Indonesian Gracilaria production is high, but the quality is low. This research, a case study car... more Indonesian Gracilaria production is high, but the quality is low. This research, a case study carried out in 2018, aimed to identify problems and formulate relevant solutions. Cases where seaweed industry managed to maintain the product quality were used as a benchmark for the less performing cases. The former cases were represented by Luwu and Makassar (South Sulawesi) while the latter were represented by Serang & Brebes (Java). Parameters, consisting of seaweed quality, handling, and distribution, were collected through surveys and literature reviews. Data were analysed descriptively to build a sketch of the problem structure and remedial options, which were then brought to a focus group discussion for feedbacks. Main findings: (i) quality of dried Gracilaria from Java ranged between grade 3 and grade 4 (4 representing the lowest grade), while Sulawesi products were graded 1 to 3, (ii) apart from natural determinants, there is an institutional arrangement where Java seaweed indust...
IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 2022
One of the critical steps in nori processing is drying. Nori, a special product from seaweed, req... more One of the critical steps in nori processing is drying. Nori, a special product from seaweed, requires a special design of a dryer to facilitate an efficient drying room and condition. Ordinary mechanical dryers are not suitable for drying nori and are considerably expensive as well, so that a simple model of the solar dryer was required. This dryer uses renewable energy resource in the form of solar energy which is abundantly available and sound environmentally. The study aimed to test the drying performance of the designed dryer correlated with the quality of the nori produced, especially it’s colour. Performance test was conducted in two days from 8.30 to 16.00 WIT each day with main drying parameters temperature and humidity. The observation was conducted every 30 mins. The quality parameters for nori produced were emphasized on colour and sensory evaluation. It was concluded that the drying conditions performed by the dryer were suitable for drying nori producing nori with acce...
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas biodiesel hasil transesterifikasi minyak ikan ... more Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas biodiesel hasil transesterifikasi minyak ikan lemuru yang diperoleh dari hasil samping industri pengalengan dan penepungan ikan. Pembuatan biodiesel dilakukan secara kalatilitik melalui tahapan esterifikasi, transesterifikasi, pencucian biodiesel dan pemanasan. Transesterifikasi dilakukan menggunakan metanol dengan perbandingan molar minyak ikan dengan metanol sebesar 1:3, 1:4 dan 1:5. Pengujian biodiesel menggunakan standard SNI 04-7182-2006. Hasil pengujian menunjukkan bahwa densitas biodiesel pada suhu 40oC dan titik nyala pada berbagai perlakuan menghasilkan nilai yang sama yaitu 0,87 g/ml, dan 166 0C. Kandungan air dan sedimen juga menunjukkan nilai yang sama yaitu <0,05 % v/v pada berbagai perlakuan. Bilangan saponifikasi pada perbandingan molar minyak dengan metanol 1:3, 1:4 dan 1:5 masing-masing sebesar 182,16; 182,16 dan 181,16 mg KOH/g, kandungan gliserol bebas masing-masing sebesar 0,0037; 0,0051 dan 0,0031% w/w, sedan...
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2014
Percobaan pemanfaatan limbah padat ekstraksi alginat dengan tepung silase ikan (tepsil) menjadi b... more Percobaan pemanfaatan limbah padat ekstraksi alginat dengan tepung silase ikan (tepsil) menjadi bahan pupuk organik telah dilakukan. Perlakuan yang diberikan adalah rasio antara tepung limbah ekstraksi alginat : tepsil = 1:1; 2:1 dan 3:1. Sebagai pengikat antara tepung limbah ekstraksi dengan tepsil digunakan pasta Sargassum. Perlakuan rasio limbah padat ekstrasi alginat dengan tepsil mempengaruhi komposisi unsur hara makro dan mikro serta kadar hormon pemacu pertumbuhan dalam bahan pupuk. Ditinjau dari unsur hara makro maka perlakuan yang terbaik ditemukan pada perlakuan P 11 yakni satu bagian limbah alginat dan satu bagian tepsil dengan komposisi P 34,56 mg/100g, N 3,01%, K 1,2 mg/100g, Ca 48,23 mg/100g, C organik 21,31mg/ 100g, Mg 1,41 mg/100 g, kemampuan daya serap air 587,93% dengan unsur mikro Fe 217,01 ppm, Zn 8 ppm, Cu 0,02 ppm dan nilai hormon pertumbuhan giberelin 82,36 ppm, auksin 67,65 ppm, sitokinin-zeatin 36,86 ppm dan sitokinin-kinetin 28,71 ppm. Bahan pupuk yang dihasilkan dapat diproses lebih lanjut menjadi pupuk organik untuk kebutuhan pertanian setelah ditambah dengan unsur hara mikro dan makro dari bahan organik yang lain. KATA KUNCI: limbah padat alginat, tepung silase, unsur hara makro dan mikro, hormon pemacu pertumbuhan ABSTRACT Experiment on the use of solid waste of alginate extraction and fish silage powder into a primary organic fertilizer was carried out. Ratio between solid waste of alginate extraction and fish silage powder were: 1:1; 2:1 and 3:1 respectively, while Sargassum pulp was used as a binder in the production of primary fertilizer. The ratio of silage powder and solid waste of alginate extraction affected the macro and micro nutrients as well as the growth hormone content of each treatment. Based on the macro nutrients content, P 11 treatment with a ratio of solid waste of alginate and silage powder 1 : 1 was the best shown by the content of P (34.56 mg/100g), N (3.01%), K (1.2 mg/ 100g), Ca (48.23 mg/100g), C organik (21.31mg/100g), Mg (1.41 mg/100 g), ability to absorp water (587.93%) and the content of micro nutrients Fe (217,01 ppm), Zn (8 ppm), Cu (0,02 ppm) and growth stimulating hormone giberellin (82.36 ppm), auxin (67.65 ppm), citokynin-zeatin (36.86 ppm) dan citokynin-kinetin (28.71 ppm). The primary fertilizer could be processed into organic fertilizer for agriculture purpose after addition with micro and macro nutrient originated from other organic materials.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2014
Rumput laut coklat Sargassum duplicatum selain banyak digunakan untuk industri makananminuman, ko... more Rumput laut coklat Sargassum duplicatum selain banyak digunakan untuk industri makananminuman, kosmetik, dan farmasi juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produksi bioetanol karena kandungan selulosanya tinggi dan ligninnya rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi optimum hidrolisis enzimatis untuk produksi bioetanol dari rumput laut coklat S. duplicatum dengan menggunakan kapang Trichoderma viride dan kondisi optimum untuk fermentasi menggunakan khamir Pichia angophorae sehingga diperoleh rendemen etanol yang tinggi. Metode yang digunakan terdiri dari beberapa tahap yaitu karakterisasi S. duplicatum, hidrolisis enzimatis dengan menggunakan T. viride, dan fermentasi dengan P. angophorae. Etanol kasar (crude) yang dihasilkan berdasarkan waktu optimum dari hidrolisis enzimatis dan fermentasi kemudian didistilasi untuk meningkatkan kadar etanolnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu optimum untuk hidrolisis enzimatis adalah selama 4 hari pada suhu 28 o C dan pH 5,77 dengan aktivitas enzim CMCase 3,48 IU/ml yang menghasilkan gula total 3,01 g/L dan gula pereduksi total 4,26 mg/L. Sedangkan waktu optimum untuk fermentasi adalah selama 3 hari pada suhu 29 o C dan pH 4,17 dengan tingkat pertumbuhan (OD 600) P. angophorae 0,48; oksigen terlarut 13,4%; konsentrasi CO 2 440,33 mg/L yang menghasilkan kadar etanol kasar 0,04 g/L. Proses distilasi dapat meningkatkan kadar etanol menjadi 10,50 g/ L.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2008
Karakterisasi dan studi kinetika enzim kitinase dari isolat T5a1 asal terasi telah dilakukan. Kar... more Karakterisasi dan studi kinetika enzim kitinase dari isolat T5a1 asal terasi telah dilakukan. Karakterisasi ini mencakup penentuan suhu dan pH optimum, kestabilan enzim pada suhu optimumnya, dan pengaruh adanya ion logam terhadap aktivitas enzim. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa enzim kitinase T5a1 mempunyai suhu dan pH optimum masing-masing adalah 40 o C dan 6,0. Enzim ini masih tetap stabil sampai dengan 160 menit inkubasi pada suhu 40 o C. Kation Fe 3+ dan Ca 2+ dapat meningkatkan aktivitas enzim kitinase, sedangkan kation monovalin Mn 2+ , Mg 2+ , Cu 2+ , Co 2+ , Zn 2+ , Ba 2+ NH 4 + , K + , dan Na + dengan konsentrasi akhir 1,0 mM dapat menurunkan aktvitas enzim kitinase dari isolat T5a1. Nilai V maks dan K m enzim kitinase T5a1 ini masing-masing adalah sebesar 0,0048 U/mL dan 1,037 mg/mL.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2013
Rancang bangun mesin pemisah daging ikan (fish bone separator) berdaya listrik rendah telah dikem... more Rancang bangun mesin pemisah daging ikan (fish bone separator) berdaya listrik rendah telah dikembangkan untuk mendapatkan mesin yang aplikatif untuk pengolahan ikan skala kecilmenengah. Mesin didesain lebih sederhana serta dibuat dengan ukuran yang lebih kecil dari produk komersial sejenis dan digerakkan dengan motor bertenaga maksimum 1 HP. Mesin dirancang berdasarkan mekanisme kerja silinder berpori yang berputar. Sabuk penekan yang menghimpit ikan pada permukaan silinder mengelilingi sekitar setengah perimeter silinder berpori, sedangkan setengah permukaan lainnya berfungsi untuk pemasukan bahan (ikan) dan scrapping permukaan silinder. Kecepatan antara sabuk penekan dan permukaan silinder sedikit berbeda untuk menghasilkan gesekan pada proses pemisahan. Profil mesin, prinsip kerj a, serta perbandingan performansinya dengan mesin komersial sejenis dipaparkan secara deskriptif dalam tulisan ini. Hasil uji performansi mesin pemisah daging ikan dengan menggunakan ikan kuniran (Upenephelus sulphureus) menunjukkan bahwa kapasitas dan kecepatan kerja mesin yang lebih rendah dibandingkan mesin komersial, mampu menghasilkan rendemen dan mutu daging lumat yang lebih baik. KATA KUNCI: mesin pemisah daging ikan, rancang bangun, ujicoba, pengolah ikan skala kecil-menengah
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2013
Percobaan pengeringan ikan petek Leiognathus sp. telah dilakukan menggunakan alat pengering mekan... more Percobaan pengeringan ikan petek Leiognathus sp. telah dilakukan menggunakan alat pengering mekanis tipe vertikal dengan dimensi 60 cm x 60 cm x 270 cm yang dilengkapi penarik udara dari dalam ruang pengering dengan daya 150 watt (2.800 rpm). Dinding alat pengering terbuat dari lembaran akrilik dengan ketebalan 40 mm. Alat pengering ini menggunakan bahan bakar LPG. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja alat pengering dan untuk mengetahui laju kecepatan penurunan bobot ikan. Ikan petek sebelum dikeringkan telah direndam dalam larutan garam 3% selama 60 menit kemudian disusun di atas rak dengan kapasitas 1,74 kg/rak. Selanjutnya rak dimasukkan ke dalam ruang pengering. Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali dan setiap ulangan menggunakan ikan petek sebanyak 10,44 kg. Lama pengeringan 720 menit yang menghabiskan LPG sebanyak 3,465 kg atau setara dengan 53,9 kkal/menit. Selama proses pengeringan diamati penurunan bobot ikan dan kadar air, serta kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban yang diamati setiap 30 menit. Hasil percobaan menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban di dalam ruang pengeringan berkisar antara 26,03-55,86°C dan 22,3-78,05%. Jumlah bobot ikan yang hilang selama 720 menit proses pengeringan sebanyak 52%. Kecenderungan penurunan bobot ikan diperoleh persamaan garis logaritma y =-0,2 ln (x) + 1.006 dengan nilai r 2 = 0,999. Kadar air diperoleh sebesar 47,94% dan nilai a w 0,483.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2014
Uji coba peti ikan segar berpendingin untuk pedagang ikan keliling telah dilakukan. Percobaan dia... more Uji coba peti ikan segar berpendingin untuk pedagang ikan keliling telah dilakukan. Percobaan diawali dengan pengamatan suhu ruang peti ikan dalam kondisi kosong (tanpa ikan) yang dilakukan tiap 10 menit selama 2 jam. Percobaan berikutnya dilakukan dengan cara pengamatan terhadap proses penjualan ikan menggunakan peti berpendingin oleh pedagang keliling selama 3 hingga 4 jam. Suhu ikan diukur tiap 10 menit, sedangkan mutu kesegaran ikan diamati pada awal dan akhir percobaan. Hasil uji coba peti dalam kondisi kosong menunjukkan bahwa suhu dapat mencapai 11,1-15,5 °C. Setelah diisi 30 kg ikan yang telah didinginkan hingga 0-1 °C dan dilakukan praktek penjualan ikan eceran selama 3-3,8 jam, suhu ikan mencapai sekitar 3 °C dengan nilai mutu organoleptik dan jumlah bakteri yang hampir tidak berubah. Dapat dikatakan bahwa peti ikan berpendingin mampu mempertahankan suhu dan mutu kesegaran ikan selama proses penjualan ikan eceran oleh pedagang ikan keliling.
Squalen Bulletin of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology, 2010
Biofuel is one of alternative fossil fuel, in which the raw materials come from biological resour... more Biofuel is one of alternative fossil fuel, in which the raw materials come from biological resources.One of the raw materials for biofuel production is microalgae. Microalgae grows rapidly, does notcompete with food for humans, and needs small areas to cultivate. Utilization of microalgae forbiofuel research nowadays is focusing on biodiesel production, but actually microalgae can beused to produce other biofuels such as bioethanol. The carbohydrate content of the microalgaecan be converted into glucose and fermented into alcohol. Carbohydrate content of the microalgaeis about 5.0–67.9%, which could produce bioethanol up to 38%. A harmony between bioethanoland biodiesel production from microalgae is needed for the optimum utilization of microalgae.Bioethanol production from microalgae can be done using de-oiled microalgae.
SQUALEN, Bulletin of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology, 2014
An experiment to determine the optimum condition of fish protein hydrolysate (FPH) processing has... more An experiment to determine the optimum condition of fish protein hydrolysate (FPH) processing has been conducted to produce FPH with high protein content. The raw material was catfish (Pangasius sp.) waste from catfish fillet production. Fat content, sensory (color, odor and flavor), total number of bacteria (TPC) and E. coli were analyzed as supporting parameters. The experiment was initiated with preliminary experiment to determine the optimum temperature (temp variation: 50oC, 55oC, 60oC, and 65oC) and concentration of commercial papain enzyme (conc variation: 4%, 6%, and 8%) in FPH hydrolysis, while the main experiment was to determine the optimum time of hydrolysis (time variation: 6, 12, 24, 36, and 48 hours), and pH (pH variation: 5 and 7). Results showed that the optimum temperature in preliminary experiment was 60oC and optimum concentration of enzyme was 4%, whereas the main experiment resulted the optimum hydrolysis time of 48 hours and optimum pH of 5. This condition pro...
Squalen Bulletin of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology, 2010
Recenty fossil fuel consumption gradually increases, resulting in decreases of its naturalresourc... more Recenty fossil fuel consumption gradually increases, resulting in decreases of its naturalresource and causing environmental problems such as air pollution and global warming.Attempts to overcome the problems have been made to create on alternative energy such asbiodiesel from jatropha, microalgae and fish oil. Biodiesel production, as matter of fact, can beconducted using industrial wastes of fish meal, fish fillets and fish canning by transesterification offish oil using methanol and alkaline catalyst. Transesterification reaction kinetics must beconsidered for an efficient process. Transesterification rate constant very much depends on thetemperature and the quantity of the catalyst
Jurnal Pascapanen Dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan, Jun 10, 2008
ABSTRAK Limbah padat dari industri pengolahan rumput laut hingga saat ini belum termanfaatkan dan... more ABSTRAK Limbah padat dari industri pengolahan rumput laut hingga saat ini belum termanfaatkan dan pembuangan akhirnya menjadi masalah bagi perusahaan. Salah satu alternatif untuk memanfaatkannya adalah dengan memproses limbah padat tersebut menjadi papan partikel. Pada penelitian ini limbah padat dari industri pengolahan rumput laut Gracilaria sp. dicampur dengan bahan pengikat polietilen (PE) pada suhu ruang dengan perbandingan bobot 1:1, kemudian dihomogenkan. Pembuatan papan partikel dilakukan dengan teknik pengempaan panas dengan cetakan 30 x 30 x 2,5 cm3. Pengempaan dilakukan pada tekanan 10 kg/cm2, suhu 150°C, dengan variasi lama pengempaan 3, 5, dan 7 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan partikel yang dibuat dari bahan limbah padat pengolahan rumput laut Gracilaria sp. dengan bahan pengikat PE memiliki sifat mekanis dengan kekuatan rendah sampai dengan sedang dengan nilai keteguhan patah (MOR) 58,88–96,78 kg/cm2 dan keteguhan lentur (MOE) 2.425–6.326 kg/cm2. Sifat fisik penyerapan air papan partikel yang dihasilkan sangat baik yaitu kurang dari 12%, dengan daya serap air, pengembangan tebal, dan pengembangan linear masing-masing 2,43–3,92%, 0,00–1,17%, dan 0,09–1,37%. Nilai keteguhan rekat mencapai 6,41–7,39 kg/cm2, dan uji rayap 1,55–6,79%. Secara keseluruhan, papan partikel terbaik dihasilkan dari perlakuan pengempaan panas selama 3 menit.
Jurnal Pascapanen Dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan, Jun 13, 2013
Rumput laut telah lama digunakan sebagai bahan pupuk organik karena kaya akan kandungan hormon pe... more Rumput laut telah lama digunakan sebagai bahan pupuk organik karena kaya akan kandungan hormon pemacu tumbuh (HPT) dan unsur hara lainnya yang dibutuhkan tanaman. Pada penelitian ini, diidentifikasi senyawa HPT yang terkandung dalam ekstrak cairan (sap) rumput laut Eucheuma cottonii menggunakan HPLC, selanjutnya dibandingkan dengan kandungan HPT pada pupuk rumput laut komersial (berdasarkan data sekunder hasil studi literatur). Hasil analisis menunjukkan bahwa sap E. cottonii mengandung giberelin yang terdiri dari gibberellic acid GA3 dan GA7 sebesar 128 dan 110 ppm, sitokinin yang terdiri dari zeatin dan kinetin sebesar 117 dan 73 ppm, dan auksin berupa Indole Acetic Acid (IAA) sebesar 160 ppm. Kandungan HPT sap E. cottonii ini lebih tinggi dibandingkan dengan HPT beberapa produk pupuk organik berbahan dasar rumput laut komersial. Hal ini menunjukkan bahwa E. cottonii memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan pemacu pertumbuhan tanaman dalam pembuatan pupuk organik. Namun demikian, hasil pemanfaatan sisa padatan (ampas) rumput laut yang telah di ambil sapnya menjadi Alkali Treated Cottonii (ATC) menunjukkan hasil kualitas yang lebih rendah.
Indonesian Gracilaria production is high, but the quality is low. This research, a case study car... more Indonesian Gracilaria production is high, but the quality is low. This research, a case study carried out in 2018, aimed to identify problems and formulate relevant solutions. Cases where seaweed industry managed to maintain the product quality were used as a benchmark for the less performing cases. The former cases were represented by Luwu and Makassar (South Sulawesi) while the latter were represented by Serang & Brebes (Java). Parameters, consisting of seaweed quality, handling, and distribution, were collected through surveys and literature reviews. Data were analysed descriptively to build a sketch of the problem structure and remedial options, which were then brought to a focus group discussion for feedbacks. Main findings: (i) quality of dried Gracilaria from Java ranged between grade 3 and grade 4 (4 representing the lowest grade), while Sulawesi products were graded 1 to 3, (ii) apart from natural determinants, there is an institutional arrangement where Java seaweed indust...
IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 2022
One of the critical steps in nori processing is drying. Nori, a special product from seaweed, req... more One of the critical steps in nori processing is drying. Nori, a special product from seaweed, requires a special design of a dryer to facilitate an efficient drying room and condition. Ordinary mechanical dryers are not suitable for drying nori and are considerably expensive as well, so that a simple model of the solar dryer was required. This dryer uses renewable energy resource in the form of solar energy which is abundantly available and sound environmentally. The study aimed to test the drying performance of the designed dryer correlated with the quality of the nori produced, especially it’s colour. Performance test was conducted in two days from 8.30 to 16.00 WIT each day with main drying parameters temperature and humidity. The observation was conducted every 30 mins. The quality parameters for nori produced were emphasized on colour and sensory evaluation. It was concluded that the drying conditions performed by the dryer were suitable for drying nori producing nori with acce...
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas biodiesel hasil transesterifikasi minyak ikan ... more Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas biodiesel hasil transesterifikasi minyak ikan lemuru yang diperoleh dari hasil samping industri pengalengan dan penepungan ikan. Pembuatan biodiesel dilakukan secara kalatilitik melalui tahapan esterifikasi, transesterifikasi, pencucian biodiesel dan pemanasan. Transesterifikasi dilakukan menggunakan metanol dengan perbandingan molar minyak ikan dengan metanol sebesar 1:3, 1:4 dan 1:5. Pengujian biodiesel menggunakan standard SNI 04-7182-2006. Hasil pengujian menunjukkan bahwa densitas biodiesel pada suhu 40oC dan titik nyala pada berbagai perlakuan menghasilkan nilai yang sama yaitu 0,87 g/ml, dan 166 0C. Kandungan air dan sedimen juga menunjukkan nilai yang sama yaitu <0,05 % v/v pada berbagai perlakuan. Bilangan saponifikasi pada perbandingan molar minyak dengan metanol 1:3, 1:4 dan 1:5 masing-masing sebesar 182,16; 182,16 dan 181,16 mg KOH/g, kandungan gliserol bebas masing-masing sebesar 0,0037; 0,0051 dan 0,0031% w/w, sedan...
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2014
Percobaan pemanfaatan limbah padat ekstraksi alginat dengan tepung silase ikan (tepsil) menjadi b... more Percobaan pemanfaatan limbah padat ekstraksi alginat dengan tepung silase ikan (tepsil) menjadi bahan pupuk organik telah dilakukan. Perlakuan yang diberikan adalah rasio antara tepung limbah ekstraksi alginat : tepsil = 1:1; 2:1 dan 3:1. Sebagai pengikat antara tepung limbah ekstraksi dengan tepsil digunakan pasta Sargassum. Perlakuan rasio limbah padat ekstrasi alginat dengan tepsil mempengaruhi komposisi unsur hara makro dan mikro serta kadar hormon pemacu pertumbuhan dalam bahan pupuk. Ditinjau dari unsur hara makro maka perlakuan yang terbaik ditemukan pada perlakuan P 11 yakni satu bagian limbah alginat dan satu bagian tepsil dengan komposisi P 34,56 mg/100g, N 3,01%, K 1,2 mg/100g, Ca 48,23 mg/100g, C organik 21,31mg/ 100g, Mg 1,41 mg/100 g, kemampuan daya serap air 587,93% dengan unsur mikro Fe 217,01 ppm, Zn 8 ppm, Cu 0,02 ppm dan nilai hormon pertumbuhan giberelin 82,36 ppm, auksin 67,65 ppm, sitokinin-zeatin 36,86 ppm dan sitokinin-kinetin 28,71 ppm. Bahan pupuk yang dihasilkan dapat diproses lebih lanjut menjadi pupuk organik untuk kebutuhan pertanian setelah ditambah dengan unsur hara mikro dan makro dari bahan organik yang lain. KATA KUNCI: limbah padat alginat, tepung silase, unsur hara makro dan mikro, hormon pemacu pertumbuhan ABSTRACT Experiment on the use of solid waste of alginate extraction and fish silage powder into a primary organic fertilizer was carried out. Ratio between solid waste of alginate extraction and fish silage powder were: 1:1; 2:1 and 3:1 respectively, while Sargassum pulp was used as a binder in the production of primary fertilizer. The ratio of silage powder and solid waste of alginate extraction affected the macro and micro nutrients as well as the growth hormone content of each treatment. Based on the macro nutrients content, P 11 treatment with a ratio of solid waste of alginate and silage powder 1 : 1 was the best shown by the content of P (34.56 mg/100g), N (3.01%), K (1.2 mg/ 100g), Ca (48.23 mg/100g), C organik (21.31mg/100g), Mg (1.41 mg/100 g), ability to absorp water (587.93%) and the content of micro nutrients Fe (217,01 ppm), Zn (8 ppm), Cu (0,02 ppm) and growth stimulating hormone giberellin (82.36 ppm), auxin (67.65 ppm), citokynin-zeatin (36.86 ppm) dan citokynin-kinetin (28.71 ppm). The primary fertilizer could be processed into organic fertilizer for agriculture purpose after addition with micro and macro nutrient originated from other organic materials.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2014
Rumput laut coklat Sargassum duplicatum selain banyak digunakan untuk industri makananminuman, ko... more Rumput laut coklat Sargassum duplicatum selain banyak digunakan untuk industri makananminuman, kosmetik, dan farmasi juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produksi bioetanol karena kandungan selulosanya tinggi dan ligninnya rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi optimum hidrolisis enzimatis untuk produksi bioetanol dari rumput laut coklat S. duplicatum dengan menggunakan kapang Trichoderma viride dan kondisi optimum untuk fermentasi menggunakan khamir Pichia angophorae sehingga diperoleh rendemen etanol yang tinggi. Metode yang digunakan terdiri dari beberapa tahap yaitu karakterisasi S. duplicatum, hidrolisis enzimatis dengan menggunakan T. viride, dan fermentasi dengan P. angophorae. Etanol kasar (crude) yang dihasilkan berdasarkan waktu optimum dari hidrolisis enzimatis dan fermentasi kemudian didistilasi untuk meningkatkan kadar etanolnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu optimum untuk hidrolisis enzimatis adalah selama 4 hari pada suhu 28 o C dan pH 5,77 dengan aktivitas enzim CMCase 3,48 IU/ml yang menghasilkan gula total 3,01 g/L dan gula pereduksi total 4,26 mg/L. Sedangkan waktu optimum untuk fermentasi adalah selama 3 hari pada suhu 29 o C dan pH 4,17 dengan tingkat pertumbuhan (OD 600) P. angophorae 0,48; oksigen terlarut 13,4%; konsentrasi CO 2 440,33 mg/L yang menghasilkan kadar etanol kasar 0,04 g/L. Proses distilasi dapat meningkatkan kadar etanol menjadi 10,50 g/ L.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2008
Karakterisasi dan studi kinetika enzim kitinase dari isolat T5a1 asal terasi telah dilakukan. Kar... more Karakterisasi dan studi kinetika enzim kitinase dari isolat T5a1 asal terasi telah dilakukan. Karakterisasi ini mencakup penentuan suhu dan pH optimum, kestabilan enzim pada suhu optimumnya, dan pengaruh adanya ion logam terhadap aktivitas enzim. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa enzim kitinase T5a1 mempunyai suhu dan pH optimum masing-masing adalah 40 o C dan 6,0. Enzim ini masih tetap stabil sampai dengan 160 menit inkubasi pada suhu 40 o C. Kation Fe 3+ dan Ca 2+ dapat meningkatkan aktivitas enzim kitinase, sedangkan kation monovalin Mn 2+ , Mg 2+ , Cu 2+ , Co 2+ , Zn 2+ , Ba 2+ NH 4 + , K + , dan Na + dengan konsentrasi akhir 1,0 mM dapat menurunkan aktvitas enzim kitinase dari isolat T5a1. Nilai V maks dan K m enzim kitinase T5a1 ini masing-masing adalah sebesar 0,0048 U/mL dan 1,037 mg/mL.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2013
Rancang bangun mesin pemisah daging ikan (fish bone separator) berdaya listrik rendah telah dikem... more Rancang bangun mesin pemisah daging ikan (fish bone separator) berdaya listrik rendah telah dikembangkan untuk mendapatkan mesin yang aplikatif untuk pengolahan ikan skala kecilmenengah. Mesin didesain lebih sederhana serta dibuat dengan ukuran yang lebih kecil dari produk komersial sejenis dan digerakkan dengan motor bertenaga maksimum 1 HP. Mesin dirancang berdasarkan mekanisme kerja silinder berpori yang berputar. Sabuk penekan yang menghimpit ikan pada permukaan silinder mengelilingi sekitar setengah perimeter silinder berpori, sedangkan setengah permukaan lainnya berfungsi untuk pemasukan bahan (ikan) dan scrapping permukaan silinder. Kecepatan antara sabuk penekan dan permukaan silinder sedikit berbeda untuk menghasilkan gesekan pada proses pemisahan. Profil mesin, prinsip kerj a, serta perbandingan performansinya dengan mesin komersial sejenis dipaparkan secara deskriptif dalam tulisan ini. Hasil uji performansi mesin pemisah daging ikan dengan menggunakan ikan kuniran (Upenephelus sulphureus) menunjukkan bahwa kapasitas dan kecepatan kerja mesin yang lebih rendah dibandingkan mesin komersial, mampu menghasilkan rendemen dan mutu daging lumat yang lebih baik. KATA KUNCI: mesin pemisah daging ikan, rancang bangun, ujicoba, pengolah ikan skala kecil-menengah
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2013
Percobaan pengeringan ikan petek Leiognathus sp. telah dilakukan menggunakan alat pengering mekan... more Percobaan pengeringan ikan petek Leiognathus sp. telah dilakukan menggunakan alat pengering mekanis tipe vertikal dengan dimensi 60 cm x 60 cm x 270 cm yang dilengkapi penarik udara dari dalam ruang pengering dengan daya 150 watt (2.800 rpm). Dinding alat pengering terbuat dari lembaran akrilik dengan ketebalan 40 mm. Alat pengering ini menggunakan bahan bakar LPG. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja alat pengering dan untuk mengetahui laju kecepatan penurunan bobot ikan. Ikan petek sebelum dikeringkan telah direndam dalam larutan garam 3% selama 60 menit kemudian disusun di atas rak dengan kapasitas 1,74 kg/rak. Selanjutnya rak dimasukkan ke dalam ruang pengering. Percobaan ini dilakukan sebanyak 3 kali dan setiap ulangan menggunakan ikan petek sebanyak 10,44 kg. Lama pengeringan 720 menit yang menghabiskan LPG sebanyak 3,465 kg atau setara dengan 53,9 kkal/menit. Selama proses pengeringan diamati penurunan bobot ikan dan kadar air, serta kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban yang diamati setiap 30 menit. Hasil percobaan menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban di dalam ruang pengeringan berkisar antara 26,03-55,86°C dan 22,3-78,05%. Jumlah bobot ikan yang hilang selama 720 menit proses pengeringan sebanyak 52%. Kecenderungan penurunan bobot ikan diperoleh persamaan garis logaritma y =-0,2 ln (x) + 1.006 dengan nilai r 2 = 0,999. Kadar air diperoleh sebesar 47,94% dan nilai a w 0,483.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2014
Uji coba peti ikan segar berpendingin untuk pedagang ikan keliling telah dilakukan. Percobaan dia... more Uji coba peti ikan segar berpendingin untuk pedagang ikan keliling telah dilakukan. Percobaan diawali dengan pengamatan suhu ruang peti ikan dalam kondisi kosong (tanpa ikan) yang dilakukan tiap 10 menit selama 2 jam. Percobaan berikutnya dilakukan dengan cara pengamatan terhadap proses penjualan ikan menggunakan peti berpendingin oleh pedagang keliling selama 3 hingga 4 jam. Suhu ikan diukur tiap 10 menit, sedangkan mutu kesegaran ikan diamati pada awal dan akhir percobaan. Hasil uji coba peti dalam kondisi kosong menunjukkan bahwa suhu dapat mencapai 11,1-15,5 °C. Setelah diisi 30 kg ikan yang telah didinginkan hingga 0-1 °C dan dilakukan praktek penjualan ikan eceran selama 3-3,8 jam, suhu ikan mencapai sekitar 3 °C dengan nilai mutu organoleptik dan jumlah bakteri yang hampir tidak berubah. Dapat dikatakan bahwa peti ikan berpendingin mampu mempertahankan suhu dan mutu kesegaran ikan selama proses penjualan ikan eceran oleh pedagang ikan keliling.
Squalen Bulletin of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology, 2010
Biofuel is one of alternative fossil fuel, in which the raw materials come from biological resour... more Biofuel is one of alternative fossil fuel, in which the raw materials come from biological resources.One of the raw materials for biofuel production is microalgae. Microalgae grows rapidly, does notcompete with food for humans, and needs small areas to cultivate. Utilization of microalgae forbiofuel research nowadays is focusing on biodiesel production, but actually microalgae can beused to produce other biofuels such as bioethanol. The carbohydrate content of the microalgaecan be converted into glucose and fermented into alcohol. Carbohydrate content of the microalgaeis about 5.0–67.9%, which could produce bioethanol up to 38%. A harmony between bioethanoland biodiesel production from microalgae is needed for the optimum utilization of microalgae.Bioethanol production from microalgae can be done using de-oiled microalgae.
SQUALEN, Bulletin of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology, 2014
An experiment to determine the optimum condition of fish protein hydrolysate (FPH) processing has... more An experiment to determine the optimum condition of fish protein hydrolysate (FPH) processing has been conducted to produce FPH with high protein content. The raw material was catfish (Pangasius sp.) waste from catfish fillet production. Fat content, sensory (color, odor and flavor), total number of bacteria (TPC) and E. coli were analyzed as supporting parameters. The experiment was initiated with preliminary experiment to determine the optimum temperature (temp variation: 50oC, 55oC, 60oC, and 65oC) and concentration of commercial papain enzyme (conc variation: 4%, 6%, and 8%) in FPH hydrolysis, while the main experiment was to determine the optimum time of hydrolysis (time variation: 6, 12, 24, 36, and 48 hours), and pH (pH variation: 5 and 7). Results showed that the optimum temperature in preliminary experiment was 60oC and optimum concentration of enzyme was 4%, whereas the main experiment resulted the optimum hydrolysis time of 48 hours and optimum pH of 5. This condition pro...
Squalen Bulletin of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology, 2010
Recenty fossil fuel consumption gradually increases, resulting in decreases of its naturalresourc... more Recenty fossil fuel consumption gradually increases, resulting in decreases of its naturalresource and causing environmental problems such as air pollution and global warming.Attempts to overcome the problems have been made to create on alternative energy such asbiodiesel from jatropha, microalgae and fish oil. Biodiesel production, as matter of fact, can beconducted using industrial wastes of fish meal, fish fillets and fish canning by transesterification offish oil using methanol and alkaline catalyst. Transesterification reaction kinetics must beconsidered for an efficient process. Transesterification rate constant very much depends on thetemperature and the quantity of the catalyst
Jurnal Pascapanen Dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan, Jun 10, 2008
ABSTRAK Limbah padat dari industri pengolahan rumput laut hingga saat ini belum termanfaatkan dan... more ABSTRAK Limbah padat dari industri pengolahan rumput laut hingga saat ini belum termanfaatkan dan pembuangan akhirnya menjadi masalah bagi perusahaan. Salah satu alternatif untuk memanfaatkannya adalah dengan memproses limbah padat tersebut menjadi papan partikel. Pada penelitian ini limbah padat dari industri pengolahan rumput laut Gracilaria sp. dicampur dengan bahan pengikat polietilen (PE) pada suhu ruang dengan perbandingan bobot 1:1, kemudian dihomogenkan. Pembuatan papan partikel dilakukan dengan teknik pengempaan panas dengan cetakan 30 x 30 x 2,5 cm3. Pengempaan dilakukan pada tekanan 10 kg/cm2, suhu 150°C, dengan variasi lama pengempaan 3, 5, dan 7 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan partikel yang dibuat dari bahan limbah padat pengolahan rumput laut Gracilaria sp. dengan bahan pengikat PE memiliki sifat mekanis dengan kekuatan rendah sampai dengan sedang dengan nilai keteguhan patah (MOR) 58,88–96,78 kg/cm2 dan keteguhan lentur (MOE) 2.425–6.326 kg/cm2. Sifat fisik penyerapan air papan partikel yang dihasilkan sangat baik yaitu kurang dari 12%, dengan daya serap air, pengembangan tebal, dan pengembangan linear masing-masing 2,43–3,92%, 0,00–1,17%, dan 0,09–1,37%. Nilai keteguhan rekat mencapai 6,41–7,39 kg/cm2, dan uji rayap 1,55–6,79%. Secara keseluruhan, papan partikel terbaik dihasilkan dari perlakuan pengempaan panas selama 3 menit.
Jurnal Pascapanen Dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan, Jun 13, 2013
Rumput laut telah lama digunakan sebagai bahan pupuk organik karena kaya akan kandungan hormon pe... more Rumput laut telah lama digunakan sebagai bahan pupuk organik karena kaya akan kandungan hormon pemacu tumbuh (HPT) dan unsur hara lainnya yang dibutuhkan tanaman. Pada penelitian ini, diidentifikasi senyawa HPT yang terkandung dalam ekstrak cairan (sap) rumput laut Eucheuma cottonii menggunakan HPLC, selanjutnya dibandingkan dengan kandungan HPT pada pupuk rumput laut komersial (berdasarkan data sekunder hasil studi literatur). Hasil analisis menunjukkan bahwa sap E. cottonii mengandung giberelin yang terdiri dari gibberellic acid GA3 dan GA7 sebesar 128 dan 110 ppm, sitokinin yang terdiri dari zeatin dan kinetin sebesar 117 dan 73 ppm, dan auksin berupa Indole Acetic Acid (IAA) sebesar 160 ppm. Kandungan HPT sap E. cottonii ini lebih tinggi dibandingkan dengan HPT beberapa produk pupuk organik berbahan dasar rumput laut komersial. Hal ini menunjukkan bahwa E. cottonii memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi bahan pemacu pertumbuhan tanaman dalam pembuatan pupuk organik. Namun demikian, hasil pemanfaatan sisa padatan (ampas) rumput laut yang telah di ambil sapnya menjadi Alkali Treated Cottonii (ATC) menunjukkan hasil kualitas yang lebih rendah.
Uploads
Papers by Bagus Utomo