Napper & Seaman (1989) menyampaikan kecanggihan robot terletak pada sistem kontrol dan sensor yan... more Napper & Seaman (1989) menyampaikan kecanggihan robot terletak pada sistem kontrol dan sensor yang membuat pergerakan menjadi fleksibel. Launius & McCurdy (2007) menguraikan kerjasama antar sistem kontrol dan sensor untuk menentukan pergerakan, kecepatan, suara, dan orientasi robot. Heidegger et al. (2013) melaporkan beban kerja robot yang mencapai 150-250 kg, ketelitian hingga 3 mm, dan manuver pergerakan siku yang beragam dan kompleks, yang dapat menurunkan kinerja robot. Gesekan merupakan penyebab utama kehilangan energi robot (Alves et al. (2013). Berbagai upaya mengurangi gesekan robot dilakukan, diantaranya penggunaan pelumas (Ting & Chen 2011), gelembung mikro (Murai et al. 2007), lapisan poliamida (Tanaka et al. 2004), dan nano-additives sebagai antioksidan, detergen, dispersan, tekanan tinggi (EP), dan anti-aus (AW) (Policandriotes & Filip 2011). Pelumas robot dari minyak nabati memiliki karakteristik sebagaimana pelumas umumnya, seperti tingginya indeks viskositas, volatilitas yang rendah, pelumasan yang baik, serta pelarut yang baik untuk aditif fluida, namun oksidatif dan memiliki stabilitas termal yang rendah (Alves et al. 2013). Modifikasi kimia dikembangkan seperti epoksidasi (Dinda et al. 2008), transesterifikasi (Campanella et al. 2010), katalis asam padat hidrofobik (Sreeprasanth et al. 2006), dan penambahan CuO nanopartikel (Battez et al. 2008). Mikroalga merupakan sumber minyak/lemak dengan kandungan tinggi (sekitar 20%-50%) (Renaud et al. 1994), kulturnya tidak membutuhkan lahan yang luas (Richmond 2004), serta pertumbuhan relatif yang lebih cepat (Renaud & Parry 1994). Pemanfaatan mikroalga Chlorella sp. sebagai energi terbarukan dengan memanen Oleaginous (Lee et al. 2013) belum pernah dikembangkan sebagai pelumas. Aditif pelumas umumnya menggunakan sulfur dan timbal yang dapat membentuk lapisan pada permukaan bahan untuk mengurangi gesekan. Penggunaan sulfur dan timbal telah dibatasi karena bersifat tidak ramah lingkungan (Alves et al. 2013). Chitin-chitosan diketahui dapat mengikat logam seperti zink, cadmium, timbal dan tembaga (Muzzarelli & Rocchetti 1973) dan mengkelat ion mercury (Hg) (Muzarelli & Rocchetti 1974). Proses pengikatan logam chitosan terjadi melalui proses chelating akibat adanya gugus aktif NH 2dan OH-(Muzzarelli 1970). Agar dapat berfungsi baik, chitosan biasanya dilarutkan dalam asam asetat, yang memungkinkan gugus OH dan NH 2 dapat melakukan pengikatan terhadap gugus lain yang juga bermuatan (Rinaudo 2003). Kemampuan chitosan akan berfungsi lebih baik jika dimodifikasi dalam ukuran yang lebih kecil (teknologi nano) (Zhi et al. 2005). China-Castilho & Spikes (2000) melaporkan mekanisme bahan koloid nanopartikel
Napper & Seaman (1989) menyampaikan kecanggihan robot terletak pada sistem kontrol dan sensor yan... more Napper & Seaman (1989) menyampaikan kecanggihan robot terletak pada sistem kontrol dan sensor yang membuat pergerakan menjadi fleksibel. Launius & McCurdy (2007) menguraikan kerjasama antar sistem kontrol dan sensor untuk menentukan pergerakan, kecepatan, suara, dan orientasi robot. Heidegger et al. (2013) melaporkan beban kerja robot yang mencapai 150-250 kg, ketelitian hingga 3 mm, dan manuver pergerakan siku yang beragam dan kompleks, yang dapat menurunkan kinerja robot. Gesekan merupakan penyebab utama kehilangan energi robot (Alves et al. (2013). Berbagai upaya mengurangi gesekan robot dilakukan, diantaranya penggunaan pelumas (Ting & Chen 2011), gelembung mikro (Murai et al. 2007), lapisan poliamida (Tanaka et al. 2004), dan nano-additives sebagai antioksidan, detergen, dispersan, tekanan tinggi (EP), dan anti-aus (AW) (Policandriotes & Filip 2011). Pelumas robot dari minyak nabati memiliki karakteristik sebagaimana pelumas umumnya, seperti tingginya indeks viskositas, volatilitas yang rendah, pelumasan yang baik, serta pelarut yang baik untuk aditif fluida, namun oksidatif dan memiliki stabilitas termal yang rendah (Alves et al. 2013). Modifikasi kimia dikembangkan seperti epoksidasi (Dinda et al. 2008), transesterifikasi (Campanella et al. 2010), katalis asam padat hidrofobik (Sreeprasanth et al. 2006), dan penambahan CuO nanopartikel (Battez et al. 2008). Mikroalga merupakan sumber minyak/lemak dengan kandungan tinggi (sekitar 20%-50%) (Renaud et al. 1994), kulturnya tidak membutuhkan lahan yang luas (Richmond 2004), serta pertumbuhan relatif yang lebih cepat (Renaud & Parry 1994). Pemanfaatan mikroalga Chlorella sp. sebagai energi terbarukan dengan memanen Oleaginous (Lee et al. 2013) belum pernah dikembangkan sebagai pelumas. Aditif pelumas umumnya menggunakan sulfur dan timbal yang dapat membentuk lapisan pada permukaan bahan untuk mengurangi gesekan. Penggunaan sulfur dan timbal telah dibatasi karena bersifat tidak ramah lingkungan (Alves et al. 2013). Chitin-chitosan diketahui dapat mengikat logam seperti zink, cadmium, timbal dan tembaga (Muzzarelli & Rocchetti 1973) dan mengkelat ion mercury (Hg) (Muzarelli & Rocchetti 1974). Proses pengikatan logam chitosan terjadi melalui proses chelating akibat adanya gugus aktif NH 2dan OH-(Muzzarelli 1970). Agar dapat berfungsi baik, chitosan biasanya dilarutkan dalam asam asetat, yang memungkinkan gugus OH dan NH 2 dapat melakukan pengikatan terhadap gugus lain yang juga bermuatan (Rinaudo 2003). Kemampuan chitosan akan berfungsi lebih baik jika dimodifikasi dalam ukuran yang lebih kecil (teknologi nano) (Zhi et al. 2005). China-Castilho & Spikes (2000) melaporkan mekanisme bahan koloid nanopartikel
Uploads
Papers by Bayu Irianto