin ibn al-Mulaqqin mengenai sebagian syarahnya terhadap kitab al-Minhâj. Beliau berhasil mempelajari Bahasa Arab dengan sangat baik dari al-Fairuzabadi (penulis kitab Qamûs al-Muhîth), dan kepada Ibn Hisyam. Setelah itu, beliau kembali ke Mesir dan kemudian diangkat menjadi qadhi di Mesir. Selama masa ini beliau terus memperdalam masalah hadits dan fiqih, dan bliaupun melakukan beberapa kali ibadah haji. Beliau telah belajar kepada ulama di beberapa negara, seperti Haramain, Iskandariyyah, al-Quds, al-Khalil, Nablus, Ramalah, Ghaza, Yaman dan negara-negara lainnya. Diantara gurunya yang paling mempengaruhinya adalah al-Hafizh al-'Iraqi. Beliau bermulazamah kepada al-'Iraqi selama sepuluh tahun. Pada masa mulazamahnya ini beliau sudah menjadi ulama yang masyhur, khususnya dalam bidang hadits terutama yang berkaitan dengan rowi-rowinya. Beliau wafat pada 28 Dzulhijjah tahun 852 H. Beliau wafat dengan meninggalkan 150 karya yang sangat berharga, yang sebagian besarnya adalah kajian tentang ilmu hadits. Dan diantara karyanya yang paling masyhur adalah kitab Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâri, yang dianggap telah berhasil membayar utang umat Islam terhadap Imam al-Bukhari. Selain itu, kitab yang paling terkenal di nusantara adalah kitab Bulûgh al-Marâm min Adillat al-Ahkâm yang menjadi fokus pembahasan kita kali ini. Beliaupun mewariskan beberapa murid yang sangat cemerlang, diantara yang paling terkenal adalah al-Sakhawi, penulis kitab Fath al-Mughîts Syarh 1 Diringkas dari Khairuddin al-Zarkali, al-A'lâm (Dar al-'Ilmi li al-Malayin, 2002, t.t.), vol. 1, 178.
Uploads
Papers by shidqy munjin