Papers by Gufroni Arsjad L.M.

Ayam Tukong adalah sejenis ayam kampung yang berkembang di daerah-daerah pedalaman Kalimantan
Bar... more Ayam Tukong adalah sejenis ayam kampung yang berkembang di daerah-daerah pedalaman Kalimantan
Barat. Ayam Tukong mempunyai ciri spesifik yaitu tidak memiliki tulang ekor atau “brutu”, sehingga lebih
mirip burung puyuh dengan penampilan seperti ayam kampung biasa. Peningkatan populasi penduduk,
mobilisasi dan eksploitasi yang terjadi berdampak terhadap kelestarian sumber genetik yang terdapat di alam,
termasuk ayam Tukong, sehingga perlu di lakukan tindak penyelamatan dan pengembangan. Untuk itu
diperlukan karakterisasi dan identifikasi aspek teknis biologis serta potensi pengembangannya di masa depan.
Metode survei digunakan untuk menjaring informasi dan dilanjutkan analisis deskriptif untuk mengetahui
karakteristik ayam Tukong. Bentuk tubuh, warna bulu, bentuk telur dan jenis pakan yang dimakan oleh ayam
Tukong tidak berbeda jauh dengan ayam kampung biasa, perbedaan fisik yang utama adalah tidak terdapat
tungging/pangkal ekor atau ”brutu” yang biasanya terdapat di bagian ujung tulang belakang ayam kampung.
Ayam Tukong memiliki bobot badan sedikit lebih ringan dari ayam kampung yaitu antara 1,7 – 2,5 kg untuk
yang jantan dan 1,2 – 1,7 kg untuk yang betina, dengan jumlah telur per periode sejumlah 6-12 butir. Ayam
Tukong sebagai ayam lokal Kalimantan Barat keberadaannya sudah mulai langka. Ayam Tukong yang
berkembang di Kalimantan Barat telah beradaptasi dengan kondisi biofisik Kalimantan Barat yang spesifik
beriklim tropis, dengan suhu udara dan kelembaban udara yang tinggi. Secara fisik ayam Tukong adalah
ayam kampung yang tidak memiliki pangkal ekor. Keunggulan ayam Tukong terhadap ayam kampung adalah
sifat yang lebih jinak, mudah dipelihara, lebih tahan penyakit, komposisi karkas yang lebih baik dan memiliki
cita rasa yang lebih gurih. Potensi genetis ayam Tukong perlu dikembangkan secara sistematis untuk
memunculkan sifat unggulnya dalam pengembangan ayam kampung.

The low population density in West Kalimantan indicated that this province had a high need for ag... more The low population density in West Kalimantan indicated that this province had a high need for agricultural machinery. However, the application of technology on agricultural machinery was not enough to anticipate the problems of agricultural development but had to be supported by a suitable institution. In relation to these matters, institution in form of a group corporation on services for agricultural machinery (UPJA) had been developed in West Kalimantan. Currently, it was reported that 358 unit of UPJA available in this province, spread over 9 districts but only 44% of those were active. Wetland rice and corn were the two main commodities supported by UPJA. There were 7 type of agricultural machinery own by UPJA, i.e. hand tractor, power thresher, water pump, reaper, trans-planter, dryer and Rice Milling Unit (RMU). The numbers of agricultural machinery that currently available for wetland rice was much lower than the demand. Type of machinery that were reported to be moderately high in availability were RMU (45%) and water pump (21%), while others ranged from 0.1 % (transplanter) to 8.1% (power thresher). There were 3 models of institution for agricultural machinery, i.e. a) Government, b) Sanggau and c) Ketapang. Based on the total net margin and the rate of credit returned, it was shown that the performance of Sanggau and Ketapang models were better than a model of government. In case of Sanggau model, this was closely related to the high participation of the members in controlling the management through the existence of UPJA association both in district and sub-district levels. Meanwhile, Ketapang model characterized by working contract made between manager and operator ensured the high rate of payback for the credit given. Based on these facts, the suitable UPJA institution that may developed in West Kalimantan have to fulfill the aspects of transparency, participatory, efficiency and effectively applied. Therefore, a combination of Sanggau and Ketapang models that characterized by the existence of association as the highest authority in UPJA supported with the contract system may fulfill the type of ideal UPJA model for this province.

Berbagai kelebihan dan fungsi ternak kambing yang memiliki nilai tambah merupakan peluang bagi pe... more Berbagai kelebihan dan fungsi ternak kambing yang memiliki nilai tambah merupakan peluang bagi peternak, pemerintah dan swasta untuk mengembangkan dan meningkatkan populasi ternak kambing dalam rangka peningkatan pendapatan petani peternak.
Sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi dan kelembagaan merupakan faktor penggerak dalam pembangunan pertanian. Potensi lahan untuk pengembangan peternakan kambing (ruminansia) di Kalimantan Barat adalah seluas 4.928.306 ha atau sebesar 33,57 % dari luas wilayah. Selain jenis pakan hijauan alam, Propinsi Kalimantan Barat memiliki keunggulan komparatif sumber pakan alami seperti dari hasil samping produk pertanian, perkebunan, perikanan dan industri pengolahan. Hanya 0,018 % potensi lahan per hektar yang telah dimanfaatkan untuk mengembangkan peternakan kambing di Kalimantan Barat.
Dengan aplikasi perbaikan teknologi dapat meningkatkan produktivitas induk sebesar 71 % dan memberikan pertambahan bobot badan harian minimal sebesar 112,5 % dari teknik budidaya yang dilakukan petani. Sinergisme antar sub sistem agribisnis sangat mentukan kecepatan pengembangan ternak kambing di Kalimantan Barat. Besarnya potensi yang dimiliki Kalimantan Barat tidak akan memberi arti tanpa perencanaan, strategi dan aplikasi langkah tindak lanjut pada tingkat operasional.

Propinsi Kalimantan Barat mencanangkan 25.000 ha areal penanaman jagung. Sumberdaya Kabupaten Pon... more Propinsi Kalimantan Barat mencanangkan 25.000 ha areal penanaman jagung. Sumberdaya Kabupaten Pontianak diarahkan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan penduduk Kota Pontianak. Termasuk dalam penyediaan ternak sapi sehingga perlu diketahui bagaimana potensi kendala dan peluang pengembangan ternak sapi di Kabupaten Pontianak dalam rangka menunjang pengembangan tanaman jagung. Terdapat 287.954 ha areal potensi sumberdaya lahan jagung di Kabupaten Pontianak. Biomasa jagung dari areal tanam jagung di Kabupaten Pontianak sejumlah 14.268,30 ton dapat mendukung 7.818,25 unit ternak per tahun per musim tanam. Jika 25 % potensi areal pengembangan jagung seluas 71.988,50 ha akan menghasilkan 18,50 kali biomasa/musim tanam dari pertanaman jagung saat ini, maka mampu menyediakan pakan untuk 144.637,60 unit ternak. Sejumlah 58,68 % penduduk Kabupaten Pontianak bekerja di bidang pertanian merupakan potensi untuk pengembangan ternak sapi. Iklim Kabupaten Pontianak sangat sesuai untuk pengembangan bangsa sapi Bos indicus dan Bos sondaicus. Keperluan sapi bakalan untuk Kabupaten Pontianak sejumlah 22,19 % dari jumlah populasi per tahun, merupakan peluang dalam usaha pembibitan sapi bakalan. Satu hektar jagung menghasilkan 7-10 ton pupuk organik per tahun dari 4 – 6 ekor sapi yang menunjang kebutuhan pupuk organik dua kali tanam setahun untuk 1 – 2 hektar. Konsumsi protein hewani penduduk Kalimantan Barat khususnya daging, masih kurang sebesar 6,26 kg/kapita/tahun atau sebesar 60,78 % merupakan pangsa pasar bagi pengembangan ternak sapi. Pola penggemukan sapi selama 3 bulan memberikan keuntungan yang paling maksimal dibandingkan penggemukan setahun dan pembibitan, pemilihan pola pemeliharaan sangat ditentukan oleh kapasitas sumberdaya modal dan sumber pakan tersedia. Pemerintah perlu menggerakkan para petani, pemodal, pengusaha dan lembaga penunjang lainnya untuk bersama-sama merumuskan struktur dan mekanisme sistem agribisnis ternak sapi yang operasional dan terarah.

Ternak tidak saja penting sebagai penghasil daging, susu dan telur yang merupakan sumber protein ... more Ternak tidak saja penting sebagai penghasil daging, susu dan telur yang merupakan sumber protein hewani yang bernilai tinggi, akan tetapi juga penting dilihat dari fungsi non pangan seperti penyediaan tenaga kerja ternak, daur ulang nutrisi (nutrient recycling), dengan kotoran ternak dapat mengkompensasi kurangnya akses terhadap input modern seperti pupuk, serta fungsi lainnya dalam membantu mempertahankan kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungan.
Kalimantan Barat masih tergolong defisit sapi potong sehingga Kalbar tergolong daerah konsumen sapi potong. Kebutuhan sapi untuk Kalbar masih didatangkan melalui perdagangan antar pulau, sehingga masih sangat besar peluang pasar untuk ternak potong seperti ternak sapi di Kalimantan Barat. Kondisi ini merupakan peluang pengembangan ternak yang diintegrasikan dengan sub sektor perkebunan.
Pakan dasar ternak sapi dari kebun kelapa sawit meliputi pelepah, daun, serat perasan buah dan batang kelapa sawit dapat ditingkatkan nilai gizinya melalui perlakuan pemberian NaOH, fermentasi dan uap. Biomassa setiap ha tanaman kelapa sawit mampu mendukung 1-3 ekor sapi dewasa per tahun. Integrasi ternak dengan Kebun Kelapa Sawit dapat menurunkan biaya produksi, saling menguntungkan (benefit mutualistis), pemroses hasil samping perkebunan, pemberantas gulma, pemanfaatan limbah naungan tanah, tenaga kerja (penghela) dan bertindak sebagai sumber penghasilan bagi petani. Limbah kulit buah kakao dan hijuan dari tanaman pelindung (gamal dan lamtoro) dimanfaatkan petani sebagai sumber pakan dalam usaha ternak kambing. Penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan ternak kambing dapat diberikan sampai sebesar 70 % dari total pakan. Pengandangan ternak kambing sangat dianjurkan dengan pertimbangan faktor keamanan, memudahkan pengontrolan reproduksi, mencegah terjadinya kembung perut (bloat), memudahkan rekording ternak dan memudahkan penanganan kotoran ternak sebagai pupuk organik. Pengembangan model integrasi tanaman kebun dan ternak memberikan tambahan pendapatan yang berarti bagi petani.

Review tentang pemanfaatan hasil samping tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) telah dilakukan... more Review tentang pemanfaatan hasil samping tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) telah dilakukan untuk merumuskan teknologi pemanfaatannya sebagai pakan ternak. Hasil review menunjukkan bahwa terdapat cukup banyak hasil samping kelapa sawit yang bermanfaat sebagai pakan ternak meliputi bungkil inti sawit, lumpur sawit, pelepah, daun, serat perasan buah dan batang kelapa sawit. Berdasarkan kandungan energi dan protein-nya hasil samping tersebut dapat dikelompokkan sebagai pakan suplemen (bungkil inti sawit dan lumpur sawit) sedangkan yang lainnya sebagai pakan dasar. Pakan dasar yang meliputi pelepah, daun, serat perasan buah dan batang kelapa sawit memiliki kandungan energi yang cukup tinggi namun memiliki tingkat kecernaan yang rendah (23-60 %). Pakan dasar ini dapat ditingkatkan nilai gizinya melalui perlakuan pemberian NaOH, fermentasi dan uap. Penggunaan NaOH 8 % mampu meningkatkan kecernaan bahan organik pelepah dari 24 % menjadi 45 % serta daun dari 20 % menjadi 50 %. Fermentasi untuk menghasilkan silase bertujuan untuk preservasi dan konservasi, peningkatan nilai gizi (protein) terjadi karena penambahan urea (3-5 %). Perlakuan tekanan uap pada 12,5 kg/cm2 selama 7,5 menit dapat meningkatkan kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan NaOH. Sementara itu, bungkil inti sawit dan lumpur sawit dapat digunakan tanpa perlakuan karena memiliki kecernaan yang relatif tinggi (70 %). Pada prinsipnya, susunan ransum terdiri dari pemanfaatan bahan berserat tinggi sebagai pakan dasar (pelepah, daun, serat perasan buah dan batang kelapa sawit) dan bahan mengandung protein dan energi tinggi (bungkil inti sawit dan lumpur sawit) sebagai pakan suplemen. Biomassa hasil samping sejumlah 10 t dapat dihasilkan dari setiap ha tanaman kelapa sawit yang mampu mendukung sekitar 3,2 unit ternak atau sekitar 4 - 5 ekor sapi dewasa per tahun. Hal ini menjadikan perkebunan kelapa sawit memiliki potensi besar sebagai pemasok pakan bagi pengembangan ternak khususnya ternak ruminansia.

Hasil pertanian tanpa penanganan yang tepat akan mengalami perubahan akibat pengaruh-pengaruh fis... more Hasil pertanian tanpa penanganan yang tepat akan mengalami perubahan akibat pengaruh-pengaruh fisiologis, mekanis, fisik, kimia, parasitik dan mikrobiologik. Infeksi jamur dapat terjadi pada hampir 100 % biji jagung oleh jamur bermiselia putih dan hitam (Aspergilus dan Penicillium). Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui potensi kerusakan jagung di Kalimantan Barat akibat aflatoksin, mengetahui faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan jamur Aspergillus, mengetahui teknologi pra dan pasca panen yang dapat menekan pertumbuhan jamur Aspergillus serta menyusun rekomendasi penanganan pasca panen biji jagung yang spesifik di Kalimantan Barat.
Potensi biji jagung terinfeksi jamur Aspergillus flavus sangat tinggi sehingga perlu penanganan pasca panen yang tepat. Potensi kerusakan jagung akibat aflatoksin di Kalimantan Barat cukup tinggi akibat iklim tropis yang basah dengan kelembaban yang tinggi. Aflatoksin dapat menyebabkan hepatotoksik (keracunan hati), karsinogenik (penyebab kanker), menghambat pertumbuhan, merusak sistem kekebalan tubuh, penurunan berat badan, pertumbuhan sel-sel darah merah, kandungan kalsium (Ca), magnesium (Mg) di dalam plasma darah, penurunan kadar protein dan albumin dalam darah.
Teknik pengendalian aflatoksin meliputi pengendalian lingkungan tempat tumbuh jamur dan pemilihan bahan baku biji jagung yang baik. Petani jagung di Kalimantan Barat perlu mendapatkan pengetahuan yang memadai tentang teknis penanganan pra dan pasca panen jagung. Pemerintah perlu melakukan langkah teknis dan strategis yang dilaksanakan secara terpadu untuk mengendalikan tingkat kerusakan biji jagung akibat aflatoksin.
Kebutuhan untuk menyusun pakan ternak itik di Kabupaten Sambas diperlukan untuk mendapatkan kompo... more Kebutuhan untuk menyusun pakan ternak itik di Kabupaten Sambas diperlukan untuk mendapatkan komposisi optimal susunan ransumnya. Untuk itu telah dilakukan analisis atas data ketersediaan bahan pakan yang ada di wilayah Kabupaten Sambas dan diperoleh formulasi ransum untuk ternak itik petelur fase starter, grower dan finisher.
Pemilihan jenis HMT yang sesuai pada kondisi agroekosistem diperlukan untuk mendukung keberhasila... more Pemilihan jenis HMT yang sesuai pada kondisi agroekosistem diperlukan untuk mendukung keberhasilan pertumbuhan dan produksi ternak. Perangkat lunak Hijauan Tropis (Tropical Forages) adalah alat bantu yang berguna dalam pemilihan jenis hijauan sesuai kondisi setempat. Telah dilakukan survei pada Desa Sinar Tebudak, Kecamatan Tujuhbelas, Kabupaten Bengkayang sebagai sentra pengembangan ternak sapi potong dan studi literatur untuk memenuhi kebutuhan data. Selanjutnya dilakukan analisis untuk memperoleh rekomendasi jenis rumput dan legum.
Rekomendasi jenis rumput dan legum yang sesuai berdasarkan hasil analisis Hijauan Tropis terdapat 29 jenis rumput dan 27 jenis legum yang sesuai untuk dikembangkan di Desa Sinar Tebudak, Kecamatan Tujuh Belas Kabupaten Bengkayang.
Uploads
Papers by Gufroni Arsjad L.M.
Barat. Ayam Tukong mempunyai ciri spesifik yaitu tidak memiliki tulang ekor atau “brutu”, sehingga lebih
mirip burung puyuh dengan penampilan seperti ayam kampung biasa. Peningkatan populasi penduduk,
mobilisasi dan eksploitasi yang terjadi berdampak terhadap kelestarian sumber genetik yang terdapat di alam,
termasuk ayam Tukong, sehingga perlu di lakukan tindak penyelamatan dan pengembangan. Untuk itu
diperlukan karakterisasi dan identifikasi aspek teknis biologis serta potensi pengembangannya di masa depan.
Metode survei digunakan untuk menjaring informasi dan dilanjutkan analisis deskriptif untuk mengetahui
karakteristik ayam Tukong. Bentuk tubuh, warna bulu, bentuk telur dan jenis pakan yang dimakan oleh ayam
Tukong tidak berbeda jauh dengan ayam kampung biasa, perbedaan fisik yang utama adalah tidak terdapat
tungging/pangkal ekor atau ”brutu” yang biasanya terdapat di bagian ujung tulang belakang ayam kampung.
Ayam Tukong memiliki bobot badan sedikit lebih ringan dari ayam kampung yaitu antara 1,7 – 2,5 kg untuk
yang jantan dan 1,2 – 1,7 kg untuk yang betina, dengan jumlah telur per periode sejumlah 6-12 butir. Ayam
Tukong sebagai ayam lokal Kalimantan Barat keberadaannya sudah mulai langka. Ayam Tukong yang
berkembang di Kalimantan Barat telah beradaptasi dengan kondisi biofisik Kalimantan Barat yang spesifik
beriklim tropis, dengan suhu udara dan kelembaban udara yang tinggi. Secara fisik ayam Tukong adalah
ayam kampung yang tidak memiliki pangkal ekor. Keunggulan ayam Tukong terhadap ayam kampung adalah
sifat yang lebih jinak, mudah dipelihara, lebih tahan penyakit, komposisi karkas yang lebih baik dan memiliki
cita rasa yang lebih gurih. Potensi genetis ayam Tukong perlu dikembangkan secara sistematis untuk
memunculkan sifat unggulnya dalam pengembangan ayam kampung.
Sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi dan kelembagaan merupakan faktor penggerak dalam pembangunan pertanian. Potensi lahan untuk pengembangan peternakan kambing (ruminansia) di Kalimantan Barat adalah seluas 4.928.306 ha atau sebesar 33,57 % dari luas wilayah. Selain jenis pakan hijauan alam, Propinsi Kalimantan Barat memiliki keunggulan komparatif sumber pakan alami seperti dari hasil samping produk pertanian, perkebunan, perikanan dan industri pengolahan. Hanya 0,018 % potensi lahan per hektar yang telah dimanfaatkan untuk mengembangkan peternakan kambing di Kalimantan Barat.
Dengan aplikasi perbaikan teknologi dapat meningkatkan produktivitas induk sebesar 71 % dan memberikan pertambahan bobot badan harian minimal sebesar 112,5 % dari teknik budidaya yang dilakukan petani. Sinergisme antar sub sistem agribisnis sangat mentukan kecepatan pengembangan ternak kambing di Kalimantan Barat. Besarnya potensi yang dimiliki Kalimantan Barat tidak akan memberi arti tanpa perencanaan, strategi dan aplikasi langkah tindak lanjut pada tingkat operasional.
Kalimantan Barat masih tergolong defisit sapi potong sehingga Kalbar tergolong daerah konsumen sapi potong. Kebutuhan sapi untuk Kalbar masih didatangkan melalui perdagangan antar pulau, sehingga masih sangat besar peluang pasar untuk ternak potong seperti ternak sapi di Kalimantan Barat. Kondisi ini merupakan peluang pengembangan ternak yang diintegrasikan dengan sub sektor perkebunan.
Pakan dasar ternak sapi dari kebun kelapa sawit meliputi pelepah, daun, serat perasan buah dan batang kelapa sawit dapat ditingkatkan nilai gizinya melalui perlakuan pemberian NaOH, fermentasi dan uap. Biomassa setiap ha tanaman kelapa sawit mampu mendukung 1-3 ekor sapi dewasa per tahun. Integrasi ternak dengan Kebun Kelapa Sawit dapat menurunkan biaya produksi, saling menguntungkan (benefit mutualistis), pemroses hasil samping perkebunan, pemberantas gulma, pemanfaatan limbah naungan tanah, tenaga kerja (penghela) dan bertindak sebagai sumber penghasilan bagi petani. Limbah kulit buah kakao dan hijuan dari tanaman pelindung (gamal dan lamtoro) dimanfaatkan petani sebagai sumber pakan dalam usaha ternak kambing. Penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan ternak kambing dapat diberikan sampai sebesar 70 % dari total pakan. Pengandangan ternak kambing sangat dianjurkan dengan pertimbangan faktor keamanan, memudahkan pengontrolan reproduksi, mencegah terjadinya kembung perut (bloat), memudahkan rekording ternak dan memudahkan penanganan kotoran ternak sebagai pupuk organik. Pengembangan model integrasi tanaman kebun dan ternak memberikan tambahan pendapatan yang berarti bagi petani.
Potensi biji jagung terinfeksi jamur Aspergillus flavus sangat tinggi sehingga perlu penanganan pasca panen yang tepat. Potensi kerusakan jagung akibat aflatoksin di Kalimantan Barat cukup tinggi akibat iklim tropis yang basah dengan kelembaban yang tinggi. Aflatoksin dapat menyebabkan hepatotoksik (keracunan hati), karsinogenik (penyebab kanker), menghambat pertumbuhan, merusak sistem kekebalan tubuh, penurunan berat badan, pertumbuhan sel-sel darah merah, kandungan kalsium (Ca), magnesium (Mg) di dalam plasma darah, penurunan kadar protein dan albumin dalam darah.
Teknik pengendalian aflatoksin meliputi pengendalian lingkungan tempat tumbuh jamur dan pemilihan bahan baku biji jagung yang baik. Petani jagung di Kalimantan Barat perlu mendapatkan pengetahuan yang memadai tentang teknis penanganan pra dan pasca panen jagung. Pemerintah perlu melakukan langkah teknis dan strategis yang dilaksanakan secara terpadu untuk mengendalikan tingkat kerusakan biji jagung akibat aflatoksin.
Rekomendasi jenis rumput dan legum yang sesuai berdasarkan hasil analisis Hijauan Tropis terdapat 29 jenis rumput dan 27 jenis legum yang sesuai untuk dikembangkan di Desa Sinar Tebudak, Kecamatan Tujuh Belas Kabupaten Bengkayang.
Barat. Ayam Tukong mempunyai ciri spesifik yaitu tidak memiliki tulang ekor atau “brutu”, sehingga lebih
mirip burung puyuh dengan penampilan seperti ayam kampung biasa. Peningkatan populasi penduduk,
mobilisasi dan eksploitasi yang terjadi berdampak terhadap kelestarian sumber genetik yang terdapat di alam,
termasuk ayam Tukong, sehingga perlu di lakukan tindak penyelamatan dan pengembangan. Untuk itu
diperlukan karakterisasi dan identifikasi aspek teknis biologis serta potensi pengembangannya di masa depan.
Metode survei digunakan untuk menjaring informasi dan dilanjutkan analisis deskriptif untuk mengetahui
karakteristik ayam Tukong. Bentuk tubuh, warna bulu, bentuk telur dan jenis pakan yang dimakan oleh ayam
Tukong tidak berbeda jauh dengan ayam kampung biasa, perbedaan fisik yang utama adalah tidak terdapat
tungging/pangkal ekor atau ”brutu” yang biasanya terdapat di bagian ujung tulang belakang ayam kampung.
Ayam Tukong memiliki bobot badan sedikit lebih ringan dari ayam kampung yaitu antara 1,7 – 2,5 kg untuk
yang jantan dan 1,2 – 1,7 kg untuk yang betina, dengan jumlah telur per periode sejumlah 6-12 butir. Ayam
Tukong sebagai ayam lokal Kalimantan Barat keberadaannya sudah mulai langka. Ayam Tukong yang
berkembang di Kalimantan Barat telah beradaptasi dengan kondisi biofisik Kalimantan Barat yang spesifik
beriklim tropis, dengan suhu udara dan kelembaban udara yang tinggi. Secara fisik ayam Tukong adalah
ayam kampung yang tidak memiliki pangkal ekor. Keunggulan ayam Tukong terhadap ayam kampung adalah
sifat yang lebih jinak, mudah dipelihara, lebih tahan penyakit, komposisi karkas yang lebih baik dan memiliki
cita rasa yang lebih gurih. Potensi genetis ayam Tukong perlu dikembangkan secara sistematis untuk
memunculkan sifat unggulnya dalam pengembangan ayam kampung.
Sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi dan kelembagaan merupakan faktor penggerak dalam pembangunan pertanian. Potensi lahan untuk pengembangan peternakan kambing (ruminansia) di Kalimantan Barat adalah seluas 4.928.306 ha atau sebesar 33,57 % dari luas wilayah. Selain jenis pakan hijauan alam, Propinsi Kalimantan Barat memiliki keunggulan komparatif sumber pakan alami seperti dari hasil samping produk pertanian, perkebunan, perikanan dan industri pengolahan. Hanya 0,018 % potensi lahan per hektar yang telah dimanfaatkan untuk mengembangkan peternakan kambing di Kalimantan Barat.
Dengan aplikasi perbaikan teknologi dapat meningkatkan produktivitas induk sebesar 71 % dan memberikan pertambahan bobot badan harian minimal sebesar 112,5 % dari teknik budidaya yang dilakukan petani. Sinergisme antar sub sistem agribisnis sangat mentukan kecepatan pengembangan ternak kambing di Kalimantan Barat. Besarnya potensi yang dimiliki Kalimantan Barat tidak akan memberi arti tanpa perencanaan, strategi dan aplikasi langkah tindak lanjut pada tingkat operasional.
Kalimantan Barat masih tergolong defisit sapi potong sehingga Kalbar tergolong daerah konsumen sapi potong. Kebutuhan sapi untuk Kalbar masih didatangkan melalui perdagangan antar pulau, sehingga masih sangat besar peluang pasar untuk ternak potong seperti ternak sapi di Kalimantan Barat. Kondisi ini merupakan peluang pengembangan ternak yang diintegrasikan dengan sub sektor perkebunan.
Pakan dasar ternak sapi dari kebun kelapa sawit meliputi pelepah, daun, serat perasan buah dan batang kelapa sawit dapat ditingkatkan nilai gizinya melalui perlakuan pemberian NaOH, fermentasi dan uap. Biomassa setiap ha tanaman kelapa sawit mampu mendukung 1-3 ekor sapi dewasa per tahun. Integrasi ternak dengan Kebun Kelapa Sawit dapat menurunkan biaya produksi, saling menguntungkan (benefit mutualistis), pemroses hasil samping perkebunan, pemberantas gulma, pemanfaatan limbah naungan tanah, tenaga kerja (penghela) dan bertindak sebagai sumber penghasilan bagi petani. Limbah kulit buah kakao dan hijuan dari tanaman pelindung (gamal dan lamtoro) dimanfaatkan petani sebagai sumber pakan dalam usaha ternak kambing. Penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan ternak kambing dapat diberikan sampai sebesar 70 % dari total pakan. Pengandangan ternak kambing sangat dianjurkan dengan pertimbangan faktor keamanan, memudahkan pengontrolan reproduksi, mencegah terjadinya kembung perut (bloat), memudahkan rekording ternak dan memudahkan penanganan kotoran ternak sebagai pupuk organik. Pengembangan model integrasi tanaman kebun dan ternak memberikan tambahan pendapatan yang berarti bagi petani.
Potensi biji jagung terinfeksi jamur Aspergillus flavus sangat tinggi sehingga perlu penanganan pasca panen yang tepat. Potensi kerusakan jagung akibat aflatoksin di Kalimantan Barat cukup tinggi akibat iklim tropis yang basah dengan kelembaban yang tinggi. Aflatoksin dapat menyebabkan hepatotoksik (keracunan hati), karsinogenik (penyebab kanker), menghambat pertumbuhan, merusak sistem kekebalan tubuh, penurunan berat badan, pertumbuhan sel-sel darah merah, kandungan kalsium (Ca), magnesium (Mg) di dalam plasma darah, penurunan kadar protein dan albumin dalam darah.
Teknik pengendalian aflatoksin meliputi pengendalian lingkungan tempat tumbuh jamur dan pemilihan bahan baku biji jagung yang baik. Petani jagung di Kalimantan Barat perlu mendapatkan pengetahuan yang memadai tentang teknis penanganan pra dan pasca panen jagung. Pemerintah perlu melakukan langkah teknis dan strategis yang dilaksanakan secara terpadu untuk mengendalikan tingkat kerusakan biji jagung akibat aflatoksin.
Rekomendasi jenis rumput dan legum yang sesuai berdasarkan hasil analisis Hijauan Tropis terdapat 29 jenis rumput dan 27 jenis legum yang sesuai untuk dikembangkan di Desa Sinar Tebudak, Kecamatan Tujuh Belas Kabupaten Bengkayang.