Papers by Muhammad Fallah

(2006 : 10) Perlindungan sosial merupakan elemen penting dalam strategi kebijakan sosial untuk me... more (2006 : 10) Perlindungan sosial merupakan elemen penting dalam strategi kebijakan sosial untuk memberantas kemiskinan dan mengurangi perampasan multidimensional. Dalam arti yang lebih luas, perlindungan sosial dapat digambarkan sebagai semua inisiatif publik dan swasta yang memberikan transfer pendapatan atau konsumsi kepada masyarakat miskin, melindungi rentan terhadap risiko mata pencaharian, dan meningkatkan status sosial dan keterikatan kelompok terpinggirkan di negara manapun. " Sebagai seorang ibu yang pernah melahirkan dua putra, saya begitu iba dan terenyuh membaca 'Pemulung Melahirkan di Bawah Pohon' (Kompas, 15/9). Sumirah (35) adalah potret manusia miskin yang terbuang. Andai Sumirah lahir dan besar di negara maju, ia pasti tidak akan mengalami nasib yang begitu mengenaskan, yaitu melahirkan di bawah pohoh. Batin saya begitu terguncang membayangkan betapa penderitaan itu harus ditanggung seorang diri, melahirkan di tempat umum karena kemiskinannya. Sungguh sangat memilukan. Indonesiaku, mengapa negaraku tidak bisa menolong orang-orang miskin…Jika negara tidak bisa menolong mereka, pasti akan terjadi akumulasi kemiskinan yang semakin dahsyat. Kemiskinan tidak bisa diperangi dengan 'menggusur dan mengusir' mereka dari gubuk-gubuk liar, atau melarang pemulung masuk ke lokasi pembuangan sampah…Mereka miskin bukan karena malas bekerja, melainkan karena mereka 'dibiarkan' hidup sengsara… Negara tidak bisa lepas tanggung jawab sebab setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari negara. Mestinya jika pemerintah bisa menegakkan keadilan sosial, kemiskinan akan semakin berkurang " (Kompas, 29 September 2006) Cerita di atas dicuplik dari surat pembaca berjudul " Pemerintah Tidak Peduli Kemiskinan " yang ditulis seorang ibu di Semarang. Di Indonesia, kisah getir semacam itu bukan lagi sebiji kasus atau seonggok potret kesedihan. Tingginya angka kemiskinan, belum tuntasnya rehabilitasi dan pembangunan Aceh pasca Tsunami, rapuhnya penanganan bencana alam di Yogyakarta (Pemerintah meralat 'kebijakannya' yang tadinya akan memberi 30 juta rupiah per keluarga menjadi 15 juta rupiah), serta belum jelasnya skenario bantuan dan relokasi ribuan penduduk akibat luapan lumpur PT Lapindo Brantas di Sidoarjo, telah cukup menerangkan tentang penderitaan kelompok kurang beruntung (disadvantaged groups) di satu pihak, dan lemahnya perlindungan sosial di pihak lain. Tulisan ini hendak memberi pesan tegas bahwa Indonesia, sebagai salah satu nation-state dan anggota masyarakat dunia masih belum memiliki komitmen dan platform jelas terhadap perlindungan sosial, sebagai piranti negara modern dan beradab yang memiliki kewajiban melindungi dan memenuhi hak-hak dasar warganya. Tulisan ini juga ingin mendorong Departemen Sosial (Depsos) sebagai pilar utama pembangunan kesejahteraan publik untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan di bidang perlindungan sosial sejalan dengan bingkai Negara Kesejahteraan (welfare state). Sehingga kebijakan dan program Depsos tidak terkesan parsial dan residual. Lebih penting lagi, Depsos harus bisa 'menari' mengikuti irama dan visi sendiri agar tidak kelihatan terseret kesana-kemari oleh ideologi kaptalisme/neoliberalisme yang kini semakin menguat di tengah pusaran globalisasi. ADAKAH YANG SALAH DENGAN PEMBANGUNAN INDONESIA? Melihat kelompok rentan dan kurang beruntung di Indonesia bisa dilakukan dengan memotret populasi miskin yang terus meningkat di negeri ini. Sebagai contoh, tahun 1984
Uploads
Papers by Muhammad Fallah