Customs

Pertempuran Amami-Oshima atau insiden kapal mata-mata Korea Utara di perairan Jepang pada tahun 2001 menunjukkan pentingnya intelijen maritim dalam melindungi kedaulatan dan keamanan nasional. Kapal mata-mata Korea Utara yang dilengkapi dengan peralatan mata-mata dan senjata diam-diam memasuki perairan Jepang dan memicu kekhawatiran tentang kemampuan Korea Utara untuk mengancam keamanan nasional Jepang. Dalam artikel ini, kami menganalisis insiden tersebut dari perspektif intelijen maritim. Penelitian ini membahas tentang pentingnya pengumpulan informasi, analisis dan evaluasi dari intelijen maritim dalam memprediksi dan mengatasi ancaman yang muncul di perairan nasional. Kami juga membahas tentang koordinasi antara intelijen maritim dan pihak berwenang di laut serta strategi penanggulangan untuk menghadapi ancaman terhadap pelanggaran kedaulatan negara di laut.. Kata kunci: Pertempuran Amami-Oshima, intelijen maritim, insiden kapal mata-mata, ancaman di laut.

The rapid growth of digital infrastructure in Indonesia has brought about new challenges, particularly in the realm of cybersecurity. The increasing reliance on digital infrastructure has created new avenues for cybercriminals to exploit vulnerabilities and gain access to sensitive information. To counter this, government institutions and private organizations are investing in cyber intelligence investigations to identify potential cyber threats. However, conducting these investigations can be time-consuming and resource-intensive, particularly when dealing with vast quantities of data. AI-powered automation and orchestration can bring significant benefits to cyber intelligence investigations in Indonesia by leveraging the power of machine learning algorithms and advanced analytics tools to automate a large amount of the investigation's repetitive duties. The literature review conducted in this paper highlights the potential benefits and challenges of AI-powered automation and orchestration for cyber threat intelligence platform in Indonesia. The implementation of these systems can drastically reduce the amount of time and resources required for investigations, improve incident response capabilities, and enhance threat hunting capabilities. However, the implementation of these systems faces challenges such as the need for skilled personnel, ensuring ethical and responsible use, and the complexity and cost of these systems. Addressing these challenges will be crucial in safeguarding Indonesia's digital future and maintaining the trust of citizens and stakeholders. AI-powered automation and orchestration can play a crucial role in strengthening Indonesia's cybersecurity defenses.

Pasca perang dingin, pergeseran fenomena dan paradigma isu keamanan, dari state security (traditional threat) ke arah human security (non-traditional threat). Pergeseran tersebut menjadikan sistem internasional menjadi bersifat lebih kompeks, karena diikuti dengan pergeseran sifat-sifat kekuatan internasional yang lebih menyebar dari bipolar menjadi multipolar yang berimplikasi terhadap eksistensi great powers dan non-great powers baik di level global maupun regional sehingga terjadinya perubahan interaksi dalam pola hubungan antar negara yang semakin kompleks. Pergeseran tersebut memicu terjadinya juga kontestasi antara kekuatan Amerika Serikat dengan RRC yang pada akhirnya menciptakan situasi ketidakpastian dalam sistem politik global, dan berpengaruh pada perubahan kebijakan luar negeri negara-negara. Namun demikian, hal tersebut memunculkan harapan dan tantangan baru, terutama mengenai konsep keamanan. Pengkajian masalah keamanan yang semula berpusat pada state centric dalam mencapai tujuan-tujuan politis, berevolusi menjadi non-state centric, yang berdimensi human security. Pergeseran state centric ke arah non-state centric ditandai dengan perubahan dimensi ancaman dari traditional threat bergeser ke arah non-traditional threat, bahkan pada akhirnya menjadi bersifat hybrid, di antaranya Terorism, Health security, Environmental security, Cimate security, Cyber security, Food security, Economic security, Energy security, Human security, Maritime security (Non-Traditional Threat) dan Cyber warfare, Nubika, CBRNE, Bencana Alam, human trafficking, pencurian SDA, Narkoba dan potensi konflik terbuka antar negara. Perubahan tatanan internasional pasca perang dingin juga menempatkan dan memperkuat kehadiran non-state actor (Inter-Govermental Organization (IGO), Non-Govermental Organization (NGO), MultiNational Corporate (MNC) bahkan individu) sebagai aktor pelaku dalam sistem internasional, dan menempatkan aktor negara sebagai regulator. State actor bersama non-state actor memainkan peran penting dalam mengonstruksikan kembali sistem internasional, yaitu memperkuat jaringan kerja sama internasional, baik melalui organisasi-organisasi global maupun regional seperti ASEAN, EU, OIC, FDPA, BRICS, SCO, RIC dan sebagainya sebagai bentuk upaya untuk menjaga keseimbangan global, baik dari sisi keamanan global, ekonomi global, dan politik global. Pola kerjasama antar negara yang terbangun di tingkat global tersebut, merupakan bentuk dari

Kapal Patroli Bea dan Cukai, baik di wilayah barat maupun wilayah timur Indonesia. Operasi laut ini juga melibatkan instansi penegak hukum lainnya diantaranya Badan Narkotika Nasional (BNN). Sinergi dengan BNN membuahkan hasil yang cukup membanggakan, refleksi kinerja Patroli Laut Bea dan Cukai pada tahun 2022 mencatatkan 28 penindakan penyelundupan impor dan ekspor dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 246.980.279.300 dan perkiraan nilai barang senilai Rp 258.475.072.800. Adapun komoditi yang berhasil ditindak diantaranya minuman beralkohol, bahan bakar minyak, baby lobster, uang tunai, produk kayu olahan, tekstil dan produk tekstil, pakaian bekas serta yang paling fenomenal adalah 319.230 gram narkotika jenis methamphetamine. [1] Keberhasilan penindakan dalam Operasi Patroli Laut dimaksud tentunya tidak lepas dari dukungan intelijen dalam memberikan informasi target operasi. Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa pengumpulan informasi dalam mendukung Patroli Laut Bea dan Cukai saat ini menggunakan patrol management system (PMS) berbasis automatic identification system (AIS). [2] Selain itu, sharing information dan sinergi antar instansi penegak hukum juga merupakan faktor pendukung dalam keberhasilan tersebut. [3] Dalam penelitian ini akan dianalisis lebih lanjut terkait bagaimana pemanfaatan penginderaan jauh untuk mendukung kegiatan Patroli Laut Bea dan Cukai dalam menghadapi ancaman keamanan maritim?. Adapun tujuan penelitian ini untuk memberikan insight sebagai alternatif pengumpulan informasi terkait penyelundupan di laut berbasis data penginderaan jauh. Metodologi yang digunakan dalam

Fenomena plagiarisme dalam dunia pendidikan tinggi masih kerap terjadi. (Sahrani, 2020) mengutarakan bahwa dalam survei yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara dari 75 berkas karya ilmiah mahasiswa yang diuji menggunakan Turnitin sebanyak 27 berkas (36%) terindikasi plagiarisme dengan tingkat kemiripan bervariasi dari 30% sampai dengan 83%. 1 Praktik plagiarisme ternyata bukan hanya dilakukan oleh mahasiswa namun dilakukan oleh kalangan dosen hingga pimpinan perguruan tinggi.

Menurut (Pandjaitan, 2018), maritim Indonesia dan Australia memiliki peran yang sangat penting dalam menghubungkan dua benua dan memberikan akses ke jalur perdagangan internasional yang vital. Keduanya dikenal memiliki kekayaan sumber daya alam kelautan yang melimpah, serta memiliki kedaulatan laut dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang luas. Terlebih dalam hal persaingan perebutan hegemoni antara China dan AUKUS dimana Australia menjadi salah satu kekuatan AUKUS, net assestment antara Indonesia dan Australia menjadi penting untuk dianalisis dan dibandingkan kekuatan maritim Indonesia dan Australia untuk memahami posisi relatif keduanya dalam tatanan maritim global. B. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk melakukan analisis SWOT Nett assessment terhadap kekuatan maritim Indonesia dan membandingkannya dengan kekuatan maritim Australia. Dalam analisis ini, akan dilihat keunggulan dan kelemahan masing-masing negara dalam hal sumber daya alam kelautan, kedaulatan laut, posisi geografis, armada angkatan laut, keberagaman budaya maritim, dan industri perikanan. Dengan memahami perbedaan dan persamaan kekuatan maritim keduanya, kita dapat mengevaluasi implikasi strategis dan memberikan rekomendasi yang tepat guna untuk meningkatkan potensi maritim Indonesia.

On late February 5 th , BBC reported that US had shot down a giant Chinese balloon that it said had been spying on key military sites across America. Meanwhile, the Chinese foreign ministry said: "The Chinese side has repeatedly informed the US side afer verification that the airship is for civilian use and entered the US due to force majeure-it was completely an accident." 1 An article in The Conversation site also wrote that China had been targeting countries around the world with their balloon technology. This is nothing new, China had been using balloons for surveillance for years. However, this is not as extraordinary as it sounds, as China has super-advanced satellites to conduct these missions. 2

Pada era Revolusi Industri 4.0 saat ini, teknologi berkembang sangat pesat, konflik dan ancaman keamanan nasional semakin kompleks. Salah satu bentuk perang yang telah berkembang adalah hybrid warfare, di mana strategi gabungan dari taktik militer konvensional dan non-konvensional digunakan untuk mencapai tujuan politik dan militer. Dalam konteks ini, gray zone, juga dikenal sebagai zona abu-abu, telah muncul sebagai lingkungan di antara perang terbuka dan perdamaian yang mengancam stabilitas keamanan global. Sementara itu, saat ini C6ISR (Command, Control,