Papers by Untung Tri Winarso
Paper yang ditulis 2008, tentunya telah banyak perubahan pada konteks kebijakan-kebijakan yang la... more Paper yang ditulis 2008, tentunya telah banyak perubahan pada konteks kebijakan-kebijakan yang lahir kurun waktu 2008-2016.

Pembangunan yang lebih baik merupakan tujuan pembangunan kembali (rekonstruksi) pasca bencana. Se... more Pembangunan yang lebih baik merupakan tujuan pembangunan kembali (rekonstruksi) pasca bencana. Sebagai salah satu upaya menjamin pembangunan rekonstruksi tercapai dengan baik perlu dilakukan kontrol pada perencanaan dan pelaksanaannya melalui monitoring dan evaluasi oleh masyarakat, mengingat masyarakat merupakan pelaku utama (subjek) pembangunan. Tujuan pengembagan model monitoring dan evaluasi oleh masyarakat ialah meningkatkan kapasitas akses dan kontrol masyarakat penerima manfaat untuk memastikan manfaat pembangunan diterima secara optimal sesuai kebutuhan dan kepentingan penyintas. Pada sisi lain, meningkatkan kapasitas peran dan partisipasi masyarakat.
Metode pengembangan model menggunakan teknik Riset Aksi Partisipatif melalui peningkatan kapasitas dalam bentuk pelatihan, pendampingan, dan desiminasi di 6 desa yang melingkupi Kabupaten Sleman DIY, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. Hasil yang diperoleh diantaranya ialah masyarakat terdampak mampu melakukan monitoring dan evaluasi melalui media musyawarah / kegiatan mayarakat. Parameter yang penting dalam monitoring dan evaluasi ialah efektifitas, relevansi, manfaat, serta kendala. Dari parameter tersebut mampu terpetakan beberapa temuan diantaranya pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu dan tepat penerima, program tidak sesuai dengan kebutuhan/harapan, program dilakukan sangat parsial, dan tidak meratanya program. Pada kesimpulan, masyarakat telah dapat melakukan monitoring dan evaluasi sebagai kontrol atas pembangunan dan mendesak para pihak melaksanakan program lebih partisipatif dan berkelanjutan. Model ini diharapkan dapat melembaga dalam skema pembangunan khususnya Pengurangan Risiko Bencana.
Kata Kunci: Partisipatif, kontrol, monitoring, evaluasi, berkelanjutan.

Paradigma penanggulangan bencana sudah beralih dari paradigma bantuan darurat menuju ke paradigma... more Paradigma penanggulangan bencana sudah beralih dari paradigma bantuan darurat menuju ke paradigma mitigasi/preventif dan sekaligus juga paradigma pembangunan karena setiap upaya pencegahan dan mitigasi hingga rehabilitasi dan rekonstruksinya telah diintegrasikan dalam program-program pembangunan di berbagai sektor. Dalam paradigma sekarang, Pengurangan Risiko Bencana yang merupakan rencana terpadu yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah serta meliputi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Dalam implementasinya kegiatan pengurangan risiko bencana nasional akan disesuaikan dengan rencana pengurangan risiko bencana pada tingkat regional dan internasional di mana masyarakat merupakan subyek, sekaligus sasaran utama upaya pengurangan risiko bencana dan berupaya mengadopsi dan memperhatikan kearifan lokal (local wisdom) dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge) yang ada dan berkembang dalam masyarakat.

Bencana tanah tongsor terbesar terjadi pada 2 Februari 2009 yang mengakibatkan kerugian 10 rumah ... more Bencana tanah tongsor terbesar terjadi pada 2 Februari 2009 yang mengakibatkan kerugian 10 rumah dan 1 musholla hancur, 28 rumah dan 1 musholla rusak berat, 92 rumah rusak ringan. Tanah longsor berada pada area hutan produksi Perum Perhutani yang berbatasan langsung dengan pemukiman warga di dusun 2, yaitu gerumbul Garunggang dan gerumbul Telagaluhur dan sebagian kecil dusun 1, yaitu wilayah Citalaga gerumbul Telagasari. Kerugian material lain yang dialami warga adalah tertimbunnya lahan sawah dan saluran irigasi yang hingga saat ini berubah fungsi menjadi kebun atau lahan kritis, kerusakan pada insfrastruktur jalan desa dan instalasi penerangan, tertimbunnya mata air Citelaga dan saluran pipa air bersih untuk konsumsi warga memperparah tingkat risiko dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakatnya, baik pada situasi darurat maupun untuk pemulihan kondisi dirinya sendiri.
Berangkat dari kondisi tersebut, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membangun sistim peringatan bahaya longsor berbasis masyarakat. Kegiatan ini dilakukan secara bertahap dengan pelibatan penuh perwakilan masyarakat; mulai dari penyusunan rantai peringatan, pembuatan peta bahaya, penyediaan rambu petunjuk dan jalur evakuasi serta penyebarluasan informasi/peringatan. Pada tahap pernyusunan rantai peringatan bahaya longsor, masyarakat menghasilkan kesepakatan untuk menentukan status ancaman berdasarkan tanda-tanda bahaya yang muncul - bisa dari gejala/fenomena alam maupun dari alat pemantau gerakan tanah – status ancaman tersebut adalah WASPADA, BAHAYA, DAN AWAS. Naik/turunnya status ancaman tersebut diketahui dengan cara melakukan pengamatan langsung di lokasi sumber ancaman (observasi) oleh tim Pemantau Bahaya, dan dalam merespons setiap kondisi tersebut, masyarakat juga menyusun prosedur guna memberikan arahan tindakan yang harus dilakukan oleh warganya. Sistim peringatan bahaya longsor ini menjadi salah satu bagian dalam dokumen rencana kontinjensi tanah longsor desa Negarajati.
Penyusunan rencana kontinjensi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kegiatan-kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan yang tertuang dalam Rencana Aksi Komunitas (RAK) Pengurangan Risiko Bencana Desa Negarajati. Kegiatan-kegiatan pendahulu sebelum rencana kontinjensi disusun dan diujicobakan diantaranya adalah: (1) Melakukan kajian risiko bencana; (2) Melakukan pemetaan sumber daya; (3) Pembuatan peta daerah rawan bencana termasuk di dalamnya adalah penentuan lokasi aman sebagai : a). titik kumpul sementara, dan b). lokasi evakuasi/pengungsian; (4) penyediaan jalur-jalur dan pemasangan rambu petunjuk menuju titik kumpul sementara dan lokasi evakuasi; (5) Penyediaan alat untuk mendeteksi gerakan tanah (ekstensometer) dan sirine yang terhubung di beberapa titik untuk penyebarluasan peringatan di komunitas, yaitu musholla; (6) Latihan-latihan tindakan perlindungan dan penyelamatan serta komunikasi bahaya; (7) Pembuatan posko pemantauan bahaya dan pengelolaan informasi, (8) Penyediaan perangkat komunikasi HT yang terhubung dengan jaringan RAPI dan Perhutani; (9) Koordinasi multipihak di tingkat desa dalam pelaksanaan proses-proses gladi kesiapsiagaan bencana longsor secara rutin dan berkelanjutan. Hal ini selain sebagai media untuk meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan masyarakat, sekaligus juga untuk membangun komitmen para pihak pemangku kepentingan yang ada di lingkup desa dalam merespons kejadian-kejadian bahaya terutama ancaman tanah longsor di wilayah desanya.
Sistem peringatan bahaya longsor masyarakat desa Negarajati ini memang dibantu dengan penggunaan alat pemantau gerakan tanah (ekstensometer) yang berfungsi untuk mengukur gerakan tanah dan memberikan tanda/status ancaman. Meskipun begitu, sangat penting untuk dipahami bersama, bahwa alat bukanlah yang utama dalam menjamin keselamatan masyarakat menjadi lebih aman, tetapi justru yang terpenting adalah bagaimana pengetahuan dan sikap masyarakat mampu melakukan upaya-upaya mitigatif dan kesiapsiagaan secara bertanggungjawab. Melalui adanya alat-alat tersebut hendaknya pemantauan secara periodic/berkala dan terhadap sumber-sumber ancaman bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat agar berkelanjutan.
#Kata kunci: tanah longsor, ekstensometer, sistim peringatan bahaya longsor, status ancaman, mitigatif.
Uploads
Papers by Untung Tri Winarso
Metode pengembangan model menggunakan teknik Riset Aksi Partisipatif melalui peningkatan kapasitas dalam bentuk pelatihan, pendampingan, dan desiminasi di 6 desa yang melingkupi Kabupaten Sleman DIY, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. Hasil yang diperoleh diantaranya ialah masyarakat terdampak mampu melakukan monitoring dan evaluasi melalui media musyawarah / kegiatan mayarakat. Parameter yang penting dalam monitoring dan evaluasi ialah efektifitas, relevansi, manfaat, serta kendala. Dari parameter tersebut mampu terpetakan beberapa temuan diantaranya pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu dan tepat penerima, program tidak sesuai dengan kebutuhan/harapan, program dilakukan sangat parsial, dan tidak meratanya program. Pada kesimpulan, masyarakat telah dapat melakukan monitoring dan evaluasi sebagai kontrol atas pembangunan dan mendesak para pihak melaksanakan program lebih partisipatif dan berkelanjutan. Model ini diharapkan dapat melembaga dalam skema pembangunan khususnya Pengurangan Risiko Bencana.
Kata Kunci: Partisipatif, kontrol, monitoring, evaluasi, berkelanjutan.
Berangkat dari kondisi tersebut, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membangun sistim peringatan bahaya longsor berbasis masyarakat. Kegiatan ini dilakukan secara bertahap dengan pelibatan penuh perwakilan masyarakat; mulai dari penyusunan rantai peringatan, pembuatan peta bahaya, penyediaan rambu petunjuk dan jalur evakuasi serta penyebarluasan informasi/peringatan. Pada tahap pernyusunan rantai peringatan bahaya longsor, masyarakat menghasilkan kesepakatan untuk menentukan status ancaman berdasarkan tanda-tanda bahaya yang muncul - bisa dari gejala/fenomena alam maupun dari alat pemantau gerakan tanah – status ancaman tersebut adalah WASPADA, BAHAYA, DAN AWAS. Naik/turunnya status ancaman tersebut diketahui dengan cara melakukan pengamatan langsung di lokasi sumber ancaman (observasi) oleh tim Pemantau Bahaya, dan dalam merespons setiap kondisi tersebut, masyarakat juga menyusun prosedur guna memberikan arahan tindakan yang harus dilakukan oleh warganya. Sistim peringatan bahaya longsor ini menjadi salah satu bagian dalam dokumen rencana kontinjensi tanah longsor desa Negarajati.
Penyusunan rencana kontinjensi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kegiatan-kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan yang tertuang dalam Rencana Aksi Komunitas (RAK) Pengurangan Risiko Bencana Desa Negarajati. Kegiatan-kegiatan pendahulu sebelum rencana kontinjensi disusun dan diujicobakan diantaranya adalah: (1) Melakukan kajian risiko bencana; (2) Melakukan pemetaan sumber daya; (3) Pembuatan peta daerah rawan bencana termasuk di dalamnya adalah penentuan lokasi aman sebagai : a). titik kumpul sementara, dan b). lokasi evakuasi/pengungsian; (4) penyediaan jalur-jalur dan pemasangan rambu petunjuk menuju titik kumpul sementara dan lokasi evakuasi; (5) Penyediaan alat untuk mendeteksi gerakan tanah (ekstensometer) dan sirine yang terhubung di beberapa titik untuk penyebarluasan peringatan di komunitas, yaitu musholla; (6) Latihan-latihan tindakan perlindungan dan penyelamatan serta komunikasi bahaya; (7) Pembuatan posko pemantauan bahaya dan pengelolaan informasi, (8) Penyediaan perangkat komunikasi HT yang terhubung dengan jaringan RAPI dan Perhutani; (9) Koordinasi multipihak di tingkat desa dalam pelaksanaan proses-proses gladi kesiapsiagaan bencana longsor secara rutin dan berkelanjutan. Hal ini selain sebagai media untuk meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan masyarakat, sekaligus juga untuk membangun komitmen para pihak pemangku kepentingan yang ada di lingkup desa dalam merespons kejadian-kejadian bahaya terutama ancaman tanah longsor di wilayah desanya.
Sistem peringatan bahaya longsor masyarakat desa Negarajati ini memang dibantu dengan penggunaan alat pemantau gerakan tanah (ekstensometer) yang berfungsi untuk mengukur gerakan tanah dan memberikan tanda/status ancaman. Meskipun begitu, sangat penting untuk dipahami bersama, bahwa alat bukanlah yang utama dalam menjamin keselamatan masyarakat menjadi lebih aman, tetapi justru yang terpenting adalah bagaimana pengetahuan dan sikap masyarakat mampu melakukan upaya-upaya mitigatif dan kesiapsiagaan secara bertanggungjawab. Melalui adanya alat-alat tersebut hendaknya pemantauan secara periodic/berkala dan terhadap sumber-sumber ancaman bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat agar berkelanjutan.
#Kata kunci: tanah longsor, ekstensometer, sistim peringatan bahaya longsor, status ancaman, mitigatif.
Metode pengembangan model menggunakan teknik Riset Aksi Partisipatif melalui peningkatan kapasitas dalam bentuk pelatihan, pendampingan, dan desiminasi di 6 desa yang melingkupi Kabupaten Sleman DIY, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. Hasil yang diperoleh diantaranya ialah masyarakat terdampak mampu melakukan monitoring dan evaluasi melalui media musyawarah / kegiatan mayarakat. Parameter yang penting dalam monitoring dan evaluasi ialah efektifitas, relevansi, manfaat, serta kendala. Dari parameter tersebut mampu terpetakan beberapa temuan diantaranya pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu dan tepat penerima, program tidak sesuai dengan kebutuhan/harapan, program dilakukan sangat parsial, dan tidak meratanya program. Pada kesimpulan, masyarakat telah dapat melakukan monitoring dan evaluasi sebagai kontrol atas pembangunan dan mendesak para pihak melaksanakan program lebih partisipatif dan berkelanjutan. Model ini diharapkan dapat melembaga dalam skema pembangunan khususnya Pengurangan Risiko Bencana.
Kata Kunci: Partisipatif, kontrol, monitoring, evaluasi, berkelanjutan.
Berangkat dari kondisi tersebut, maka salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membangun sistim peringatan bahaya longsor berbasis masyarakat. Kegiatan ini dilakukan secara bertahap dengan pelibatan penuh perwakilan masyarakat; mulai dari penyusunan rantai peringatan, pembuatan peta bahaya, penyediaan rambu petunjuk dan jalur evakuasi serta penyebarluasan informasi/peringatan. Pada tahap pernyusunan rantai peringatan bahaya longsor, masyarakat menghasilkan kesepakatan untuk menentukan status ancaman berdasarkan tanda-tanda bahaya yang muncul - bisa dari gejala/fenomena alam maupun dari alat pemantau gerakan tanah – status ancaman tersebut adalah WASPADA, BAHAYA, DAN AWAS. Naik/turunnya status ancaman tersebut diketahui dengan cara melakukan pengamatan langsung di lokasi sumber ancaman (observasi) oleh tim Pemantau Bahaya, dan dalam merespons setiap kondisi tersebut, masyarakat juga menyusun prosedur guna memberikan arahan tindakan yang harus dilakukan oleh warganya. Sistim peringatan bahaya longsor ini menjadi salah satu bagian dalam dokumen rencana kontinjensi tanah longsor desa Negarajati.
Penyusunan rencana kontinjensi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kegiatan-kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan yang tertuang dalam Rencana Aksi Komunitas (RAK) Pengurangan Risiko Bencana Desa Negarajati. Kegiatan-kegiatan pendahulu sebelum rencana kontinjensi disusun dan diujicobakan diantaranya adalah: (1) Melakukan kajian risiko bencana; (2) Melakukan pemetaan sumber daya; (3) Pembuatan peta daerah rawan bencana termasuk di dalamnya adalah penentuan lokasi aman sebagai : a). titik kumpul sementara, dan b). lokasi evakuasi/pengungsian; (4) penyediaan jalur-jalur dan pemasangan rambu petunjuk menuju titik kumpul sementara dan lokasi evakuasi; (5) Penyediaan alat untuk mendeteksi gerakan tanah (ekstensometer) dan sirine yang terhubung di beberapa titik untuk penyebarluasan peringatan di komunitas, yaitu musholla; (6) Latihan-latihan tindakan perlindungan dan penyelamatan serta komunikasi bahaya; (7) Pembuatan posko pemantauan bahaya dan pengelolaan informasi, (8) Penyediaan perangkat komunikasi HT yang terhubung dengan jaringan RAPI dan Perhutani; (9) Koordinasi multipihak di tingkat desa dalam pelaksanaan proses-proses gladi kesiapsiagaan bencana longsor secara rutin dan berkelanjutan. Hal ini selain sebagai media untuk meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan masyarakat, sekaligus juga untuk membangun komitmen para pihak pemangku kepentingan yang ada di lingkup desa dalam merespons kejadian-kejadian bahaya terutama ancaman tanah longsor di wilayah desanya.
Sistem peringatan bahaya longsor masyarakat desa Negarajati ini memang dibantu dengan penggunaan alat pemantau gerakan tanah (ekstensometer) yang berfungsi untuk mengukur gerakan tanah dan memberikan tanda/status ancaman. Meskipun begitu, sangat penting untuk dipahami bersama, bahwa alat bukanlah yang utama dalam menjamin keselamatan masyarakat menjadi lebih aman, tetapi justru yang terpenting adalah bagaimana pengetahuan dan sikap masyarakat mampu melakukan upaya-upaya mitigatif dan kesiapsiagaan secara bertanggungjawab. Melalui adanya alat-alat tersebut hendaknya pemantauan secara periodic/berkala dan terhadap sumber-sumber ancaman bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat agar berkelanjutan.
#Kata kunci: tanah longsor, ekstensometer, sistim peringatan bahaya longsor, status ancaman, mitigatif.