Papers by Muhammad Alifuddin

Multikulturalisme menunjuk pada suatu kenyataan, bahwa tidakseorangpun yang dapat hidup dalam seb... more Multikulturalisme menunjuk pada suatu kenyataan, bahwa tidakseorangpun yang dapat hidup dalam sebuah budaya saja. Dengandemikian, tuntutan terhadap hubungan antar manusia, etnik, budayadan agama yang dibangun atas dasar kasih, saling percaya dan rasasaling memahami antara satu dan yang lainnya menjadi niscaya.Mengingat prinsip keragamaan atau prinsip etnisitas pada masingmasingkelompok, akan mudah menimbulkan percikan-percikankonflik lantaran adanya beberapa perbedaan yang prinsipil darimasing-masing kelompok yang hidup di tengah masyarakat, makamultikulturalisme sejatinya dikemas dalam ranah pendidikan.Pengejawantahan nilai-nilai multikultur melalui jalur pendidikanbaik formal maupun informal dipandang efektif mengingat nilaitersebut terkait erat dengan problem sikap dan mental, maka takayal lagi pendidikan terlebih khusus pendidikan agama akanmenjadi sangat strategis dalam upaya memperkuat aras integrasi ditengah ancaman maraknya gerakan radikalisme. Pembumianwawasan multikultur l...

Al-Qalam
This article aimed to determine segregation between Muslims and Christians in the Tolaki ethnic c... more This article aimed to determine segregation between Muslims and Christians in the Tolaki ethnic community, especially in the Wolasi and Lambuya Sub-districts, Southeast Sulawesi, Indonesia. The two areas are important to review, considering that the two populations, consisting of Muslims and Christians, come from the same ethnic group but differ in their response to religious pluralism. The method used is descriptive qualitative, utilizing observation and in-depth interviews. Furthermore, the data were analyzed using ethnography and historical approaches. The results show that the Tolaki ethnic group (Muslim and Christian) in the Lambuya community more openly responds to religious pluralism than the Wolasi community. In terms of historical perspective, the Wolasi community experienced cultural trauma from the history of Christianization during the Dutch colonies. This is because there were significant differences in perspective between religious believers, even though they were stil...

Shautut Tarbiyah, May 1, 2010
Tafsir bi al-ra'yi adalah penafsiran Qur'an yang dilakukan dengan mengedepankan penempatan logika... more Tafsir bi al-ra'yi adalah penafsiran Qur'an yang dilakukan dengan mengedepankan penempatan logika berpikir yang metodis sebagai titik pijak dalam menelaah pesan-pesan Quran. Dalam perkembangannya, metode ra'yi dewasa ini secara operasional dijalankan dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial modern misalnya; sejarah, linguistik modern (hermeneutik), fenomenologi, antropologi maupun sosiologi. Tidak sedikit ulama yang mengecam pendekatan ra'yi, namun demikian ada juga yang mengapresiasi pendekatan ini (ra'yu) dengan sejumlah syarat tertentu, misalnya Muhammad Husain al-Zahabi seorang pakar sejarah tafsir. Terlepas dari pro kontra penerimaan tafsir corak ra'yi, dalam konteks era kemajuan ilmu pengetahuan dan multikulturalisme dewasa ini, tafsir dengan pendekatan ra'yi tampaknya lebih mampu mengakomodir gaya dan gejolak zaman ketimbang model-model tafsir yang bersifat normativ tekstualis.

Jurnal Komunikasi Islam
This study aims to describe "da'wah pencerahan” (enlightening proselytism) in the mitiga... more This study aims to describe "da'wah pencerahan” (enlightening proselytism) in the mitigation sphere of the West Sulawesi earthquake survivors, conducted by the Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). This research is a qualitative study using a phenomenological approach. The research findings state that, first, the enlightening da'wah is carried out through a number of socio-cultural activities that are oriented toward building logical thoughts and positive attitudes for survivors in responding to disasters. Second, the enlightening da'wah is carried out through three methods, namely da'wah bi al-lisan or verbal socialisation in public places and in places of worship; da'wah bi al-kitabah conducted through written messages via brochures and social media; da'wah bi al-hal (bi al-a'mal) which is carried out through measurable and planned actions. Third, the enlightenment da'wah movement of MDMC is open, inclusive, and universal for humanity.
Al-MUNZIR, 2017
bertujuan untuk membekukan pandangan-pandangan keagamaan beliau dalam sebuah tulisan sehingga pem... more bertujuan untuk membekukan pandangan-pandangan keagamaan beliau dalam sebuah tulisan sehingga pemikiran tokoh tersebut dapat diakses oleh masyarakat muslim secara luas. Berangkat dari data yang diperoleh baik melalui serangkaian wawancara dan studi dokumen dapat disimpulkan bahwa, Abdul Djabbar Abu adalah tokoh yang penuh inovatif, hal ini dapat dilihat dari buah tangan beliau yang diwariskan kepada masyarakat Muslim yaitu sebuah pesantren Al-Munawwarah Konawe. Selain karya fisik Abdul Djabbar Abu juga memberikan sumbangan pemikiran tentang berbagai hal diantaranya tentang agama, adminsitrasi dan lingkungan hidup.
Shautut Tarbiyah, May 1, 2011

International Journal of Islamic Educational Psychology, 2021
This study aims to describe the mitigation-based MDMC enlightenment da'wah in handling the im... more This study aims to describe the mitigation-based MDMC enlightenment da'wah in handling the impact of the pandemic, especially providing psychological assistance to the COVID-19 survivors' community. Research data were obtained through in-depth interviews, observation, and document review. All data obtained were analyzed using the Miles and Huberman paradigm. The results showed that Muhammadiyah first carried out mitigation-based enlightenment da'wah through various social activities by providing public awareness in dealing with the COVID-19 pandemic. Second, da'wah based on a mitigation approach was carried out by the Southeast Sulawesi MDMC, with three approaches, an oral approach, brochures, and social media. The bil hal or bi al-amal approach was carried out through measured and planned actions, such as spraying disinfectants, distributing masks, sharing food, and providing scholarships to survivors. Third, the enlightenment da'wah based on the mitigation move...

istinbath
Penelitian ini merupakan studi etnohgrafi tentang dialektika agama dan adat dalam ritual perkawin... more Penelitian ini merupakan studi etnohgrafi tentang dialektika agama dan adat dalam ritual perkawinan di lingkungan orang Muna. Seluruh data dalam penelitian bersumber dari hasil pengamatan, wawancara mendalam serta studi dokumen. Mengingat penelitian ini terkait dengan aspek pengamalan hukum yang hidup dalam ruang sosial budaya, maka analisis atas data dilakukan dengan menggunakan pendekatan fenomenologi hermeneutic. Integrasi bhoka sebagai nilai atau besaran mahar dalam perspektif hukum Islam dapat dipandang sebagai urf .Problem serius terkait implementasi pemberian bhoka sebagai nilai mahar, lebih disebakan karena dalam banyak kasus mahar yang sejatinya menjadi hak seorang isteri bergeser menjadi atau dibagi kepada keluarga, bahkan kepada sejumlah tokoh adat yang menyaksikan proses tersebut. Realitas ini berpotensi menabrak norma pemberlakuan mahar dalam hukum Islam, sehingga meniscayakan kesepakatan-kesepakatan baru guna merumuskan ulang pola implementasi mahar dan bhoka yang dapa...

KARSA: Journal of Social and Islamic Culture
This study aimed to describe the shape and meaning of the architectural design of the Buton house... more This study aimed to describe the shape and meaning of the architectural design of the Buton house both from an emic and ethical perspective. The focus of the problem was: (1). What was the shape and pattern of the house layout of the Butonese people? (2). What was the meaning of the traditional house architecture of the Butonese people? The data were obtained through a series of interviews, non-participant observation, and document review. All data were analyzed through some stages: formulation of questions, making descriptive narratives, data reduction, application, and interpretation, then concluding. Based on an analysis of the research problem, the following conclusions were obtained: (1). The shape of the Buton house had an aesthetic meaning related to belief or the dimension of religiosity, in this case, Islam; (2). The patron or pattern of the Butonese house building had become part of their system of thinking, so that eventually it became something standards, such as the sta...

Sang Pencerah: Jurnal Ilmiah Universitas Muhammadiyah Buton
Penelitian ini adalah upaya mendeskripsikan secara analitik tentang pertumbuhan dan perkembangan ... more Penelitian ini adalah upaya mendeskripsikan secara analitik tentang pertumbuhan dan perkembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) di Sulawesi Tenggara. Data-data yang digunakan dalam tulisan ini selain bersumber dari hasil wawancara, pengamatan dan telaah dokumen. Seluruh data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan paradigma Miles dan Huberman. Penelitian ini menyimpulkan: (1) secara historis pertumbuhan dan perkembangan PTM di Sultraawesi tidak dapat dilepaskan dengan dinamika politik yang sedang berkembang. Lima PTM yang kini eksis, seluruhnya terwujud dalam suasana politik yang terbuka dan atau berbasis pada penilian yang fair, jauh dari praktik politik sektarian/partisan; (2) selain faktor keterbukaan sistem politik, Pertumbuhan dan perkembangan PTM di wilayah ini, terkait erat dengan kemampuan SDM persyarikatan mengelola setiap momen sebagai momentum untuk mewujudkan monumen infrastruktur akal budi. Hal tersebut terjadi karena kekuatan jaringan Muhammadiyah, sifat kol...

Penelitian ini bertujuan menjelaskan hubungan dinamis antara Islam dengan budaya Lokal yang terda... more Penelitian ini bertujuan menjelaskan hubungan dinamis antara Islam dengan budaya Lokal yang terdapat pada masyarakat Buton. Dengan menggunakan metode deskriptif analisis serta pendekatan sejarah dan antropologi, studi ini memusatkan telaahnya untuk menjelaskan latar belakang pembentukan tradisi Islam pada masyarakat Buton, bentuk-bentuk interaksi yang tejadi antara kedua elemen, faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta karakteristik Islam Buton. Dalam perspektif sejarah, keberadaan Islam di wilayah ini diawali oleh konversi kekuasaan lokal ke dalam Islam. Bahwa dalam proses panjang sejarah yang dijalani dan dialami masyarakat Buton, hingga akhirnya memilih Islam sebagai “ideologi” resmi bagi etnik ini, ternyata tidak dengan sendirinya menghilangkan seluruh unsur lokal yang berkembang sebelumnya. Dengan demikian, Islam dan unsur lokal harus bersanding guna merumuskan hubungan yang memadai untuk kebutuhan orang Buton, keniscayaan ini juga tetap berlangsung ketika unsur-unsur modernitas merambah wilayah ini. Hubungan Islam dengan nilai dan tatanan lama, menunjukkan pada pertemuan yang tak mudah dan sederhana. Aneka gelombang Islamisasi di wilayah ini dengan berbagai modusnya harus menghadapi warisan lama pra Islam. Oleh karena itu, Islam sebagai nilai yang datang pada ruang yang telah memiliki nilai, dituntut untuk lebih toleran guna mendefinisikan kehadirannya dalam konteks lokal. Sebaliknya nilai-nilai lokal secara bertahap mendefinisikan dirinya ke dalam Islam. Dengan kata lain konversi masyarakat Buton ke dalam Islam, lebih menunjukkan pada suatu proses panjang menuju “kompromi” yang lebih besar terhadap “eksklusivisme” Islam. Kompromitas antara Islam dengan budaya lokal merupakan keniscayaan juga merupakan jalan terbaik dalam rangka menghindari konflik. Kompromitas tersebut menjadikan Islam terakomodasi dalam kultur orang Buton atau terasimilasi dan pada gilirannya terintegrasi dalam kultur lokal. Dengan demikian, interaksi antara Islam dengan budaya lokal tidak terjadi dalam satu bentuk, tetapi memiliki beragam bentuk yang terbentang di antara kecenderungan menghindari konflik ( kompromitas: adaptasi, akomodasi dan asimilasi) hingga integrasi. Selain akomodasi dan asimilasi, proses interaksi tersebut juga menunjukkan terjadinya integrasi, yang ditandai oleh dominasi nilai-nilai Islam atas budaya lokal. Proses interaksi yang menghasilkan akomodasi, misalnya ritual posuo (pingitan) dan upacata tujuh bulanan. Sedangkan proses interaksi yang menghasilkan asimilasi terjadi pada ritual, perkawinan, aqiqah, dan khitanan. Dapat ditegaskan bahwa dalam banyak hal dan kasus, asimilasi atau perpaduan antara Islam dengan budaya lokal setelah melalui tahapan masa, lebih mengarah pada dominasi warna Islam. Dalam proses tersebut secara umum yang terjadi Islam berdiri di atas segala hal yang bersifat kedaerahan atau budaya lokal, tetapi tidak sampai mereduksi secara keseluruhan potensi kebutonan. Potensi kebutonan yang terjelma lewat aspek muamalah duniawiyah tetap lestari dan terjaga yang ditambah dengan asesoris nilai-nilai Islam. Sedangkan integrasi yang ditandai oleh dominasi nilai-niali Islam pada budaya lokal depat dilihat pada basis keimanan dan ritual pokok kehidupan. Misalnya kepercayaan kepada Tuhan, nabi, malaikat, hari kemudian, dan taqdir baik dan buruk. Demikian pula dengan pemahaman tentang kewajiban salat lima waktu, puasa, zakat, dan haji. Panduan antara kedua elemen tidaklah bersifat statis tetapi bersifat dinamis, kedinamisan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh perkembangan sejarah, budaya dan peradaban yang menghampiri keduanya. Oleh karena itu, wujud Islam Buton pada masa awal pembentukannya hingga paruh awal abad ke-20, lebih menunjukkan pada karakter Islam yang bertumpu pada dominasi “elit” lokal berubah menjadi Islam yang populis atau Islam kultural.
Dalam perspektif Muhammad Al-Ghazali; pemahaman dan penilaian terhadap hadis ahad, adalah sesuatu... more Dalam perspektif Muhammad Al-Ghazali; pemahaman dan penilaian terhadap hadis ahad, adalah sesuatu yang historis, , karena pada prinsipnya pandangan-pandangan tersebut sepenuhnya adalah hasil intrepretasi dan pendapat pribadi. Demikian pula penolakan terhadap hadis ahad, juga hanyalah hasil dari refleksi pemikiran ulama dari masalah yang bersangkutan, yang sifatnya relatif, spekulatif dan boleh jadi tidak tepat, sehingga jangan jangan sampai dipandang sebagai agama itu sendiri. Lebih lanjut ia menyebutkan, bahwa akidah tidak mungkin terbentuk berdasarkan hadis-hadis ahad, karena akidah itu sendiri sudah jelas dalam Qur'an. Hadis-hadis ahad baru memungkinkan untuk diterima dalam persoalan aqidah, bila memang menjelaskan atau menerangkan sesuatu yang ada dalam Qur'an. Kata Kunci : Al-Ghazali, Hadis, Kabar Ahad

The study of Posuo Ceremony in the Buton community is a decriptive research. Its aims is to know... more The study of Posuo Ceremony in the Buton community is a decriptive research. Its aims is to know the urgency and significance of posuo in building the good characters of women teenager. By using Miles and Huberman’s perspective, the data were obtained through indepth interview, observation and review of the literature. Based on this study, it indicates that: adat ceremony for Butonese is essential and significance in building characters based on the value of ethics and religious to women teenager. The advantages of the ceremony is it can cultivate the relationship among the Butenese community as well as strengthen the principles of solidarity. However, the ceremony now practice rarely by the community. The main problem is the economic factor. In addition to the other factor is the minimum effort from Butonese community to socialize this traditional ceremony. Key Words: local ceremony, women teenager, character building, Buton. Abstrak Studi ini adalah studi deskriptif tentang upaca...
Abstrak Tulisan ini adalah deskripsi singkat tentang pendekatan ethonografi yang bertujuan member... more Abstrak Tulisan ini adalah deskripsi singkat tentang pendekatan ethonografi yang bertujuan memberikan penjelasan sekaligus panduan bagi mahasiswa tentang bagaimana mendesain penelitian dan laporan ethnografi. Dengan bekal metodologi diharapkan mahasiswa KKN IAIN Kendari kini dan pada masa akan datang dapat memberi lukisan analitik tentang nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada lokasi KKN kepada masyarakat luas, sehingga pada gilirannya informasi kebudayaan dimaksud memiliki nilai berarti bagi pengembangan potensi masyarakat terkait pada masa mendatang. Pada prinsipnya laporan ethnografi adalah catatan atau studi lapangan yang dilakukan secara partisipatif oleh seorang peneliti tentang apa yang mereka saksikan, rasakan dan alami di lapangan. Adapun sistematika laporan ethnografi ekuivalen dengan laporan penelitian pada umumnya. Kata Kunci : Ethnografi, KKN

Abstrak: Dalam konteks masyarakat Buton kepulauan Wakatobi diketahui banyak terdapat syair kabant... more Abstrak: Dalam konteks masyarakat Buton kepulauan Wakatobi diketahui banyak terdapat syair kabanti yang merupakan tradisi lisan. Salah satu di antaranya adalah kabanti berupa nyanyian rakyat (folksong). Folksong masyarakat setempat adalah nyanyian rakyat yang biasanya dilantunkan oleh seorang ibu atau ayah yang sedang, menimang bayinya, dan dalam sebuah acara dan permainan rakyat. Nyanyian rakyat tersebut antara lain berisi ungkapan hati atau nasihat tentang; suasana kehidupan, keadaan keluarga, kerinduan pada kampung halaman dan keluarga, dorongan bekerja keras maupun untuk berperilaku yang baik. Sebagai salah satu tradisi lisan yang hidup dalam budaya masyarakat Wakatobi, folksong kabanti mempunyai peran sebagai penanda identitas masyarakat Wakatobi. Kabanti dalam bentuk nyanyian rakyat (folksong) mengandung nilai-nilai paedagogik dan berfungsi sebagai media dalam mentransfer nilai. Tulisan ini akan menganalisis nilai-nilai dakwah yang tertuang dalam lagu-lagu folksong orang Wakat...

Al-TA'DIB: Jurnal Kajian Ilmu Kependidikan, 2021
This article presents an analytical description of the Muhammadiyah movement in the field of high... more This article presents an analytical description of the Muhammadiyah movement in the field of higher education services in Southeast Sulawesi. Data was garnered from in-depth interviews, observations and documents which were analyzed through the stages of data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results of data analysis show that there are two main factors that move Muhammadiyah to establish universities in Southeast Sulawesi. First, internal factors such as moral awareness to build civilization through education. Second, external factors such as situational "pragmatic" dimensions and the influence of geo-political dimensions. This study shows that the success of Muhammadiyah in establishing universities is closely related to the collegial collective character and the strength of Muhammadiyah's philanthropic ethos. The large network of Muhammadiyah universities makes this organ gains social legitimacy as a reliable and trusted organ in higher educa...

International Journal of Islamic Educational Psychology, 2021
This study aims to describe the mitigation-based MDMC enlightenment da'wah in handling the im... more This study aims to describe the mitigation-based MDMC enlightenment da'wah in handling the impact of the pandemic, especially providing psychological assistance to the COVID-19 survivors' community. Research data were obtained through in-depth interviews, observation, and document review. All data obtained were analyzed using the Miles and Huberman paradigm. The results showed that Muhammadiyah first carried out mitigation-based enlightenment da'wah through various social activities by providing public awareness in dealing with the COVID-19 pandemic. Second, da'wah based on a mitigation approach was carried out by the Southeast Sulawesi MDMC, with three approaches, an oral approach, brochures, and social media. The bil hal or bi al-amal approach was carried out through measured and planned actions, such as spraying disinfectants, distributing masks, sharing food, and providing scholarships to survivors. Third, the enlightenment da'wah based on the mitigation move...
Tulisan ini adalah upaya akademik untuk menjelaskan fenomena pengamalan hukum Islam (baca: fiqh) ... more Tulisan ini adalah upaya akademik untuk menjelaskan fenomena pengamalan hukum Islam (baca: fiqh) yang mewujud dalam sistem sosial dan budaya masyarakat Keraton Buton, sekaligus untuk memperoleh gambaran mendalam tentang implikasi sistem sosial dan budaya terhadap pemahaman fiqhi pada ruang sejarah masyarakat Buton. Seluruh data dalam tulisan ini diperoleh melalui serangkain wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Untuk memperoleh kesimpulan, maka data-data tentang fokus masalah dianalisis secara kritis. Kesimpulan kajian menunjukan bahwa: sekalipun Islam bagi masyarakat Buton telah menjadi basis ideologi kultural, namun dalam tataran empirik warna dan corak budaya lokal masih mewarnai pengamalan keagamaan mereka. Pengamalan keagamaan masyarakat Buton secara ideologis selalu merujuk pada pemahaman keraton, yang dapat dinyatakan sebagai fiqh keraton.

Kajian tentang hubungan antar agama di Kendari belum banyak dilakukan oleh para peneliti. Fokus m... more Kajian tentang hubungan antar agama di Kendari belum banyak dilakukan oleh para peneliti. Fokus masalah yang akan ditelaah adalah respon dan paradigma tokoh agama Kendari terhadap keragaman etnik dan agama, serta bagaiamana strategi dakwah yang mereka kembangkan dalam upaya memelihara harmoni antar iman. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pandangan dan sikap tokoh agama di Kendari terhadap keberagaman etnik dan agama, secara umum mengacu pada paradigma hormat mengormati dan saling menghargai. Bila ditilik lebih dalam, respon mereka terhadap keberagamaan pihak lain berada pada tataran inklusif hegemonistik sebagaiman yang disebutkan oleh Ninian Smart. Yaitu perspektif yang memandang agama lain memiliki sisi kebenaran, namun mereka tetap memprioritaskan pada agama yang dianutnya. Atau dalam perspektif Mukti Ali masuk dalam kategori agree in disagreement. Bila ditilik dari materi-materi dakwah yang disampaikan oleh para tokoh agama di hadapan objek dakwah telah mengindikasikan ada...
Uploads
Papers by Muhammad Alifuddin
Nama : Muhammad Alifuddin, M.Ag.
Judul Penelitian : Islam Buton ( Interaksi Islam dengan Budaya Lokal)
Penelitian ini bertujuan menjelaskan hubungan dinamis antara Islam dengan budaya lokal yang terdapat pada masyarakat Buton. Dengan menggunakan metode deskriptif analisis serta pendekatan sejarah dan antropologi, studi ini memusatkan telaahnya untuk menjelaskan latar belakang pembentukan tradisi Islam pada masyarakat Buton, bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antara kedua elemen, faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta karakteristik Islam Buton.
Dalam perspektif sejarah, keberadaan Islam di wilayah ini diawali oleh konversi kekuasaan lokal ke dalam Islam. Bahwa dalam proses panjang sejarah yang dijalani dan dialami masyarakat Buton hingga akhirnya memilih Islam sebagai “ideologi” resmi bagi etnik ini, ternyata tidak dengan sendirinya menghilangkan seluruh unsur lokal yang berkembang sebelumnya. Dengan demikian, Islam dan unsur lokal harus bersanding guna merumuskan hubungan yang memadai untuk kebutuhan orang Buton, keniscayaan ini juga tetap berlangsung ketika unsur-unsur modernitas merambah wilayah ini.
Hubungan Islam dengan nilai dan tatanan lama, menunjukkan pada pertemuan yang tak mudah dan sederhana. Aneka gelombang Islamisasi di wilayah ini dengan berbagai modusnya harus menghadapi warisan lama pra Islam. Oleh karena itu, Islam sebagai nilai yang datang pada ruang yang telah memiliki nilai, dituntut untuk lebih toleran guna mendefinisikan kehadirannya dalam konteks lokal. Sebaliknya nilai-nilai lokal secara bertahap mendefinisikan dirinya ke dalam Islam. Dengan kata lain konversi masyarakat Buton ke dalam Islam, lebih menunjukkan pada suatu proses panjang menuju “kompromi” yang lebih besar terhadap “eksklusivisme” Islam. Kompromitas antara Islam dengan budaya lokal selain merupakan keniscayaan juga merupakan jalan terbaik dalam rangka menghindari konflik. Kompromitas tersebut menjadikan Islam terakomodasi dalam kultur orang Buton atau terasimilasi dan pada gilirannya terintegrasi dalam kultur lokal.
Dengan demikian, interaksi antara Islam dengan budaya lokal tidak terjadi dalam satu bentuk, tetapi memiliki beragam bentuk yang terbentang di antara kecenderungan menghindari konflik (kompromitas; adaptasi, akomodasi dan asimilasi) hingga integrasi. Selain akomodasi dan asimilasi, proses interaksi tersebut juga menunjukkan terjadinya integrasi, yang ditandai oleh dominasi nilai-nilai Islam atas budaya lokal
Proses interaksi yang menghasilkan akomodasi, misalnya ritual posuo (pingitan) dan upacara tujuh bulanan. Sedangkan proses interaksi yang menghasilkan asimilasi terjadi pada ritual, perkawinan, aqiqah, dan khitanan. Dapat ditegaskan, bahwa dalam banyak hal dan kasus, asimilasi atau perpaduan antara Islam dengan budaya lokal setelah melalui tahapan masa, lebih mengarah pada dominasi warna Islam. Dalam proses tersebut secara umum yang terjadi Islam berdiri di atas segala hal yang bersifat kedaerahan atau budaya lokal, tetapi tidak sampai mereduksi secara keseluruhan potensi kebutonan. Potensi kebutonan yang terjelma lewat aspek muamalah duniawiyah tetap lestari dan terjaga yang ditambah dengan asesoris nilai-nilai Islam. Sedangkan integrasi yang ditandai oleh dominasi nilai-nilai Islam pada budaya lokal dapat dilihat pada basis keimanan dan ritual pokok kehidupan. Misalnya kepercayaan kepada Tuhan, nabi, malaikat, hari kemudian, dan taqdir baik dan buruk. Demikian pula dengan pemahamaan tentang kewajiban salat lima waktu, puasa, zakat, dan haji.
Paduan antara kedua elemen tidaklah bersifat statis tetapi bersifat dinamis, kedinamisan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh perkembangan sejarah, budaya dan peradaban yang menghampiri keduanya. Oleh karena itu, wujud Islam Buton pada masa awal pembentukannya hingga paruh awal abad ke-20, lebih menunjukkan pada karakter Islam yang bertumpu pada dominasi “elit” lokal atau Islam yang bercorak struktural (Islam Keraton). Seiring dengan perubahan masa, maka karakter Islam Buton yang semula bercorak struktural dengan dominasi “elit” lokal berubah menjadi Islam yang populis atau Islam kultural.
Kata kunci: Islam Buton, Interaksi, budaya lokal