Forest Resources Conservation and Ecotourism

Abskak: Studi keanekaraganm jenis arnfibi dilakukan di Cilember, Jawa Barat untuk mendagatkm data dasar sebagai bahm p e~i n b m g m mmajemen kawasan d m konservasi amfibi. Pengmbilan sampel selma 12 bulan ouni 2002 -Mei 2003) di sungai Cilernber menghasilkan 12 spesies dari ernpat fmili. Jenis ymg diternukan umumnya addah Ranidae (-850h), dengm Limnonecfes kufzlii sebagai spesies yang paling melimpah (32.3%). Diperoleh nilai Indeks Keanekaragmm Shannon-Wiener (W') sebesar 1-76 dengm indeks kemeratam spesies sebesar 0.77. Indeks Dorninansi Simpson (D) sebesar 4.73, rnengindikasikm bahwa terdapat spesies dorninan. Kelimpahan amfibi dipengaruhi oleh tinggi muka air, curah hujm d m kondisi lingkungan. Penyebaran spesies diduga dipengmhi oleh kornponen habitat dm adanya rintmgan a l m i berupa air terjun. Ketidaknormdm morfologi dijumpai pada beberapa jenis, terutma Limnonectes kzihlii (-9%). Delapan jenis keCidhomalan morfologi di deskripsikan pada enarn jenis katak, walaupun demikian kelidhormalan yang diternukan secara keselumhan relatif kecil. Abstract: A study sf amphibian diversity was conducted to gather baseline data for area management and mphibim conservation. Twelve months smpling (June 2002 -May 2003) in Cilernber s t r e m resulted in 12 species from four families. Niost fmgs found were Rmidae (-85%), Mth Litnnonecfes kuhlii as the most abundant species (32.3%). The Shannon-Wiener diversity index (W) was moderate (1.761, with species eveness index of 0.77. Simpson's Dominal-ion index was 4.73 in&cating that there was dominant species. Wafer level, rainfall, weather and environmental conditions affected Kusrini, M.D., A. Mardiaslllti d m T Harvey gditor). 2003. Konservosi Amfibi dun Reptil di Indonesia. Seminar Hosil Peneliiion Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Bogor 8 Mei 2003. Institus Perranian Bogor.. i8l hal.

Penelitian di bidang amfibi di Indonesia boleh jadi tertinggal
dibandingkan penelitian satwa liar lainnya. Padahal, tidak
kurang dari 450 jenis amfibi diketahui terdapat di Indonesia dan hanya sedikit informasi detil mengenai biologi dan ekologi yang diketahui. Sementara itu survei yang dilakukan oleh para ahli, yang kebanyakan adalah peneliti dari luar Indonesia, kerapkali menemukan jenis-jenis baru yang belum dideskripsikan. Pengalaman selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa hasrat mahasiswa ataupun peneliti lokal di bidang penelitian biologi dan ekologi amfibi sebenarnya meningkat pesat. Sayangnya, hal ini terkendala oleh minimnya pengetahuan mengenai metoda penelitian terutama saat melakukan penelitian di alam. Sebenarnya informasi mengenai metoda survei dan penelitian amfibi dapat dilihat dari berbagai buku ataupun jurnal ilmiah yang kebanyakan menggunakan bahasa Inggris. Namun demikian, banyak informasi tersebut yang tidak dapat digali oleh mahasiswa dan peneliti lokal
karena adanya kendala dalam bahasa. Buku ini berkembang dari modul yang dibuat penulis saat mengajar mahasiswa jurusan KSHE Fakultas Kehutanan IPB maupun mahasiswa/peneliti muda dari berbagai institusi dalam berbagai pelatihan. Merekalah yang mendorong agar penulis
mengembangkan modul tersebut menjadi sebuah buku yang
mengetengahkan berbagai cara melakukan survei dan  penelitian amfibi dalam bahasa Indonesia. Kepada merekalah, para herpetologis Indonesia di masa datang, buku ini saya
persembahkan.

Amphibian skin has been the source of a wide variety of biologically active compounds. This study was aimed to determine antifungal activity of skin secretion of two species of anurans endemic in Indonesia, the bleeding toad Leptophryne cruentata and the javan tree frog Rhacophorus margaritifer. We collected 7 adults of L. cruentata and 10 adults of R. margaritifer from the wild in Mount Gede Pangrango National Park, West Java. The toads and frogs were induced to release skin secretion using a nonlethal induction technique based on epinephrine injection. The collected skin secretion was filter-sterilized, freeze-dried and subjected to antifungal assay. Results showed that skin secretion of some toads and frogs has antifungal activity against the fungus Trichophyton mentagrophytes. Among the chemical compounds with potential bioactivity detected in the skin secretion include fatty acids, amines and steroids. Therefore, the toad and frog skin secretion has the potential to be developed as a source of antifungal agents.

Several markets selling consumable softshell turtle found in Indonesia, but no research on domestic trade yet. Softshell turtle utilization quota by Ministry of Forestry (90% for export, 10% for domestic use) was only based on softshell turtle population survey in the wild with no consideration on domestic consumption needs. This research was conducted from December 2013 to March 2014 to identify sofshell turtle trade for domestic consumption in Jakarta province. Interviewing informans through snowball sampling and survey were used to identify softshell turtle food traders. In total sofshell turtle sold for consumption at Jakarta during 3 months was 8 818 kg, consist of 7 171.6 kg Amyda cartilaginea (equal to 2 390.5 kg/month) and 1 646.5 kg Trionyx siamensis (equal to 548.8 kg/month). Most A cartilaginea cames from South Sumatera (49%), Jambi (20%) and Lampung (19%), as well as some areas in West Java and Banten. Thirty four restaurants and 3 vendors selling softshell turtle food were found at several places in Jakarta except in East Jakarta in which take of about 4 kg/restaurants or vendors (equal to 4 440 kg/month), and the price was in between Rp 26 000-200 000 per serving

Hasselt’s litter frogs (Leptobrachium hasseltii Tschudi 1838) is a wide spread species in Java and Sumatra, but there is no specific distribution map for this species. The purpose of this study is to identify the distribution of hasselt’s litter frogs in Java and examine the suitability of it’s using maxent. We used presence data and environment variables consisting of elevation, slope, NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), distance from the river, temperature, precipitation, and land cover to evelop the distribution model of this species. Hasselt’s litter frogs in Java depends on forested area with a wide range of elevation (lowland to mountain forests), moderate slope, temperature between 20-21oC and rainfall over 2500 mm/year. The highest number of frogs are found in secondary forest land cover, as supported by NDVI values between 0.8 to 0.9 and relatively close to the river. Habitat model constructed are robust with AUC (Area Under Curve) value of 0.951. Environmental v...

Kodok buduk (Duttaphrynus melanostictus) merupakan jenis kodok yang umum dijumpai di perkotaan dan keberadaannya sering diabaikan. Tujuan penelitian adalah menganalisis pemilihan pakan dari kodok buduk di habitat alamnya, kelimpahan pakan, lebar relung dan tumpang tindih relung serta mengetahui potensi kodok ini sebagai pengendali serangga hama. Analisis dilakukan pada 100 spesimen kodok buduk (50 jantan dan 50 betina) dari sekitar kampus IPB Darmaga, Bogor dengan cara pembedahan. Frekuensi pakan tertinggi di lambung jantan maupun betina kodok buduk adalah Ordo Hymenoptera, Coleoptera, Blattaria, Diplopoda, dan Isoptera. Dari segi volume, pakan tertinggi adalah Blattaria, Coleoptera, dan Scolopendromorpha, namun berdasarkan densitas relatif pakan di lambung didominasi oleh Isoptera, Hymenoptera dan Coleoptera. Ordo-ordo yang disebut di atas termasuk hama yang merugikan manusia seperti kecoak dan rayap. Tidak terdapat korelasi antara ukuran tubuh dengan volume pakan, karena terdapat ...