Papers by Stefanus Kristianto
Veritas (Malang), Jun 14, 2023
Yada: Jurnal Teologi Biblika dan Reformasi, 2023
Diskusi mengenai pembentukan kanon Perjanjian Baru merupakan salah satu diskusi menarik. Alasanny... more Diskusi mengenai pembentukan kanon Perjanjian Baru merupakan salah satu diskusi menarik. Alasannya, para sarjana berbeda pandangan mengenai apa penyebab dan bagaimana kanon ini terbentuk. Dalam tulisan ini, penulis akan mencoba meneliti faktorfaktor dari masa dua abad pertama, dan menunjukkan bagaimana secara konkrit faktorfaktor tersebut berperan dalam pembentukan kanon Perjanjian Baru. Kesimpulan yang hendak dibangun penulis di sini ialah bahwa faktor internal merupakan faktor terawal yang memicu pembentukan kanon Perjanjian Baru, sementara faktor eksternal, yang muncul di masa lebih kemudian, merupakan faktor yang mempercepat atau mempertajam pembentukan kanon Perjanjian Baru.
Asia Journal of Theology, 2017
Bart Ehrman was a good textual scholar, but some of his notions have provoked animated discussion... more Bart Ehrman was a good textual scholar, but some of his notions have provoked animated discussions. One of his provocative notions is his view on the textual transmission of the New Testament. He contends that there were many theologically motivated alterations during the transmission process that affected the validity of some Christian doctrines. In this article I will evaluate Ehrman's historical reconstruction of John 1:18 as a test case. I will show that Ehrman's reconstruction of this passage is incorrect and that no Christian doctrines are affected, whatever reading we take. This, of course, will not automatically prove that Ehrman's reconstruction of other passages is wrong; but at least it will prompt the reader to question Ehrman's other historical reconstructions, or even his whole thesis.

Sola Gratia 3.1, 2022
Pericope Adulterae, commonly known as "The Story of the Adulterous Woman" (John 7:53-8:11), is on... more Pericope Adulterae, commonly known as "The Story of the Adulterous Woman" (John 7:53-8:11), is one of the famous stories in the Gospel of John. However, this story turns out to have serious problems regarding its authenticity. So, how should Evangelicals deal with this passage? This paper will begin with a textual analysis to show that the Pericope Adulterae is not an integral part of the Gospel of John. Afterwards, the authors turn to historical analysis to show that Pericope Adulterae probably originated from an oral tradition that was then preserved in three different written forms. Lastly, the writer tries to look at this text from a theological perspective, especially the Evangelical doctrine of inspiration. The author concludes that Pericope Adulterae is not part of the inspired word of God. Therefore, this passage should not be the norma normans for the Evangelicals. However, this passage is a beautiful legacy of church tradition, which to some extent can still be used in the spiritual life of the Evangelicals.

SOLA GRATIA: Jurnal Teologi Biblika dan Praktika
Most of the Bible readers of course concur that the relationship between Jesus and Mary, his moth... more Most of the Bible readers of course concur that the relationship between Jesus and Mary, his mother, is an example of the harmonious relationships in the Bible. Admittedly, this idea is pervasive and could be found both in academic and popular writings, as well as in various artwork. Unlike that dominant idea, through this work, the writer is trying to show that the Gospel writers perform a different picture. The writer will investigate three key texts, namely John 2:3-4; Mark 3:20-35; and Luke 11:27-38, in order to show that, according to the Gospel writers, there is a relational tension between Jesus and Mary during Jesus’s ministry, which is apparently caused by a gap between Mary’s expectation and Jesus’s way of serving. As to the methodology, the writer will use an eclectic method, by drawing insight from some approaches to understand those texts better.Hampir semua pembaca Alkitab pasti setuju bahwa relasi antara Yesus dan Maria, ibu-Nya, merupakan salah satu contoh relasi har...
Abstrak: Salah satu karakteristik yang kerap muncul dalam Injil Yohanes ialah menampilkan Yesus s... more Abstrak: Salah satu karakteristik yang kerap muncul dalam Injil Yohanes ialah menampilkan Yesus sebagai penggenap ritual, figur, atau nubuatan dalam Perjanjian Lama. Bertolak dari dasar itu, tulisan ini akan mencoba berfokus pada bagaimana Injil Yohanes menampilkan Yesus sebagai penggenap tempat ibadah di dalam Perjanjian Lama. Untuk mencapai tujuan itu, penulis akan mulai dengan menunjukkan bahwa Perjanjian Lama merupakan latar belakang konseptual di balik Injil Yohanes. Setelah itu, penulis akan meneliti perkembangan konseptual tempat ibadah di dalam Perjanjian Lama untuk mengetahui aspek apa saja yang digenapi dan bagaimana Yesus menggenapinya. Pada akhirnya, penulis akan menarik beberapa implikasi praktis penggenapan tersebut bagi kehidupan Kristen kontemporer. Kata Kunci: Yesus, Perjanjian Lama, Injil Yohanes, Penggenapan, Tempat Ibadah.
Abstraksi: Kitab Mazmur merupakan salah satu kitab dalam Alkitab yang paling disukai orang Kriste... more Abstraksi: Kitab Mazmur merupakan salah satu kitab dalam Alkitab yang paling disukai orang Kristen. Akan tetapi, beberapa bagian dalam kitab ini–yang biasa disebut Mazmur Kutukan–telah menimbulkan problem etis bagi pembacanya, sebab mazmurmazmur ini nampak bertentangan dengan prinsip kasih yang diajarkan Yesus. Beberapa sarjana memang pernah mengemukakan beragam interpretasi untuk ―menjinakkan‖ mazmur-mazmur ini. Akan tetapi, usulan-usulan tersebut justru menimbulkan masalah lain. Dalam tulisan ini, penulis mencoba menawarkan penafsiran alternatif terhadap mazmur-mazmur kutukan, yakni memahami mazmur-mazmur tersebut dalam terang perjanjian Musa. Menutup tulisan ini, penulis akan memberikan dua aplikasi praktis dari interpretasi tersebut. Kata-kataKunci:Kitab Mazmur, Mazmur Kutukan, Perjanjian Musa, Perjanjian Lama, Etika, Etis
Sumbangsih gerakan reformasi ternyata tidak hanya mencakup area doktrinal namun juga pembacaan he... more Sumbangsih gerakan reformasi ternyata tidak hanya mencakup area doktrinal namun juga pembacaan hermeneutis terhadap surat-surat Paulus, khususnya Surat Roma. Cara membaca mereka telah menjadi cara membaca mayoritas orang Kristen sejak jaman mereka. Namun, sejak abad lalu cara membaca yang diwariskan reformator ini mulai digugat keabsahannya. Dimulai dari Krister Stendahl, kritik ini mencapai kulminasinya pada mazhab new perspective yang dimotori oleh orangorang seperti Ed Parish Sanders, James Dunn dan, di kalangan Injili, Nicholas Wright. Tulisan ini akan mencoba menguraikan sejarah dan konsep mendasar dari mazhab new perspective, serta menunjukkan kepada pembaca bahwa meskipun dalam beberapa hal mereka memberikan sumbangsih positif dan kritik konstruktif bagi studi Paulinisme, namun dalam banyak hal, para reformator tetap lebih baik dalam memahami tulisan Paulus.

Abstrak: Disadari atau tidak, untuk rentang waktu yang lama, sebenarnya ada tendensi anti-humor y... more Abstrak: Disadari atau tidak, untuk rentang waktu yang lama, sebenarnya ada tendensi anti-humor yang kuat dalam Kekristenan. Hal ini tidak mengejutkan sebab tradisi Kristen memang telah mewariskan semacam sentimen negatif terhadap humor. Dalam studi ini, penulis akan mencoba meresponi salah satu dampak negatif dari tradisi ini, yaitu pengabaian atau penolakan terhadap eksistensi humor dalam Alkitab. Lebih spesifiknya, penulis akan mencoba menunjukkan potensi humor dalam sebuah teks, yakni perumpamaan tentang pengampunan (Matius 18:21-35). Untuk mencapai hal tersebut, penulis akan lebih dulu berusaha memberikan definisi provisional tentang humor. Setelah itu, penulis akan membahas konteks dan konten dari perikop tersebut, sebelum pada akhirnya memaparkan beberapa usulan mengenai humor dalam teks tersebut. Kata-kata kunci: Humor, Injil Matius, Perumpamaan, Pengampunan, Keganjilan, Hyperbola

Jurnal Amanat Agung
Abstraks: Apakah Yesus adalah seorang yang humoris? Menarik dicatat bahwa untuk waktu yang lama b... more Abstraks: Apakah Yesus adalah seorang yang humoris? Menarik dicatat bahwa untuk waktu yang lama banyak penulis telah memberikan jawaban negatif untuk menjawab pertanyaan tersebut. Namun, tidak seperti mereka, tulisan ini akan memberikan jawaban alternatif. Dengan menggunakan definisi humor sebagai sebuah keganjilan yang menyenangkan (playful incongruity), tulisan ini akan menunjukkan beberapa contoh yang mungkin bernada humor dari ajaran antitesis Yesus. Melalui studi ini, diharapkan bukan hanya gambaran yang lama mengenai Yesus diubah, tetapi juga sensitivitas pembaca terhadap humor dalam pengajaran Yesus ditingkatkan : Was Jesus a humorist? It is interesting to note that for a long time many writers had given a negative answer to such a question. This paper, however, will try to give an alternative answer. Working from the definition of humor as a ‘playful incongruity,’ this paper will show some plausible humor from Jesus’ antitheses. Through this study, it is hoped that not onl...
Abstrak: Meskipun secara umum eksistensi historis figur Yesus merupakan kebenaran yang dianggap a... more Abstrak: Meskipun secara umum eksistensi historis figur Yesus merupakan kebenaran yang dianggap aksiomatis,sejarah mencatat adanya beberapa orang dari abad-abad lampau, yang menyangsikan bahwa Pribadi ini benar-benar pernah ada. Hanya saja, ide ini tidak mendapat sambutan yang serius pada masa itu. Meski demikian, ini tidak menyurutkan beberapa pemikir kontemporer yang menyebut diri mereka Mythicist, untuk menggemakan kembali ide ini. Dalam tulisan ini, pertama-tama penulis akan memaparkan sketsa sejarah kemunculan ide ini. Setelah itu, penulis akan memaparkan dan merangkumkan garis besar argumen beberapa pemikir utama kelompok Mythicist, sebelum pada akhirnya, penulis akan mengevaluasi tiap-tiap argumen mereka untuk menunjukkan bahwa pada dasarnya para Mythicist hanya menampilkan sebuah mitos tentang ―mitos.‖ Kata-kata Kunci: Mythicist, Kristus, Mitos, Injil, Genre
Buku ini dibuka dengan pengantar dari Morna Hooker yang mengisahkan perdebatannya dengan Norman P... more Buku ini dibuka dengan pengantar dari Morna Hooker yang mengisahkan perdebatannya dengan Norman Perrin (dan Reginald H. Fuller) sekitar tahun 1970. Di sana, Hooker menyampaikan kritiknya mengenai pembedaan autentik dan tidak autentik (yang menurutnya merupakan warisan kritik bentuk), di samping juga mengritik fungsi kriteria autentisitas yang problematis. Berfokus pada detil-detil demikian, menurutnya, hanya akan membuat sarjana kehilangan gambaran menyeluruh tentang siapa Yesus.
Rasanya tidak ada yang akan sangsi bila dikatakan bahwa Peter Williams adalahsalah satu kritikus ... more Rasanya tidak ada yang akan sangsi bila dikatakan bahwa Peter Williams adalahsalah satu kritikus teks terbaik hari ini. Sewaktu saya merampungkan penulisan tesisuntuk STT Aletheia, salah satu artikel yang paling mengesankan yang saya baca ialahesai tulisan Principal dari Tyndale House ini.

Secara keseluruhan, buku ini terdiri atas lima bab, yakni tiga bab utama ditambah dengan bab pend... more Secara keseluruhan, buku ini terdiri atas lima bab, yakni tiga bab utama ditambah dengan bab pendahuluan dan kesimpulan. Di dalam bagian pendahuluan, Gathercole mulai dengan memaparkan pentingnya pembahasan mengenai teori penebusan pengganti. Selain soal kejelasan makna bagi gereja dan kesarjanaan, dia melihat aspek pastoral doktrin ini sebagai hal yang penting. Setelah itu, Gathercole mencoba merumuskan apa sebenarnya teori penebusan pengganti itu. Secara positif, ia menjelaskan bahwa doktrin ini mengajarkan bahwa Kristus mati menanggung dosa atau kesalahan atau hukuman umat Allah, sehingga mereka tidak perlu lagi mengalami hal tersebut (hal. 15-18). Secara negatif, ia memberikan beberapa kualifikasi yang membedakan doktrin ini khususnya dari konsep representasi, pendamaian (propitiation), dan pemuasan (satisfaction) (hal. 18-23). Di akhir bab pendahuluan ini (hal. 23-28), Gathercole meresponi secara singkat beberapa keberatan terhadap teori ini. Secara khusus, dia berfokus pada ke...

Secara garis besar, buku ini terdiri atas enam bab utama. Bab pertama merupakan bagian pengantar ... more Secara garis besar, buku ini terdiri atas enam bab utama. Bab pertama merupakan bagian pengantar yang menyentuh tiga aspek penting. Pertama, bab ini memberi pengenalan awal tentang apa itu CBGM. Secara ringkas, Wasserman dan Gurry mendefinisikan CBGM sebagai “a method that (1) uses a set of cumputer tools (2) based in a new way of relating manuscript texts that is (3) designed to help us understand the origin and history of the New Testament text.” (hal. 3). Jadi, seperti harapan Epp, metode ini mengkombinasikan penggunaan komputer dan pendekatan kuantitatif di beberapa bagian. Wasserman dan Gurry kemudian menggaris bawahi bahwa hal baru yang ditawarkan CBGM ialah bagaimana cara metode ini menghubungkan teks antar naskah. Pendekatan ini menggunakan prinsip dasar bahwa teks antar naskah bisa saling dihubungkan dengan menggunakan hubungan antar variannya. Kedua, bab ini juga menjelaskan secara singkat lima perubahan yang dibawa CBGM. Selain perubahan teks kritikal Yunani di beberapa t...
Dari judulnya, buku How God Became Jesus (selanjutnya HGBJ) ini jelas menunjukkan nuansa responss... more Dari judulnya, buku How God Became Jesus (selanjutnya HGBJ) ini jelas menunjukkan nuansa responssif terhadap buku Ehrman tersebut. Meski demikian kelima sarjana ini bukanlah apologis amatir, yang meresponsi Ehrman dengan data dan logika murahan. Mereka adalah para sarjana Perjanjian Baru yang mumpuni, yang–menurut saya–berhasil memberikan pandangan alternatif yang lebih baik dibanding apa yang Ehrman tawarkan. Kisah penerbitan buku ini memang cukup menarik. Para penulis buku ini pertama-tama meminta HarperOne memberi mereka draft tulisan Ehrman dan lantas menerbitkan respons mereka bersamaan dengan hari diterbitkannya HJBG(25 Maret 2014).

Bagi kalangan sarjana teologi, nama Walter Bauer tentunya bukan nama yang asing di telinga mereka... more Bagi kalangan sarjana teologi, nama Walter Bauer tentunya bukan nama yang asing di telinga mereka. Salah satu karyanya, leksikon BAGD, merupakan kamus paling terkemuka dalam studi bahasa Yunani Alkitab. Namun, sebenarnya bukan itu saja pencapaian monumentalnya. Lebih kurang delapan puluh tahun yang lalu, ia menerbitkan sebuah karya penting dalam bahasa Jerman, bertajuk ―Rechtgläubigkeit und Ketzerei im Ältesten Christentum.‖1 Apa yang luar biasa dari karya ini ialah bahwa tesisnya kemudian menjadi pandangan mayoritas sarjana (liberal?) dalam studi kekristenan perdana. Dalam karya tersebut, Bauer meneliti empat wilayah yang dianggapnya sebagai pusat pergerakan kekristenan abad kedua, yakni Asia Kecil, Mesir, Edessa dan Roma. Dia menunjukkan bahwa di daerahdaerah tersebut, bidat-bidat Kristen sebenarnya muncul lebih dahulu daripada kekristenan ortodoks. Dia lantas menyimpulkan bahwa hal itu merupakan penanda bahwa kekristenan awal pada dasarnya bersifat jamak secara doktrinal. Tiap-t...
Gerakan Pentakosta merupakan sebuah gerakan yang, menurut konsensus para ahli sejarah gereja, lah... more Gerakan Pentakosta merupakan sebuah gerakan yang, menurut konsensus para ahli sejarah gereja, lahir pada tahun 1901. Ini berarti gerakan ini kini baru berusia sekitar 105 tahun; sebuah usia yang relatif muda bila dibandingkan dengan saudara-saudara tua mereka (Katolik, Lutheran, Refomed, Mennonite, dan Wesleyan). Meski demikian, gerakan ini, dan juga turunannya yaitu gerakan Karismatik, telah memberikan dampak yang sensasional bagi kekristenan hari ini. Kedua gerakan ini telah menjadi salah satu daya tarik utama kekristenan di kala banyak orang mulai jemu dengan kelesuan dan kekakuan gereja-gereja arus utama.
Abstrak: teks Markus 1:1 merupakan salah satu teks Perjanjian Baru yang sering diperdebatkan. Ter... more Abstrak: teks Markus 1:1 merupakan salah satu teks Perjanjian Baru yang sering diperdebatkan. Terkait ayat ini, para kritikus teks tidak sependapat mengenai autentisitas epitet σἱοῦ θeοῦ (“Anak Allah”). Meskipun penulis pernah berada dalam kubu yang menolak autentisitas epitet ini, dalam tulisan ini, penulis akan mencoba mengevaluasi ulang bukti eksternal dan internal untuk bacaan ini, dengan memperhatikan beberapa perkembangan terakhir dalam ranah Kritik Teks Perjanjian Baru. Berbeda dengan keyakinan penulis sebelumnya, penulis kini melihat bahwa ada alasan yang kuat untuk mempercayai autentisitas epitet ini. Kata Kunci: Markus 1:1, Kritik Teks, Anak Allah, Pregenalogical Coherence, Kanon Kritik Teks
Di dalam riset sederhana dan terbatas yang pernah penulis lakukan, penulis menemukan bahwa kebany... more Di dalam riset sederhana dan terbatas yang pernah penulis lakukan, penulis menemukan bahwa kebanyakan orang-orang Kristen ternyata mengenal Perjanjian Baru jauh lebih baik ketimbang Perjanjian Lama. Buktinya, mereka jauh lebih familiar dengan kitab dan nama-nama di dalam Perjanjian Baru daripada kitab-kitab dan nama-nama di Perjanjian Lama. Selain itu, mereka juga membutuhkan waktu sekian puluh detik lebih lama untuk menemukan kitab-kitab dalam Perjanjian Lama dibanding sewaktu mereka membuka tulisan-tulisan Perjanjian Baru (penulis melakukan riset ini sekitar tahun 2005-2006 BC, before cellphone, saat kebanyakan orang masih menggunakan Alkitab fisik. Hasilnya mungkin akan sedikit berbeda di masa AD, all digital, ini).
Uploads
Papers by Stefanus Kristianto
of the Man from Galilee (Downers Grove: Inter-Varsity, 2015)