Papers by riwandi riwandi

Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia, Dec 22, 2018
[CHANGE IN SOIL CHEMICAL CHARACTERISTICS AND YIELD OF MAIZE IN AN INCEPTISOL AS AMENDED WITH COMP... more [CHANGE IN SOIL CHEMICAL CHARACTERISTICS AND YIELD OF MAIZE IN AN INCEPTISOL AS AMENDED WITH COMPOST]. Vast area of inceptisol in Indonesia is a potential natural resource for improving the domestic maize production. The amendment of organic material is expected to make correction on the fertility problem inherent in the soil. Objective of this study was to determine the optimum dose of compost for some soil chemical properties and maize performances. The doses of compost consisted of 0, 2.5, 5, 7.5, 10, and 12.5 ton/ha a were allotted randomly on the experimental plots according to completely randomized design with three replications. Observations were made on the exchangeable Aluminum (Al-dd), pH, organic carbon, water content, plant height, unhusked and husked ear weight, and grain yield. Analysis of variance showed that the dose of compost had significant (P≤0.05) effects on pH and C-organic in soil. Giving compost at a dose about 12.5 ton/ha could increase the pH about 4.9, whereas giving compost at a dose about 10 ton/ha could increase C-organic about 3.09 %. In other hand, the giving of compost with various dose did not give significantly (P>0.05) affect towards Aluminium (Al-dd), pH, C-organic, water content, height of plants, weight of without husk, weight of cob with husk, weight of dry corn beans. The highest grain yield (2,415.75 kg/ha) was observed on compost applied at dose 12.5 ton/ha.

UNIB Press eBooks, 2012
Puji syukur disampaikan kepada Allah SWT dengan kasih sayang-Nya, penulis mampu menyelesaikan pen... more Puji syukur disampaikan kepada Allah SWT dengan kasih sayang-Nya, penulis mampu menyelesaikan penulisan buku yang berjudul:"Teknologi Tepat Guna Pupuk Kompos dan Cara Pembuatannya". Buku ini dibuat untuk kebutuhan masyarakat, petani, pelajar, mahasiswa, para pengguna teknologi pertanian, praktisi, dan akademisi. Pembuatan buku ini bertitik tolak dari hasil penelitian penulis, dkk pada tahun 2012 dengan judul: Rekayasa Kualitas Kesuburan dan Kesehatan Tanah dengan Pupuk Kompos dan Aplikasinya Terhadap Produksi Jagung Organik" yang mendapatkan dana hibah penelitian strategis nasional (STRANAS) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti-Kemendikbud) tahun 2012. Buku ini merupakan salah satu bentuk luaran hasil penelitian tersebut. Buku ini berisi pengenalan Teknologi Tepat Guna (TTG), pupuk kompos, kesuburan dan kesehatan tanah, tujuan, dan manfaat buku ini (Bab I). Setelah itu, para pembaca diajak untuk mengenal cara pembuatan pupuk kompos yang bermutu baik. Bahan kompos dipilih, bak kompos dibuat, persiapan bahan kompos sebelum dilakukan pengomposan. Setelah semua bahan kompos disiapkan, pembuatan pupuk kompos dilakukan dan dibiarkan selama 1,5 bulan. Pengendalian mutu pupuk kompos juga dilakukan dengan mengukur temperatur, kadar air, populasi jamur, cacing tanah, warna, kasarhalus, bau, pH, dan kadar N, P, K bahan kompos (Bab II). Interpretasi hasil pupuk kompos dibahas untuk memberikan gambaran mutu pupuk kompos (Bab III). Buku ini diakhiri dengan pesan yang disampaikan dalam Bab Penutup. Argumentasi yang ditemukan dalam tulisan disertai dengan penulisan pustaka. Usaha yang keras, tekun, teliti, cermat, dan hemat adalah kunci keberhasilan pembuatan pupuk kompos dalam melestarikan pertanian berkelanjutan di masa yang akan datang.

Jurnal Natur Indonesia, Nov 21, 2012
Organic substrate is an important component of biological treatments for acid mine drainage (AMD)... more Organic substrate is an important component of biological treatments for acid mine drainage (AMD) remediation systems. It provides organic substrates to sulfate-reducing bacteria (SRB) in the sulfate (SO4) reduction, resulting in increased alkalinity and metal sulfide precipitates. Natural organic matters vary in their characteristics, and therefore may perform differently for remediation properties. This study was aimed to characterize four locally available organic wastes (bark, empty fruit bunch, sawdust, and chicken manure) potential for AMD remediation. Their chemical properties and elemental compositions were measured. An anaerobic incubation of these wastes in AMD was undertaken to determine their remediation properties. The pH, electrical conductivity (EC), redox potential (Eh), and dissolved Fe and SO 4 of the mixtures were measured after the 1st, 7th, 14th, and 30th day of the incubation at room temperature. The results demonstrated that organic wastes varied in their chemical properties and performed differently in treating AMD. Organic wastes containing high alkalinity (high pH) and nutrient concentrations (chicken manure and empty fruit bunch) improved AMD quality through increasing pH (>6) and reducing dissolved Fe and SO4 concentrations. Although sawdust and bark (high CEC) did not increase pH up to acceptable standard at most time, they apparently were able to remove dissolved Fe from AMD through adsorption mechanism.

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, Mar 7, 2023
ABSTRAK Entisol memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang miskin yang membatasi pertumb... more ABSTRAK Entisol memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang miskin yang membatasi pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan pupuk vermikompos yang tepat. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan dosis vermikompos yang tepat guna meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung pada Entisol. Penelitian disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok, yang terdiri atas 7 dosis aplikasi pupuk vermikompos (0; 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5; dan 15 Mg ha ï€1) dengan ulangan 4 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis vermikompos berpengaruh nyata pada pertumbuhan dan hasil tanaman jagung di tanah Entisol pesisir pantai. Dosis vermikompos 10 Mg ha ï€1 merupakan dosis terbaik untuk tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman, bobot segar tajuk, bobot segar akar, bobot kering tajuk dan akar. Sementara itu, dosis 12,5 Mg ha-1 memberikan hasil terbaik untuk bobot basah tongkol berkelobot per tanaman, bobot basah tongkol tanpa kelobot per tanaman, dan bobot kering gabah per tanaman, yaitu masing-masing 322,75 g, 286,66, dan 173,4 g. Hasil terbaik bobot basah tongkol berkelobot per petak, variabel bobot basah tongkol tanpa kelobot per petak, dan bobot kering gabah per petak diperoleh dari dosis vermikompos 15

Produksi karet perkebunan rakyat masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan perkebunan besar... more Produksi karet perkebunan rakyat masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan perkebunan besar. Hal ini dikarenakan sebagian besar jenis tanah perkebunan rakyat adalah ultisol yang merupakan tanah marginal. Selain itu kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan tanaman karet sehingga teknik pemeliharaan dan perawatan tanaman karet masih kurang tepat. Tanaman karet yang diusahakan pada tanah yag miskin hara sehingga sangat memerlukan pemupukan, baik untuk memacu pertumbuhan maupun untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Salah satu pupuk organik yang tersedia yaitu POL limbah karet. Sampai saat ini belum banyak kajian mengenai dosis POL limbah karet, sehingga diperlukannya aras dosis POL limbah karet yang optimum pada budidaya tanaman karet. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh aras dosis POL limbah karet yang optimum terhadap produksi tanaman karet rakyat. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kebun Karet Petani Desa Tanjung Terdana Kecamatan Pondok Kelapa, Bengkulu Tengah, PTPN7 Padang Pelawi, dan Zona Pertanian Terpadu selama 5 bulan (Juni – Oktober 2017). Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL), faktor tunggal dengan 6 perlakuan dosis POL limbah karet, masing-masing perlakuan diulang 4 kali (puncak, lereng atas, lereng bawah, lembah) sehingga didapat : 24 petak percobaan, setiap petak percobaan terdapat 3 pohon tanaman karet sehingga di peroleh 72 tanaman karet sampel. Dosis POL terdiri 0 ton ha-1, (10 kg pohon-1 setara dengan5 ton ha-1), (20 kg pohon-1 setara dengan 10 ton ha-1), (30 kg pohon-1 setara dengan 15 ton ha-1), (40 kg pohon-1 setara dengan 20 ton ha-1), dan (50 kg pohon-1 setara dengan 25 ton ha-1). Hasil penelitian menunjukan bahwa dosis optimum pupuk organik lokal limbah karet adalah sebesar 10,09 ton ha-1 atau setara dengan 20,18 kg pohon-1 dengan bobot lateks basah sebesar 9,95 to ha-1 tahun-1. Dosis optimum pupuk organik lokal limbah karet adalah sebesar 10,04 ton ha-1 atau setara dengan 20,08 kg pohon-1 dengan bobot lateks kering oven sebesar 3,42 ton ha-1 tahun-1.

Journal of Tropical Soils, Sep 1, 2017
Most of rubber plants in Indonesia are cultivated in highly-weathered soils; therefore, their ann... more Most of rubber plants in Indonesia are cultivated in highly-weathered soils; therefore, their annual productions are relatively low with the low quality of latex. The aim of this reseach was to increase the latex quality from a rubber plantation grown on low fertility soils by applying a locally-produced organic fertilizer (LOF) to the soils. This research consisted of two steps, i.e. LOF production and a field fertilization experiment. The LOF was made mainly from waste of a latex processing industry. The field fertilization experiment was conducted to assess the effects of LOF additions to the soils on the latex quality. The field experiment was performed using a randomized complete block design with 6 LOF levels, 4 levels of land slopes, and 5 rubber trees in each block, resulting in 120 rubber trees. The LOF levels were 0, 10, 20, 30, 40, and 50 kg tree-1. The LOF contained 17.35% organic-C, 1.14% total-N, 0.53 ppm available-P, and 1.21 cmol (+)kg-1 exchangeable-K, with slightly alkaline pH (pH 8.0). The soil has low fertility status as indicated by the low amounts of total-N and exchangeable base cations (K, Na, and Mg), and very acid pH (pH 4.5). Indicators of latex quality comprising of blockage index, ash-, impurity-and dry rubber-content, and N, P, K contents in the rubber leaves were measured. Although there were no significant differences in most observed latex properties due to LOF addition, their values tended to be higher when the rubber trees were fertilized with LOF. Apparently N and K contents in the rubber leaves are better correlated to the latex properties compared to the P content.
Journal of Tropical Soils, Oct 19, 2017

Ketahanan pangan ialah tersedianya bahan pangan yang cukup, mudah masyarakat untuk mendapatkannya... more Ketahanan pangan ialah tersedianya bahan pangan yang cukup, mudah masyarakat untuk mendapatkannya, dan terjamin keamanannya (tidak mengandung logam beracun). Penyediaan bahan pangan sangat bergantung pada tanah yang subur, bibit yang unggul (tahan hama penyakit dan daya hasil yang tinggi), dan teknologi pertanian (pengendalian hama & penyakit, teknologi pupuk, budidaya pertanian, dan teknologi pasca panen). Tanah yang subur telah berkurang, karena terjadi penurunan kualitas kesuburan tanah. Hal ini karena eksploitasi tanah yang berlebihan (penambangan, penanaman sistem monokultur, penebangan hutan, dan erosi tanah). Tanah yang subur juga telah berkurang karena pencemaran tanah. Limbah industri (pabrik, pertanian, dan rumah tangga) dibuang ke tanah sehingga tanah tercemar dan menimbulkan tanah yang tidak subur (banyak mengandung logam berat dan penyakit). Kemampuan tanah menyediakan unsur hara esensial yang cukup dan aman (dari logam beracun) untuk menghasilkan produksi tanaman disebut kesuburan tanah. Produksi pertanian yang cukup tersedia mampu memelihara ketahanan dan keamanan pangan. Dengan demikian, terjadi kaitan antara kualitas kesuburan tanah, produksi pertanian, ketahanan dan keamanan pangan (baca: ketersediaan bahan pangan).

Penelitian dilaksanakan untuk menentukan dosis pupuk kompos yang dapat meningkatkan pertumbuhan d... more Penelitian dilaksanakan untuk menentukan dosis pupuk kompos yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Dilaksanakan di Zona Pertanian Terpadu, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Kelurahan Kandang Limun, Kota Bengkulu, dari bulan Mei 2013 sampai dengan September 2013. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor, yaitu pemberian berbagai dosis pupuk kompos dengan perlakuan yaitu: PK0 = tanpa kompos, PK1 = 7,5 ton/ha kompos, PK2 =15 ton/ha kompos, PK3 = 18,75 ton/ha kompos dan PK4 = 22,50 ton/ha kompos. Pada setiap perlakuan diberi pupuk dasar NPK 25% sesuai dosis anjuran yaitu 75 kg/ha, dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan pada pemberian kompos dosis 7,5 ton/ha, 15 ton/ha, 18,75 ton/ha dan 22,50 ton/ha mampu meningkatkan hasil pipilan kering jagung dua kali lipat dibanding pipilan kering jagung yang tidak diberi kompos.

Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki fungsi penting terutama dalam bidang pert... more Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki fungsi penting terutama dalam bidang pertanian antara lain: mengandung unsur hara makro dan mikro, dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara, memperbesar daya ikat tanah berpasir, memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah dan membantu proses pelapukan dalam tanah. Beberapa bahan kompos yang banyak mengandung unsur karbon (C) yang tersedia lebih lama untuk tanaman, yaitu daun kering, sekam padi dan jerami padi. Serta bahan kompos yang mengandung unsur nitrogen (N) yang tersedia cukup cepat bagi tanaman thitonia, widelia dan arasungsang. Kombinasi sangat tepat untuk bahan kompos yang kaya unsur karbon (C) dan unsur nitrogen (N) untuk meningkatkan kesuburan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan pengaruh pemberian kotoran ternak Sapi, Ayam Kambing terhadap kualitas kompos dan membandingkan pengaruh pupuk kompos terhadap pertumbuhan tanaman kangkung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor jenis pupuk kandang yang terdiri atas: C (kontrol), S (kotoran sapi), A (kotoran ayam), K (kotoran kambing), setiap perlakuan diulang 5 kali sehingga diperoleh 20 satuan percobaan. Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014 di Zona Pertanian Terpadu (ZPT), Medan Baru Kelurahan Kandang Limun, Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian kotoran sapi, kotoran ayam, kotoran kambing berpengaruh nyata terhadap temperatur kompos, pH kompos, bobot basah kangkung, dan bobot kering kangkung. Pupuk kompos kotoran sapi dan kambing lebih baik dibandingkan kompos kotoran ayam dan kontrol untuk kualitas kompos yaitu temperatur dan pH kompos. Kualitas kotoran hewan yang baik terhadap kualitas kompos mempunyai urutan sebagai berikut kotoran sapi > kotoran kambing > dan kotoran ayam. Pupuk kompos kotoran sapi dan kambing lebih baik dibandingkan kompos kotoran ayam dan kontrol untuk menunjukkan bobot basah kangkung.

Persoalan utama yang dihadapi industri pertambangan batubara adalah air asam tambang (AAT). AAT d... more Persoalan utama yang dihadapi industri pertambangan batubara adalah air asam tambang (AAT). AAT dibentuk karena terangkatnya mineral-mineral sulfida terutama mineral pirit (FeS2), yang bereaksi dengan air dan udara terbuka menghasilkan asam sulfat yang sangat masam. AAT membahayakan bila langsung dialirkan ke sungai, danau dan lingkungan akuatis lainnya. AAT memiliki pH (<3,5) dan mengandung logam-logam yang dapat bersifat racun. Oleh karena itu AAT perlu dikelola sehingga tidak membahayakan jika dialirkan ke lingkungan akuatis. Pengelolaan AAT dapat dilakukan dengan metode lahan basah buatan dan penggunaan bakteri pereduksi sulfat (BPS). Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi sifat bahan organik dengan dan tanpa inokulasi BPS dalam remediasi AAT. Pelaksanaan penelitian dimulai Juli 2007 sampai dengan Desember 2007, di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, faktor pertama 3 jenis bahan organik : kulit kayu (KK), kompos kulit kayu (KmKK), dan kompos lumpur kayu (KmLK). Faktor ke dua, inokulasi BPS dan tanpa inokulasi BPS dan setiap perlakuan diulang 4 kali sehingga diperoleh 24 satuan percobaan. Perbandingan bahan organik dan AAT adalah 1:5 (250 gram bahan organik dan 1250 gram AAT), pengamatan dilakukan pada hari ke- 1, 7, 14 dan 30 inkubasi. Hasil uji F taraf 5% enunjukkan bahwa pemberian bahan organik dan BPS mempunyai pengaruh beragam terhadap perubahan sifat kimia AAT. Bahan organik kompos lumpur kayu mampu merubah pH air asam tambang (AAT) dari 2.50 sampai 7.78 hari ke-30 inkubasi, kompos kulit kayu merubah potensial redoks (Eh) AAT dari 546.5mV sampai -102.2mV inkubasi hari ke-7, kulit kayu merubah daya hantar listrik (DHL) AAT dari 1584µS/cm sampai 4832.5 µS/cm, dan menurunkan kadar sulfat dari 407.21ppm sampai 17.7ppm inkubasi hari ke-30. Bakteri pereduksi sulfat (BPS) mampu merubah pH sampai 7.47 inkubasi hari ke-30, menurunkan Eh sampai -212.5mV inkubasi hari ke-1, meningkatkan DHL AAT 5814 µЅ/cm dan menurunkan kadar sulfat sampai 53.3ppm inkubasi hari ke-30. Pengaruh bersama antara bahan organik dan bakteri pereduksi sulfat mampu meningkatkan pH AAT sampai 7.84 inkubasi hari ke-30, menurunkan Eh sampai -221.8mV inkubasi hari ke-1, meningkatkan DHL sampai 8850µЅ/cm inkubasi hari ke-30, dan menurunkan kadar sulfat sampai 16.8ppm inkubasi ke-30.

Pupuk ialah bahan anorganik dan/atau bahan organik berasal dari pabrik atau sisa tanaman pertania... more Pupuk ialah bahan anorganik dan/atau bahan organik berasal dari pabrik atau sisa tanaman pertanian berguna untuk meningkatkan produksi pertanian. Produksi pertanian dapat ditingkatkan dengan memberikan pupuk, penggunaan bibit unggul, tersedianya tanah yang subur dan air, serta pengelolaan tanah yang baik. Pupuk pabrik seperti Urea, TSP, SP36, ZA, NPK, KCl, K 2 SO 4 , MgSO 4 , dan kapur dolomit. Pupuk organik berasal dari bahan organik lokal (sisa tanaman legum/non legum, pupuk kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, dan pupuk cair. Keuntungan pupuk pabrik adalah ketersediaan nutrisi tanaman sangat cepat karena mudah larut, mudah memperolehnya, mudah mengaplikasikannya, mudah diangkut karena kadar nutrisi dalam pupuk pabrik sangat tinggi. Tidak heran kalau pupuk pabrik dicari oleh petani untuk meningkatkan produksi tanaman secara cepat. Kelemahan pupuk pabrik adalah residu pupuk yang tidak diserap tanaman akan larut di dalam air dan mencemari lingkungan tanah, air, dan tanaman. Pupuk organik sangat terbatas tersedianya, lebih lama proses pembuatannya, dan memerlukan tenaga buruh dan fasilitas yang besar untuk transportasi dan penyimpanan (gudang). Pupuk organik mengandung nutrisi tanaman yang lebih rendah daripada pupuk pabrik. Tetapi pupuk organik memberikan keamanan, keselamatan sumberdaya tanah, air, dan tanaman, karena dampak negatif dari pupuk organik sangatlah kecil. Pupuk organik memberikan keuntungan dalam jangka panjang, yaitu kelestarian sumberdaya tanah, air, dan produksi pertanian yang bebas senyawa kimia. Petani perlu diberikan pemahaman yang rinci mengenai keunggulan pupuk organik daripada pupuk pabrik. Konsentrasi nutrisi tanaman (Nitrogen, Fosfor, Kalium, Belerang, Kalsium, Magnesium, Besi, Seng, Tembaga, Mangan, Boron, dan Molibdenum) dalam biomassa tanaman tidak lebih dari 10%, sisanya 90% berupa air, dan fotosintat (hasil fotosintesis). Fosintesis tanaman berlangsung di daun dengan bantuan sinar matahari untuk menghasilkan fotosintat dari reaksi biokimia antara CO 2 dan H 2 O (air). Senyawa karbon dioksida (CO 2) berasal dari atmosfir atau dari pembakaran fosil dan bahan organik tanaman. Kebutuhan nutrisi tanaman sangat kecil, tetapi mempunyai peranan yang sangat besar dalam reaksi biokimia dan fisiologi tanaman. Persoalan yang dihadapi sekarang adalah perlukah pupuk bersubsidi dari pemerintah? Mengapa pupuk bersubsidi seringkali diselewengkan oleh oknum tertentu yang tidak bertanggung-jawab? Apakah kebijakan nasional pupuk di negeri kita kurang tepat sehingga ditemukan kebocoran subsidi pupuk yang sangat besar? Bagaimana mengantisipasi kebocoran subsidi pupuk yang dilakukan oleh mafia pupuk? Apa sangsi yang pantas diberikan kepada pelaku mafia pupuk? Opsi apa yang perlu untuk para petani agar petani tetap berusaha tani?

Akta Agrosia, 2016
Growing lettuce on lowland mineral soil is an alternative to increase lettuce production. Mineral... more Growing lettuce on lowland mineral soil is an alternative to increase lettuce production. Mineral soil with less fertile soil property needs additional organic matter when it is used as growing medium for lettuce plants. The purpose of this study was to evaluate the growth and yield of lettuce on some mineral soil types and different doses of cow manure. The research was conducted in Surabaya village, Sungai Serut District, Bengkulu City. The experiment used a completely randomized design, two factors, five replications. The first factor was the three types of mineral soils, consisted of Inceptisol, Ultisol and Entisol. The second factor was dose of cow manure, consisted of 0 ton/ha, 5 ton/ha (7.065 g/polybag), 10 ton/ ha (14.13g/polybag), and 15 ton/ha (21.19 g/polybag). Each combination was repeated 5 times in order to obtain 60 experimental units. The results showed that the mineral Ultisol generally resulted in better growth of lettuce plants than it was at Inceptisol and Entisols, which were indicated by the higher degree of the leaf greenness leaves, root fresh weight and shoot fresh weight. Dosage of fertilizer up to 15 tonnes/ha significantly increased shoot fresh weight and root fresh weight of plants. The interaction between soil types and doses of cow manure occured only on the variable of root fresh weight when it was grown on Ultisol with dose of cow manure at 8.07 tonnes/ha.

Jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah padi, tingkat keberhasilan dalam budidaya jagun... more Jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah padi, tingkat keberhasilan dalam budidaya jagung sangat di pengaruhi oleh kondisi tanah yang optimum bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian besar tanah di Indonesia yaitu tanah ultisol. Ultisol merupakan jenis tanah yang memiliki potensi bagi pengembangan pertanian dengan luas sekitar 48,3 juta hektar. Meskipun demikian berbagai masalah seperti tingkat kemasaman dan kelarutan aluminium yang tinggi serta ketersediaan hara yang rendah. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kondisi tersebut adalah dengan pemberian pupuk kompos. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dosis optimum pupuk kompos terhadap pertumbuhan dan hasil jagung di tanah ultisol. Penelitian ini di laksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2015, di stasiun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Desa Tanjung Terdana, Kabupaten Bengkulu Tengah pada jenis Ultisol. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dosis pupuk kompos yang terdiri dari enam taraf yaitu : D0 = 0 ton ha -1 , D1 = 2,5 ton ha -1 , D2 = 5 ton ha -1 , D3 = 7,5 ton ha -1 , D4 = 10 ton ha -1 , D5 = 12,5 ton ha -1 . Percobaan ini di ulang sebanyak 4 kali sehingga menghasilkan 24 petak percobaan. Petakan dengan ukuran 4 m x 30 m dengan jarak tanam 80 cm x 30 cm, sehingga di dapat 500 tanaman petak -1 , dan jarak antar petakan 1,5 m pengamatan sampel tanaman 5 % dari 500 tanaman jadi sampel 25 tanaman. Dari hasil penelitian menunjukkan belum didapatkan dosis pupuk kompos optimum tetapi, pemberian pupuk kompos dengan dosis 12,5 ton ha -1 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi 181,18 cm, bobot tongkol berkelobot sampel -1 0,25 (kg) dan bobot tongkol berkelobot petak -1 pada 25 tanaman sampel 6,31 (kg). Sedangkan variabel jumlah daun, diameter batang, bobot tongkol tanpa berkelobot, bobot tongkol tanpa kelobot petak -1 pada 25 tanaman sampel, dan bobot pipilan kering petak -1 pada 25 tanaman sampel tidak berpengaruh nyata.
Purposes of this research was to assess soil health and to make soil health classification. Metho... more Purposes of this research was to assess soil health and to make soil health classification. Methods was done with soil random sampling and soil health assessment by percentages of total score of soil performance indicators. Results were soil health classes, e.g. healthy soil and medium healthy soil for both mineral and peat. Conclusion of this research was field and laboratory soil data base-soil health assessment more accurate than field soil data base-soil health assessment.
Uploads
Papers by riwandi riwandi