Papers by Munawarsyah Muna

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh Pemeri... more Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh dalam rangka pengendalian kejahatan perjudian online pada kalangan masyarakat. Mengkaji efektifitas dari qanun aceh dalam mengendalikan kejahata perjudian yang dilakukan melalui sarana internet atau online. Jenis penelitian ini tergolong dalam penelitian kualitatif. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, pedekannya dilakukan dengan menelaah al quran, hadis, regulasi-regulasi dan conceptual approach. Maka dapat diambil suatu konklusi bahwa pengendalian kejahatan perjudian melalui internet atau onlien di Aceh belum maksimal dikarenakan tidak ada unsur-unsur dalam penerapat hukum. Misalnya belum tersedianya regulasi, sarana dan prasarana terkait dengan pencegahan dan pengendalian kejahatan perjudian melalui sarana internet atau online sebagimana yang diharapkan oleh konsep politik kriminal dan tujuan pemberlakuan hukum. Seharusnya Eksekutif, Legislatif dan yudikatif di Aceh menyatukan persepsi, visi dan misinya secara integral supaya website dan situs-situ yang berkaitan dengan perjudian dapat diblokir. Jika tidak dilaksanakan maka qanun jinayat yang sudah diberlakukan tidak dapat efektif sebagai penangkal kejahatan perjudian melalui internet atau online yang ada di dalam sosial masyarakat Aceh.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja kompetensi jabatan seseorang yang dapat mendud... more Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja kompetensi jabatan seseorang yang dapat menduduki sebagai ketua panglima laot. Metodelogi yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif-empiris dengan pendekatan kepada Regulasi-regulasi yang berkenaan dengan hukum adat dan referensi hukum lainnya seperti buku, jurnal dan lain-lain (liberary Reaserch). Penulis juga menggunakan data lapangan berupa wawancara dan observasi (file Reaserch). Hasil penelitian didapati bahwa standar kompetensi yang harus dimiliki seseorang untuk menduduki jabatan ketua panglima laot secara hukum adat tidak tertulis, berbeda di setiap wilayah. Namun secara tidak langsung standar tersebut dapat dipahami dari penerapannya ada dua yaitu standar umum yang bersifat tetap dan standar khusus yang dapat berubah dengan menyesuaikan khas dan kedaerahan suatu wilayah. Perumusan standar kompetensi tersebut dilakukan oleh panitia pemilihan panglima laot bersama dinas perikanan dan kelautan. Oleh karena demikian kompetensi tersebut tidak dapat diseragamkan untuk semua wilayah. Meskipun tidak memiliki standar kompetensi yang baku untuk diterapkan di semua wilayah, akan tetapi terkait kewenangan dan fungsi lembaga adat laot atau lembaga panglima laot tersebut adalah sama di setiap wilayahnya. Dimana kewenangan dan fungsinya tersebut telah dikodifikasikan dalam bentuk qanun. Sehingga eksistensi lembaga ini di dalam masyarakat adat laot lebih dipatuhi dan berkuatan yuridis formal.

Abstrak Jurnal hukum islam ini akan membahas tentang Alternatif model preventif terhadap pelangga... more Abstrak Jurnal hukum islam ini akan membahas tentang Alternatif model preventif terhadap pelanggar busana muslim di Aceh. Landasan hukum penertiban terhadap pelanggaran busana muslim oleh petugas wilayatul hisbah adalah Qanun Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Syariat Islam bidang Ibadah, Aqidah dan Syiar Islam. Selama ini upaya pencegahan kepada pelanggar busana muslim hanya berupa teguran, pendataan dan pembinaan. Dari sejumlah tindakan yang dilakukan belum memberikan dampak terhadap kalangan masyarakat. Hal ini difaktori oleh ringannya 'uqubat sehingga berpotensi untuk terulang kembali melakukannya. Dengan kata lain belum memberikan dampak preventif bagi pelanggar sebagaimana yang diharapkan dari tujuan-tujuan 'uqubat dalam islam. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif atau doktrinal. Penelitian hukum normatif disebut penelitian hukum doktriner karena penelitian ini merujuk hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Setelah dilakukan pengkajian maka upaya-upaya pencegahan yang dapat memberikan preventif kepada pelanggar busana muslim tersebut seperti menerapkan sanksi kerja sosial yaitu bentuk sanksi dimana sanksi tersebut dijalani oleh pelanggar di luar lembaga dengan melakukan pekerjaan sosial yang ditentukan. Seperti membersihkan tempat ibadah, membersihkan tempat berwudhu, membersihkan sampah di lingkungan rumah ibadah, menjadi bilal mesjid dalam beberapa hari, membersihkan tempat atau fasilitas umum dan lain sebagainya. Melalui pidana kerja sosial terpidana tidak akan berusaha untuk mengulangi kejahatan sebagaimana yang pernah dilakukan, karena jika melakukan tindak pidana lagi maka akan mendapakan hukuman yang lebih berat dari sebelumnya.

Islamic criminal law recognizes a kind of punishment called as diyat (compensation) for victims o... more Islamic criminal law recognizes a kind of punishment called as diyat (compensation) for victims of murder and torture which has been apologized by the victim or family of victim. Diyat is amount of money or properties that should be paid by the perpetrator due to the death or damage of victim body. The legal basis for the determination of diyat can be found in Koran,chapter Al-Baqarah verse 178. Apart from that, there is Hadist of Muhammad Prophetwritten by Abu Dawud (peace be upon him), explaining the amount of diyat based on crime categorywhether murder or torture.
Aceh Governance has implemented this kind of punishment as a solution on criminal offences in realizing and fulfilling justice for armed conflict victims since 2002. In providing the policy of such payment for the victims in Aceh is based on the assumption that they are under the responsibility of state, therefore the government has determined the compensation on them. The amount of the compensation provided for the victims is not equal to the amount ruled by Islamic criminal law. Therefore, it is interesting to explore regarding the concept becoming the basic for determining it by Aceh Government, and compared it to the amount ruled by the law.
The research reveals that the sum of money for the compensation of what called diyat based on Islamic criminal law is the standard concept but it can be replaced by sum of money or properties that have equal price. The basic rules for this punishment in Islamic criminal law can be found in Al-Baqarah verse 178 of Koran. Moreover, regarding the sum of payment that should be provided can be found in Hadith of Prophet of Muhammad Peace be upon him which is told by Imam Abu Daud, mercy Allah for him. Practically, in Islamic criminal law the court, responsible persons and a due date for the payment must decide it. The rule consisting in the Islamic law is really different from the implementation of compensation done by Aceh Government towards the victims in Aceh. The Government determines that the amount of compensation is based on the assumption of replacing the loss suffered by the victims. In other words, the amount of compensation provided by the government is not referring to legal sources based on the acts or the agreements between the government and the victims. The process of providing the compensation by the Government for the victims is not done through the court process.
It is recommended that the Aceh Government should realize the rules of the sum of compensation that should be received by the victims or the families based on the determination of the Court as a legal basis. In addition, the Central government as the main responsible party in repairing the condition of the society after the conflict should become the priority and absolute. The law enforcement in fulfilling the rights in Aceh should be done by involving some parties especially priest. Hence the society of the victims in Aceh obtains justice and legal certainty to get their rights.

Islam telah mengatur tentang halal dan haram secara jelas berdasarkan sumber-sumbernya. Akan teta... more Islam telah mengatur tentang halal dan haram secara jelas berdasarkan sumber-sumbernya. Akan tetapi, di antara halal dan haram tersebut terdapat perkara-perkara yang mengandung kesamaran (syubhat) yang hanya diketahui oleh sebagian orang. Suatu perkara dikatakan syubhat karena tidak adanya nash yang sharih yang menjelaskan hukum suatu perbuatan. Oleh karena itu dibutuhkan kajian secara mendalam agar dapat mengungkap hukum suatu perbuatan yang belum jelas tersebut. Pada kenyataannya, suatu perbuatan yang boleh dilakukan akan menjadi haram pada satu waktu ketika perbuatan tersebut dapat mengarah pada perbuatan yang sudah jelas keharamannya. Implikasi larangan beberapa perbuatan ini dapat dilihat di dalam Rancangan Qanun Aceh Tentang Hukum Jinayat. Dimana setiap pelarangan jarimah tertentu (baik jarimah hudud maupun jarimah ta’zir) selalu diikuti oleh pelarangan terhadap semua perbuatan atau tindakan yang berhubungan dengan jarimah tersebut. Dalam artinya setiap tindakan sebagai memfasilitasi suatu jarimah juga diharamkan seperti halnya jarimah tersebut. Dalam hal ini dasar pengharaman tersebut ditentukan berdasarkan kaidah-kaidah hukum Islam yang telah ditetapkan oleh para ulama. Kaidah-kaidah yang dipakai untuk menentukan kedudukan hukum ini juga bersumber dari sumber hukum Islam itu sendiri yaitu Al-qur’an dan Sunnah. Dengan demikian pengharaman setiap tindakan yang mengarah pada terjadinya jarimah pada dasarnya ditetapkan berdasarkan dalil-dalil Al-qur’an maupun sunnah. Selanjutnya, setiap perbuatan yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil Al-qur’an dan sunnah wajib diterapkan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Islam.

Jurnal hukum islam ini akan membahas tentang Alternatif model preventif terhadap pelanggar busana... more Jurnal hukum islam ini akan membahas tentang Alternatif model preventif terhadap pelanggar busana muslim di Aceh. Landasan hukum penertiban terhadap pelanggaran busana muslim oleh petugas wilayatul hisbah adalah Qanun Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Syariat Islam bidang Ibadah, Aqidah dan Syiar Islam. Selama ini upaya pencegahan kepada pelanggar busana muslim hanya berupa teguran, pendataan dan pembinaan. Dari sejumlah tindakan yang dilakukan belum memberikan dampak terhadap kalangan masyarakat. Hal ini difaktori oleh ringannya ‘uqubat sehingga berpotensi untuk terulang kembali melakukannya. Dengan kata lain belum memberikan dampak preventif bagi pelanggar sebagaimana yang diharapkan dari tujuan-tujuan ‘uqubat dalam islam.
Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif atau doktrinal. Penelitian hukum normatif disebut penelitian hukum doktriner karena penelitian ini merujuk hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Setelah dilakukan pengkajian maka upaya-upaya pencegahan yang dapat memberikan preventif kepada pelanggar busana muslim tersebut seperti menerapkan sanksi kerja sosial yaitu bentuk sanksi dimana sanksi tersebut dijalani oleh pelanggar di luar lembaga dengan melakukan pekerjaan sosial yang ditentukan. Seperti membersihkan tempat ibadah, membersihkan tempat berwudhu, membersihkan sampah di lingkungan rumah ibadah, menjadi bilal mesjid dalam beberapa hari, membersihkan tempat atau fasilitas umum dan lain sebagainya. Melalui pidana kerja sosial terpidana tidak akan berusaha untuk mengulangi kejahatan sebagaimana yang pernah dilakukan, karena jika melakukan tindak pidana lagi maka akan mendapakan hukuman yang lebih berat dari sebelumnya.
Kata kunci: Alternatif, Preventif, Pelanggaran
Uploads
Papers by Munawarsyah Muna
Aceh Governance has implemented this kind of punishment as a solution on criminal offences in realizing and fulfilling justice for armed conflict victims since 2002. In providing the policy of such payment for the victims in Aceh is based on the assumption that they are under the responsibility of state, therefore the government has determined the compensation on them. The amount of the compensation provided for the victims is not equal to the amount ruled by Islamic criminal law. Therefore, it is interesting to explore regarding the concept becoming the basic for determining it by Aceh Government, and compared it to the amount ruled by the law.
The research reveals that the sum of money for the compensation of what called diyat based on Islamic criminal law is the standard concept but it can be replaced by sum of money or properties that have equal price. The basic rules for this punishment in Islamic criminal law can be found in Al-Baqarah verse 178 of Koran. Moreover, regarding the sum of payment that should be provided can be found in Hadith of Prophet of Muhammad Peace be upon him which is told by Imam Abu Daud, mercy Allah for him. Practically, in Islamic criminal law the court, responsible persons and a due date for the payment must decide it. The rule consisting in the Islamic law is really different from the implementation of compensation done by Aceh Government towards the victims in Aceh. The Government determines that the amount of compensation is based on the assumption of replacing the loss suffered by the victims. In other words, the amount of compensation provided by the government is not referring to legal sources based on the acts or the agreements between the government and the victims. The process of providing the compensation by the Government for the victims is not done through the court process.
It is recommended that the Aceh Government should realize the rules of the sum of compensation that should be received by the victims or the families based on the determination of the Court as a legal basis. In addition, the Central government as the main responsible party in repairing the condition of the society after the conflict should become the priority and absolute. The law enforcement in fulfilling the rights in Aceh should be done by involving some parties especially priest. Hence the society of the victims in Aceh obtains justice and legal certainty to get their rights.
Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif atau doktrinal. Penelitian hukum normatif disebut penelitian hukum doktriner karena penelitian ini merujuk hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Setelah dilakukan pengkajian maka upaya-upaya pencegahan yang dapat memberikan preventif kepada pelanggar busana muslim tersebut seperti menerapkan sanksi kerja sosial yaitu bentuk sanksi dimana sanksi tersebut dijalani oleh pelanggar di luar lembaga dengan melakukan pekerjaan sosial yang ditentukan. Seperti membersihkan tempat ibadah, membersihkan tempat berwudhu, membersihkan sampah di lingkungan rumah ibadah, menjadi bilal mesjid dalam beberapa hari, membersihkan tempat atau fasilitas umum dan lain sebagainya. Melalui pidana kerja sosial terpidana tidak akan berusaha untuk mengulangi kejahatan sebagaimana yang pernah dilakukan, karena jika melakukan tindak pidana lagi maka akan mendapakan hukuman yang lebih berat dari sebelumnya.
Kata kunci: Alternatif, Preventif, Pelanggaran
Aceh Governance has implemented this kind of punishment as a solution on criminal offences in realizing and fulfilling justice for armed conflict victims since 2002. In providing the policy of such payment for the victims in Aceh is based on the assumption that they are under the responsibility of state, therefore the government has determined the compensation on them. The amount of the compensation provided for the victims is not equal to the amount ruled by Islamic criminal law. Therefore, it is interesting to explore regarding the concept becoming the basic for determining it by Aceh Government, and compared it to the amount ruled by the law.
The research reveals that the sum of money for the compensation of what called diyat based on Islamic criminal law is the standard concept but it can be replaced by sum of money or properties that have equal price. The basic rules for this punishment in Islamic criminal law can be found in Al-Baqarah verse 178 of Koran. Moreover, regarding the sum of payment that should be provided can be found in Hadith of Prophet of Muhammad Peace be upon him which is told by Imam Abu Daud, mercy Allah for him. Practically, in Islamic criminal law the court, responsible persons and a due date for the payment must decide it. The rule consisting in the Islamic law is really different from the implementation of compensation done by Aceh Government towards the victims in Aceh. The Government determines that the amount of compensation is based on the assumption of replacing the loss suffered by the victims. In other words, the amount of compensation provided by the government is not referring to legal sources based on the acts or the agreements between the government and the victims. The process of providing the compensation by the Government for the victims is not done through the court process.
It is recommended that the Aceh Government should realize the rules of the sum of compensation that should be received by the victims or the families based on the determination of the Court as a legal basis. In addition, the Central government as the main responsible party in repairing the condition of the society after the conflict should become the priority and absolute. The law enforcement in fulfilling the rights in Aceh should be done by involving some parties especially priest. Hence the society of the victims in Aceh obtains justice and legal certainty to get their rights.
Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif atau doktrinal. Penelitian hukum normatif disebut penelitian hukum doktriner karena penelitian ini merujuk hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Setelah dilakukan pengkajian maka upaya-upaya pencegahan yang dapat memberikan preventif kepada pelanggar busana muslim tersebut seperti menerapkan sanksi kerja sosial yaitu bentuk sanksi dimana sanksi tersebut dijalani oleh pelanggar di luar lembaga dengan melakukan pekerjaan sosial yang ditentukan. Seperti membersihkan tempat ibadah, membersihkan tempat berwudhu, membersihkan sampah di lingkungan rumah ibadah, menjadi bilal mesjid dalam beberapa hari, membersihkan tempat atau fasilitas umum dan lain sebagainya. Melalui pidana kerja sosial terpidana tidak akan berusaha untuk mengulangi kejahatan sebagaimana yang pernah dilakukan, karena jika melakukan tindak pidana lagi maka akan mendapakan hukuman yang lebih berat dari sebelumnya.
Kata kunci: Alternatif, Preventif, Pelanggaran