
DINNUR AIGA
Mahasiswa geogerafi di Universitas Lambung Mangkurat.
Supervisors: Geografi
Supervisors: Geografi
less
Related Authors
Cassio M. Turra
UFMG - The Federal University of Minas Gerais
Derek H Alderman
University of Tennessee Knoxville
Ian G Baird
University of Wisconsin-Madison
Jason Miklian
University of Oslo
John Agnew
University of California, Los Angeles
Dr. Javier Bragado Echevarría
Universidad de Granada
Ricardo Dagnino
Universidade Federal do Rio Grande do Sul
Wendy Lynne Lee
Bloomsburg University of Pennsylvania
Jana Javornik
University of East London
Gwen Robbins Schug
University of North Carolina at Greensboro
Uploads
Papers by DINNUR AIGA
kata kunci : Penduduk, ilmu, demografi, indonesia, Kependudukan,SDGs,Bangka Belitung
Menurut Hawthorn dalam Hamdi Demografi adalah studi tentang interaksi tingkat perkembangan dari 3 komponen dan studi tentang dampak dari perubahan komposisi dan perkembangan dari penduduk. Demografi merupakan ilmu yang mempelajari persoalan mengenai ukuran, struktur, distribusi penduduk, serta perubahan penduduk setiap waktu yang disebabkan oleh 3K. Dalam ilmu demografi struktur penduduk meliput jumlah, persebaran dan komposisi penduduk, yang disebabkan oleh komponen kependudukan. Perubahan struktur kependudukan merupakan perubahan jumlah dan komposisi penduduk suatau wilayah, perubahan struktur ini memberikan pengaruh sosial, ekonomi dan politik.
Dinamika penduduk merupakan fenomena dimana berubahnya skala kependudukan per periodenya. Dinamika penduduk dipengaruhi oleh 3K . Dalam dinamika kependudukan pertambahan jumlah penduduk disebabkan oleh kelahiran , beberapa hal yang mendukung tingginya jumlah kelahiran dalam wilayah Indonesia disebabkan karena pernikahan usia muda, semakin tinggi pernikahan usia muda semakin besar angka harapan untuk melahirkan.
Kata kunci : geografi penduduk, demografi, dinamika penduduk
Kalimantan Selatan merupakan provinsi yang terkenal dengan julukan “Seribu satu sungai”, Suku yang mendominasi di Kalimantan Selatan merupakan suku Banjar. Suku Banjar atau biasa disebut dengan urang Banjar merupakan suku yang menempati wilayah Kalimantan Selatan yang juga menyebar sebagian ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Suku Banjar juga termasuk salah satu suku terbesar di Indonesia. Oleh karena itu ada banyak kesenian, ritual, serta permainan khas urang Banjar yang di adaptasikan dari lingkungan lahan basah yang mana merupakan tempat suku Banjar ini bermukim. Kebudayaan urang Banjar memiliki krakteristik yang identik dengan nilai-nilai tauhid dan emosional yang berkaitan dengan moral sosial dikehidupan budaya Banjar. Kebudayaan urang banjar yang memiliki nilai-nilai moral ini juga merupakan hasil dari campur tangan lingkungan tempat masyarakat Banjar tumbuh.
Dalam pradigma sosial lingkungan lahan basah terdapat 11 studi utama untuk meninjau bagaimana lingkungan lahan basa dapat mempengaruhi nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat yang tinggal disekitarnya. Poin-poin tersebut yaitu
1. Studi fakta sosial
2.Studi perilaku lingkungan dan sosial
3.Studi ekonomi
4.Studi hukum
5.Studi budaya dan kearifan local
6.Studi sejarah
7.Dimensi komunikasi
8.Dimensi pemerintahan, administrasi
9.Studi dimensi budaya dan arsitektur
10.Dimensi kajian perempuan
11.Dimensi kesehatan dan nutrisi
Ke-11 poin ini lah yang akan diibahas dalam penulisan ilmiah ini. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apa saja dan bagaimana pengaruh dari lingkungan lahan basah terhadap masyarakat sekitar, serta untuk mengetahui implementasi dari nilai-nilai budaya yang terdapat di suku Banjar sebagi hasil dari campur tangan lingkungan lahan basah. Sumber data yang diperoleh dari penulisan ini berasal dari pengamatan pribadi penulis serta jurnal-jurnal dari penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Tahapan penelitian terdiri atas proses pembuatan adsorben, proses aktivasi, dan proses adsorpsi. Proses pembuatan ADSAKA dimulai dari pencucian ampas kayu, penyaringan, pengarbonisasian dengan furnace, pengayakan dan penimbangan. Proses aktivasi dilakukan menggunakan ampas kayu seberat 5 gram dengan aktivator NaCl selama 24 jam. Proses adsorpsi menggunakan tiga sampel limbah dengan menambahkan 5 gram ADSAKA ukuran (20;40;60) mesh selama 2 jam.
ADSAKA ukuran 20 mesh menunjukkan hasil terbaik dalam menurunkan kadar TSS dari limbah sasirangan menjadi 49 mg/l dan ADSAKA ukuran 40 mesh menunjukkan hasil terbaik dalam menurunkan nilai pH dari limbah sasirangan menjadi pH 6,0 serta pH 8,0 pada ukuran 20 dan 60 mesh. `
Kata Kunci : Limbah Sasirangan, TSS, pH, ADSAKA
Serbuk gergaji kayu ulin (serkalin) merupakan limbah industri dari pengrajin kayu ulin yang selama ini jarang dimanfaatkan. Pemanfaatan serkalin sebagai pewarna kain sasirangan mampu menjadi sebuah inovasi dibidang industri.berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kayu ulin dapat digunakan sebagai bahan pewarna tekstil, warna yang dihasilkan adalah warna coklat. (Nintasari dan Mustika,2016). Daun pohon ketapang (dakepang) merupakan daun dari pohon ketapang yang dapat ditemui dimana-mana.Selama ini pemanfaatan daun ketapang masih terbilang sedikit.oleh karena itu kami memanfaatkan daun ketapang (dakepang) sebagai pewarna alami kain sasirangan.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualintatif. Metode kuantitatif berupa ukuran serta massa yang dipakai dalam pembuatan pewarna alami. Metode kualintatif merupakan perbandingan kualitas pewarna tekstil alami dengan pewarna tekstil buatan serta perbandingan kain yang diwarnai dengan serkalin dan dakepang menggunakan larutan tawas dan kapur tohor dengan kain yang diwarnai dengan serkalin dan dakepang tanpa tambahan larutan.Variabel yang digunakan yakni variabel bebas dan terikat. Ada empat variabel bebas yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu serkalin, dakepang, tawas dan kapur tohor sedangkan variabel terikat yakni kain semi sutra. Hipotesis dari penelitian ini adalah serkalin dan dakepang berpotensi sebagai pewarna alami kain sasirangan.
Melimpahnya sumber daya alam di Kalimantan Selatan menjadikan provinsi ini sebagai sasaran bagi para pengusaha-pengusaha besar untuk mengambil sumber daya alam tersebut. Para pengusaha tersebut mengambil sumber daya alam yang ada di Kalimantan Selatan dengan cara mengeruk bahan-bahan mentah yang tersimpan di bawah tanah pulau ini, tak luput juga menebang pohon-pohon yang ada hutan-hutan Kalimantan hingga setengah dari hutan pulau ini hilang.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan para pengusaha tersebut menimbulkan banyak dampak negative yang dirasakan masyarakat Kalimantan Selatan, sebagai contoh nyata Kalimantan Selatan mengalami penurunan muka tanah akibat dari proses pertembangan, selain itu akibat dari eksploitasi hutan yang berlebih tanpa adanya reboisasi dan rehabilitas hutan,tanah yang ada di pegunungan meratus tidak dapat menampung air dari curah hujan sehingga menyebabkan banjir dibanyak kota Kalimantan Selatan.
Oleh karena itu, dalam penulisan ilmiah ini akan membahas mengenai faktor penyebab banjir di Kalimantan Selatan dengan menggunakan pendekatan ilmiah yakni pendekatan pola spatial dan ekologi aktivitas manusia terhadap lingkungan.
Metode yang digunakan dalam penulisan ilmiah ini menggunakan metode survey, yakni metode penelitian yang dilakukan dengan non-eksperiment Jenis penelitian ini adalah eksplanatory (menujukan hubungan antar variabel). Tujuan penulisan ini untuk mengidentifikasi adanya autokorelasi spasial dengan ekologi aktivitas manusia terhadap lingkungan.
Banjir yang datang tentulah memberikan efek kerugian pada masyarakat, terutama daerah perkantoran. Kerugian tersebut tidaklah sedikit, kerugian tersebut bisa berupa korban jiwa hingga material. Menurut BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) pada tahun 2016, jumlah jiwa terpapar resiko bencana banjir di Indonesia yang menyebar ke beberapa pulau mencapa angka 170 juta jiwa dan asset melebihi 170 miliar.
Pertambangan Indonesia pertama kali dimulai oleh VOC, hasil tambang seperti timah, emas, dan sebagainya dimanfaatkan untuk keperluan perang, perlayaran, serta industry. Pada masa penjajahan Belanda, peusahaan tambang milik belanda berada dibawah peraturan mijnreglemen 1850 dan mijnwet 1899. Hingga pada masa kepresidenan bapa Soekarno satu-persatu perusahaan tambang asing di Indonesia berhasil dinasionalisasikan. Akan tetapi, semenjak masa transisi orde lama menuju orde baru terjadi keruntuhan ekonomi pada Indonesia sehingga Indonesia mendatangkan para Investor tambang untuk membantu perekonomian Indonesia seperti PT Freeport Indonesia yang ada saat ini. Ditambah lagi, semenjak Indonesia menetapkan peraturan otonomi daerah mengakibatkan pertambangan di Indonesia terus berkembang.
Majunya perusahaan tambang di Indonesia, menjadikan sektor pertambangan sebagai sektor utama dalam pemasukan negara untuk pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Akan tetapi, para perusahaan pertambangan di Indonesia banyak yang melakukan aktivitas pertambangan tanpa diiringi dengan wawasan lingkungan, sehingga menyebabkan banyak dampak negative yang muncul baik pada lingkungan hidup maupun pada warga-warga sekitar tambang yang terganggu hak-haknya akibat aktivitas tersebut. Sebagai contoh dari dampak negative pertambangan, di Kalimantan Selatan dimana sektor pemasukan asili daerah (PAD) berasal dari sektor pertambangan tetapi pertambangan justru mengakibatkan 1,7 ton beras hilang akibat dari oprasi tambang batu bara yang mengeksploitasi tambang di lahan pangan produktif warga Kalimantan Selatan. Beberapa pertambangan di Kalimantan Selatan juga memberikan dampak terhadap penurunan muka air tanah.
Kalimantan Selatan merupakan wilayah dengan cadangan alam yang sangat kaya, sehingga banyak terdapat perusahaan yang membuka lahan tambang di Kalimantan Selatan, akan tetapi terdapat banyak warga/masyarakat Kalimantan Selatan yang hidupnya masih dibawah standar. Hal ini diakibatkan karena beberapa perusahaan tambang yang merugikan warga sekitar berdampak mengurangi pemasukkan seperti petani yang kehilangan lahan akibat limbah tambang batubaranyang dibuang kesungai tanpa pengelolahan, atau banyaknya lahan tambang yang mengurangi lahan pemukiman akibatnya lahan pemukiman menjadi mahal sehingga banyak yang tidak memilik tempat tinggal dan terjadi penelantaran.
Pertambangan batubara merupakan pertambangan yang paling banyak ditemui di Kalimantan Selatan. Kerusakan ekosistem di Kalimantan Selatan sebagian besar diakibatkan dari pembuangan air limbah tambang batubara yang dialirkan menuju sungai sehingga ini berdampak pada para petani yang kehilangan lahannya akibat dari genangan air yang bercampur limbah produksi tambang, ini juga merupakan dampak dari semakin luasnya daerah tambang yang mulai mendekati pemukiman warga. Dampak lain pertambangan yang mulai dirasakan masyarakat Kalimantan Selatan juga diakbatkan oleh polusi udara akibat proses pembakaran bautbara.
Pasar terapung merupakan pasar tradisional yang ada di Kalimantan Selatan, Indonesia. Pasar ini berada di kota Banjarmasin tepatnya di aliran sungai Barito. Aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat di pasar terapung ini dapat dibilang unik karena masyarakat melakukan transaksi ekonomi atau akad jual-beli ditengah-tengah sungai. Transaksi di atas jukung merupakan sebuah tradisi bagi masyarakat Banjar. Sebagian besar yang berjualan dipasar ini adalah perempuan.
Dalam penulisan dengan judul “Pasar Terapung Sebagai Media Aktivitas Ekonomi Masyarakat Banjar Terhadap Lingkungan” ini akan mengkaji mengenai bagaimana masyarakat banjar beraktivitas dalam sektor ekonomi dengan transaksi jual-beli di pasar terapung menggunakan pendekatan ekologi.
Pulau Kalimantan merupakan pulau dengan luas 743.330 km2, dengan lahan basah yang mendominasi yakni lahan basah gambut. Bukti bahwa masyarakat yang bermukim di wilayah lahan basah mengalami adaptasi dengan lingkungannya yakni jenis -jenis rumah adat suku-suku di Kalimantan dibuat dengan tinggi. Menurut dari data INCS provinsi Kalimantan Selatan memiliki luas wilayah 3,9 juta hektar dengan 1,8 juta hektar hutan dan 0,1 hektar merupakan lahan gambut. Kalimantan Selatan merupakan provinsi yang terkenal dengan julukan “Seribu satu sungai”, Suku yang mendominasi di Kalimantan Selatan merupakan suku Banjar Suku Banjar atau biasa disebut dengan urang Banjar merupakan suku yang menempati wilayah Kalimantan Selatan yang juga menyebar sebagian ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Suku Banjar juga termasuk salah satu suku terbesar di Indonesia. Oleh karena itu ada banyak kesenian, ritual, serta permainan khas urang Banjar yang di adaptasikan dari lingkungan lahan basah yang mana merupakan tempat suku Banjar ini bermukim. Kebudayaan urang Banjar memiliki krakteristik yang identik dengan nilai-nilai tauhid dan emosional yang berkaitan dengan moral sosial dikehidupan budaya Banjar. Kebudayaan urang banjar yang memiliki nilai-nilai moral ini juga merupakan hasil dari campur tangan lingkungan tempat masyarakat Banjar tumbuh.
Lahan basah sangat penting keberadaannya bagi suku Banjar, akan tetapi keberadaan lahan basah tersebut hanya dimanfaatkan keberadaannya tanpa dirawat. Sampah-sampah dibuang kesungai dengan seenaknya, sehingga menimbulkan berbagai kerugian seperti munculnya penyaki, pencemaran sungai dan sebagainya .
Struktur wilayah perdesaan koridor antarkota telah berubah. McGee (1991) menyebut transformasi ini sebagai kotapraja, yaitu transformasi struktur wilayah pertanian ke struktur non-pertanian. Tentunya proses transformasi di wilayah ini tidak hanya perubahan penduduk pedesaan yang sebenarnya, tetapi juga perubahan sosial ekonomi dan budaya penduduk pedesaan, termasuk struktur produksi, mata pencaharian, dan adat istiadat demografi.
Kawasan koridor merupakan jalur yang menghubungkan dua kota besar. Dalam konsep yang dikemukakan oleh McGee (1997), kawasan di antara dua kota besar di dekat pinggiran kota merupakan kawasan campuran kegiatan pertanian dan non pertanian. Pada saat yang sama, jalan yang menghubungkan kota-kota besar tidak teridentifikasi sebagai kawasan yang secara fisik telah mengembangkan bentuk perkotaan. Oleh karena itu, dalam perkembangan selanjutnya, wilayah-wilayah di sepanjang jalur transportasi telah mengalami transformasi spasial, ekonomi, sosial dan budaya yang berujung pada transformasi wilayah yang besar dari pedesaan ke perkotaan (Yunus, 2008).
Karakteristik terkini dari pembangunan perkotaan di beberapa negara Asia adalah pesatnya pertumbuhan pinggiran kota dan koridor antar kota, hubungan yang erat antara daerah perkotaan dan pedesaan, dan percampuran antara kegiatan perkotaan dan pedesaan (McGee, 1991). Indonesia telah mengalami gejala pertumbuhan perkotaan yang ditandai dengan percepatan industrialisasi (Firman, 1995). Percepatan industrialisasi cenderung terjadi di pinggiran kota dan koridor antar kota kota besar, sehingga menarik investasi dan mobilitas tenaga kerja yang mengarah pada urbanisasi yang terjadi lebih cepat dari kota besar itu sendiri. Globalisasi ekonomi, teknologi dan informasi serta proses urbanisasi global telah mempercepat fenomena ini (Douglass, 1996; Tjahjati, 1996; McGee, 1997).
Menurut KBBI degradasi adalah kemunduran, kemerosotan, dan penurunan. Kemunduran kondisi lingkungan akibat alih fungsi dari dampak aktivitas manusia merupakan pengertian dari degradasi lahan. Aktivitas yang dimaksud disini biasanya cenderung aktivitas yang memberikan dampak negative terhadap lingkungan. Dampak dari degrenasi lahan ini adalah jeleknya kualitas pertanian, turunnya kualitas lingkungan, serta menurunnya ketahanan pangan Indonesia.
Dalam penulisan ilmiah dengan judul “Menganalisi Penyebab Dan Dampak Degradasi Lahan di Indonesia (Menggunakan Analisis Perbandingan Ruang)” akan membahas mengenai penyebab, dampak, serta rehabilitas yang diberikan pemerintah untuk mengatasi degradasi lahan.
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki luas daratan ± 38.140 kilometer persegi, wilayah perairan (laut) ± 110.000 kilometer persegi, dan kepadatan penduduk 53 orang per kilometer persegi. Kondisi di Sulawesi Tenggara biasanya bergunung-gunung, bergelombang dan berbukit. Kondisi geomorfik sebagian besar berupa dataran banjir gambut yang terendam secara permanen dan pegunungan atau pegunungan karst yang tidak rata. Sehingga Sulawesi Tenggara termasuk kedalam daerah potensial rawan bencana. Salah satunya yang terjadi di Kabupaten Kolaka Utara.Hal ini di dukung dengan kejadian banjir yang terjadi pada tahun 2007 hingga sekarang (Ulfa dkk, 2017).
Tren bencana alam dalam kurun waktu tiga puluh tahun terakhir mengalami peningkatan, terutama yang tidak dapat diprediksi. Antara 1980 dan 2010, lebih dari 4 miliar orang terkena dampak peristiwa alam yang ekstrim. Faktor utama penyebab meningkatnya kerugian ekonomi akibat perubahan tata guna lahan dan peningkatan populasi dan konsentrasi modal di daerah berisiko tinggi (misalnya, wilayah pesisir yang terkena tornado, daerah aliran sungai yang terkena banjir, dan daerah perkotaan yang terkena gempa bumi) (Dutta, 2012). Antara tahun 1980 dan 2010, tren banjir meningkat secara signifikan.
Bencana banjir merupakan bencana alam yang sering terjadi dan seringkali menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda. Kerugian akibat banjir dapat berupa kerusakan bangunan, kehilangan barang berharga, dan bahkan hilangnya ketidakmampuan untuk pergi bekerja dan sekolah. Banjir memang tidak bisa dihindari, namun dapat dikendalikan untuk mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkannya (Findayani, 2015).
Bencana banjir di Kabupaten Koraka Utara menimbulkan kerugian besar seperti kelumpuhan ekonomi dan korban jiwa. Oleh karena itu, diperlukan analisis yang lebih spesifik mengenai penyebab dan sebaran banjir di Kabupaten Koraka Utara dan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi banjir. Berdasarkan latar belakang dan pertanyaan tersebut, maka penulis melakukan penelitian yang berjudul `` Identifikasi Kecenderungan Perubahan Daerah Rawan Banjir (Studi Kasus: Kabupaten Coraca Utara) '', dengan tujuan untuk mengetahui penyebab banjir dan memahami perubahan banjir. Tren dan sebaran wilayah rawan banjir di dalam wilayah studi (Ulfa et al. 2017).
Sejak 2013 hingga 2016, terjadi 11 banjir di Kolaka Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab banjir, perubahan tren banjir, dan untuk mengetahui sebaran lahan rawan banjir. Penelitian ini menggabungkan analisis atribut dengan evaluasi dan pembobotan, serta menggabungkan analisis spasial dengan analisis cakupan. Evaluasi dan pembobotan dilakukan dengan menggunakan skor dan parameter faktor yang mempengaruhi. Analisis spasial dilakukan dengan menempatkan peta topik di atas satu sama lain (Ulfa et al., 2017).
Banjarbaru merupakan salah satu kota di provinsi Kalimantan Selatan. Di kenal sebagai kota administratif, Karena terdapat banyak perkantoran dan kantor-kantor pemerintah Kalimantan Selatan. Menurut data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) kota Banjarbaru memiliki penduduk sebanyak 262.719 dengan 5 kecamatan yakni Landasan Ulin, Liang Anggang, Cempaka, Banjarbaru Utara, dan Banjarbaru Selatan. Dengan luas wilayah total 371,38 km2 . Kepadatan penduduk yang terjadi di kota Banjarbaru jelas berpengaruh dengan keberadaan lahan basah di kota Banjarbaru, sebab semakin banyak penduduk pada suatu wilayah maka kebutuhan akan lahan permukiman semakin banyak.
Banyaknya lahan basah di kota Banjarbaru,memiliki banyak manfaat pada kota ini salah satunya adalah kota Banjarbaru menjadi kota yang memiliki potensi besar untuk bergerak dibidang pertanian dan perkebunan berbasis lahan basah. Akan tetapi keberadaan lahan basah dikondisi sebenarnya pada Banjarbaru, belum dimanfaatkan sesuai dengan seharusnya.
Oleh karena itu dalam penelitian “Pengaruh kepadatan penduduk di Banjarbaru, Kalimantan Selatan dengan keberadaan lahan basah” akan dibahas mengenai kesesuaian pemanfaatan lahan basah dengan kepadatan penduduk,serta pengaruh dari kepadatan penduduk terhadap lahan basah di wilayah tersebut. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang didapat dari 1) sumber data BPS Banjarbaru dan 2) Hasil observasi lapang
Meski bekantan sudah ditetapkan sebagai identitas daerah provinsi tingkat I Kalimantan Selatan yang didasarkan pada SK Gubernur No.29 tahun 1990, tetapi sebaran bekantan di seluruh wilayah provinsi belum lengkap di dokumentasikan. Status bekantan (Nasalis larvatus) menjadi hewan yang langka disebabkan oleh factor aktivitas manusia seperti deforestrasi, peralihan lahan, penggundulan hutan, serta pemburuan liar. Madahal bekantan meruapakan kunci dari keseimbangan ekosistem di daerah lahan basah terutama Kalimantan Selatan. Oleh karenanya, pendokumentasian mengenai persebaran bekantan di provinsi Kalimantan Selatan menjadi penting karena untuk mengetahui kondisi, habitat, menginventarisasi lokasi bekantan, menduga populasi, serta mengidentifikasi faktor yang menurunkan populasi.
Dalam penulisan ini, data-data mengenai persebaran Bekantan (Nasalis larvatus) di Kalimantan Selatan berdasar pada data yang diambil dari penelitian [Soendjoto,dkk.2013] Serta penelitian lanjutannya. Adapun wilayah-wilayah yang digunakan untuk mengkaji data persebaran Bekantan di Kalimantan Selatan yakni kabupaten Hulu Sungai Tengah, kabupaten Banjar, dan kabupaten Tanah Bumbu. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisa distribusi atau persebaran bekantan di provinsi Kalimantan Selatan sebagai primate endemic Kalimantan Selatan, di samping untuk menyelesaikan tugas paper mata kuliah pengantar geografi.
kata kunci : Penduduk, ilmu, demografi, indonesia, Kependudukan,SDGs,Bangka Belitung
Menurut Hawthorn dalam Hamdi Demografi adalah studi tentang interaksi tingkat perkembangan dari 3 komponen dan studi tentang dampak dari perubahan komposisi dan perkembangan dari penduduk. Demografi merupakan ilmu yang mempelajari persoalan mengenai ukuran, struktur, distribusi penduduk, serta perubahan penduduk setiap waktu yang disebabkan oleh 3K. Dalam ilmu demografi struktur penduduk meliput jumlah, persebaran dan komposisi penduduk, yang disebabkan oleh komponen kependudukan. Perubahan struktur kependudukan merupakan perubahan jumlah dan komposisi penduduk suatau wilayah, perubahan struktur ini memberikan pengaruh sosial, ekonomi dan politik.
Dinamika penduduk merupakan fenomena dimana berubahnya skala kependudukan per periodenya. Dinamika penduduk dipengaruhi oleh 3K . Dalam dinamika kependudukan pertambahan jumlah penduduk disebabkan oleh kelahiran , beberapa hal yang mendukung tingginya jumlah kelahiran dalam wilayah Indonesia disebabkan karena pernikahan usia muda, semakin tinggi pernikahan usia muda semakin besar angka harapan untuk melahirkan.
Kata kunci : geografi penduduk, demografi, dinamika penduduk
Kalimantan Selatan merupakan provinsi yang terkenal dengan julukan “Seribu satu sungai”, Suku yang mendominasi di Kalimantan Selatan merupakan suku Banjar. Suku Banjar atau biasa disebut dengan urang Banjar merupakan suku yang menempati wilayah Kalimantan Selatan yang juga menyebar sebagian ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Suku Banjar juga termasuk salah satu suku terbesar di Indonesia. Oleh karena itu ada banyak kesenian, ritual, serta permainan khas urang Banjar yang di adaptasikan dari lingkungan lahan basah yang mana merupakan tempat suku Banjar ini bermukim. Kebudayaan urang Banjar memiliki krakteristik yang identik dengan nilai-nilai tauhid dan emosional yang berkaitan dengan moral sosial dikehidupan budaya Banjar. Kebudayaan urang banjar yang memiliki nilai-nilai moral ini juga merupakan hasil dari campur tangan lingkungan tempat masyarakat Banjar tumbuh.
Dalam pradigma sosial lingkungan lahan basah terdapat 11 studi utama untuk meninjau bagaimana lingkungan lahan basa dapat mempengaruhi nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat yang tinggal disekitarnya. Poin-poin tersebut yaitu
1. Studi fakta sosial
2.Studi perilaku lingkungan dan sosial
3.Studi ekonomi
4.Studi hukum
5.Studi budaya dan kearifan local
6.Studi sejarah
7.Dimensi komunikasi
8.Dimensi pemerintahan, administrasi
9.Studi dimensi budaya dan arsitektur
10.Dimensi kajian perempuan
11.Dimensi kesehatan dan nutrisi
Ke-11 poin ini lah yang akan diibahas dalam penulisan ilmiah ini. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apa saja dan bagaimana pengaruh dari lingkungan lahan basah terhadap masyarakat sekitar, serta untuk mengetahui implementasi dari nilai-nilai budaya yang terdapat di suku Banjar sebagi hasil dari campur tangan lingkungan lahan basah. Sumber data yang diperoleh dari penulisan ini berasal dari pengamatan pribadi penulis serta jurnal-jurnal dari penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Tahapan penelitian terdiri atas proses pembuatan adsorben, proses aktivasi, dan proses adsorpsi. Proses pembuatan ADSAKA dimulai dari pencucian ampas kayu, penyaringan, pengarbonisasian dengan furnace, pengayakan dan penimbangan. Proses aktivasi dilakukan menggunakan ampas kayu seberat 5 gram dengan aktivator NaCl selama 24 jam. Proses adsorpsi menggunakan tiga sampel limbah dengan menambahkan 5 gram ADSAKA ukuran (20;40;60) mesh selama 2 jam.
ADSAKA ukuran 20 mesh menunjukkan hasil terbaik dalam menurunkan kadar TSS dari limbah sasirangan menjadi 49 mg/l dan ADSAKA ukuran 40 mesh menunjukkan hasil terbaik dalam menurunkan nilai pH dari limbah sasirangan menjadi pH 6,0 serta pH 8,0 pada ukuran 20 dan 60 mesh. `
Kata Kunci : Limbah Sasirangan, TSS, pH, ADSAKA
Serbuk gergaji kayu ulin (serkalin) merupakan limbah industri dari pengrajin kayu ulin yang selama ini jarang dimanfaatkan. Pemanfaatan serkalin sebagai pewarna kain sasirangan mampu menjadi sebuah inovasi dibidang industri.berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kayu ulin dapat digunakan sebagai bahan pewarna tekstil, warna yang dihasilkan adalah warna coklat. (Nintasari dan Mustika,2016). Daun pohon ketapang (dakepang) merupakan daun dari pohon ketapang yang dapat ditemui dimana-mana.Selama ini pemanfaatan daun ketapang masih terbilang sedikit.oleh karena itu kami memanfaatkan daun ketapang (dakepang) sebagai pewarna alami kain sasirangan.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualintatif. Metode kuantitatif berupa ukuran serta massa yang dipakai dalam pembuatan pewarna alami. Metode kualintatif merupakan perbandingan kualitas pewarna tekstil alami dengan pewarna tekstil buatan serta perbandingan kain yang diwarnai dengan serkalin dan dakepang menggunakan larutan tawas dan kapur tohor dengan kain yang diwarnai dengan serkalin dan dakepang tanpa tambahan larutan.Variabel yang digunakan yakni variabel bebas dan terikat. Ada empat variabel bebas yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu serkalin, dakepang, tawas dan kapur tohor sedangkan variabel terikat yakni kain semi sutra. Hipotesis dari penelitian ini adalah serkalin dan dakepang berpotensi sebagai pewarna alami kain sasirangan.
Melimpahnya sumber daya alam di Kalimantan Selatan menjadikan provinsi ini sebagai sasaran bagi para pengusaha-pengusaha besar untuk mengambil sumber daya alam tersebut. Para pengusaha tersebut mengambil sumber daya alam yang ada di Kalimantan Selatan dengan cara mengeruk bahan-bahan mentah yang tersimpan di bawah tanah pulau ini, tak luput juga menebang pohon-pohon yang ada hutan-hutan Kalimantan hingga setengah dari hutan pulau ini hilang.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan para pengusaha tersebut menimbulkan banyak dampak negative yang dirasakan masyarakat Kalimantan Selatan, sebagai contoh nyata Kalimantan Selatan mengalami penurunan muka tanah akibat dari proses pertembangan, selain itu akibat dari eksploitasi hutan yang berlebih tanpa adanya reboisasi dan rehabilitas hutan,tanah yang ada di pegunungan meratus tidak dapat menampung air dari curah hujan sehingga menyebabkan banjir dibanyak kota Kalimantan Selatan.
Oleh karena itu, dalam penulisan ilmiah ini akan membahas mengenai faktor penyebab banjir di Kalimantan Selatan dengan menggunakan pendekatan ilmiah yakni pendekatan pola spatial dan ekologi aktivitas manusia terhadap lingkungan.
Metode yang digunakan dalam penulisan ilmiah ini menggunakan metode survey, yakni metode penelitian yang dilakukan dengan non-eksperiment Jenis penelitian ini adalah eksplanatory (menujukan hubungan antar variabel). Tujuan penulisan ini untuk mengidentifikasi adanya autokorelasi spasial dengan ekologi aktivitas manusia terhadap lingkungan.
Banjir yang datang tentulah memberikan efek kerugian pada masyarakat, terutama daerah perkantoran. Kerugian tersebut tidaklah sedikit, kerugian tersebut bisa berupa korban jiwa hingga material. Menurut BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) pada tahun 2016, jumlah jiwa terpapar resiko bencana banjir di Indonesia yang menyebar ke beberapa pulau mencapa angka 170 juta jiwa dan asset melebihi 170 miliar.
Pertambangan Indonesia pertama kali dimulai oleh VOC, hasil tambang seperti timah, emas, dan sebagainya dimanfaatkan untuk keperluan perang, perlayaran, serta industry. Pada masa penjajahan Belanda, peusahaan tambang milik belanda berada dibawah peraturan mijnreglemen 1850 dan mijnwet 1899. Hingga pada masa kepresidenan bapa Soekarno satu-persatu perusahaan tambang asing di Indonesia berhasil dinasionalisasikan. Akan tetapi, semenjak masa transisi orde lama menuju orde baru terjadi keruntuhan ekonomi pada Indonesia sehingga Indonesia mendatangkan para Investor tambang untuk membantu perekonomian Indonesia seperti PT Freeport Indonesia yang ada saat ini. Ditambah lagi, semenjak Indonesia menetapkan peraturan otonomi daerah mengakibatkan pertambangan di Indonesia terus berkembang.
Majunya perusahaan tambang di Indonesia, menjadikan sektor pertambangan sebagai sektor utama dalam pemasukan negara untuk pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Akan tetapi, para perusahaan pertambangan di Indonesia banyak yang melakukan aktivitas pertambangan tanpa diiringi dengan wawasan lingkungan, sehingga menyebabkan banyak dampak negative yang muncul baik pada lingkungan hidup maupun pada warga-warga sekitar tambang yang terganggu hak-haknya akibat aktivitas tersebut. Sebagai contoh dari dampak negative pertambangan, di Kalimantan Selatan dimana sektor pemasukan asili daerah (PAD) berasal dari sektor pertambangan tetapi pertambangan justru mengakibatkan 1,7 ton beras hilang akibat dari oprasi tambang batu bara yang mengeksploitasi tambang di lahan pangan produktif warga Kalimantan Selatan. Beberapa pertambangan di Kalimantan Selatan juga memberikan dampak terhadap penurunan muka air tanah.
Kalimantan Selatan merupakan wilayah dengan cadangan alam yang sangat kaya, sehingga banyak terdapat perusahaan yang membuka lahan tambang di Kalimantan Selatan, akan tetapi terdapat banyak warga/masyarakat Kalimantan Selatan yang hidupnya masih dibawah standar. Hal ini diakibatkan karena beberapa perusahaan tambang yang merugikan warga sekitar berdampak mengurangi pemasukkan seperti petani yang kehilangan lahan akibat limbah tambang batubaranyang dibuang kesungai tanpa pengelolahan, atau banyaknya lahan tambang yang mengurangi lahan pemukiman akibatnya lahan pemukiman menjadi mahal sehingga banyak yang tidak memilik tempat tinggal dan terjadi penelantaran.
Pertambangan batubara merupakan pertambangan yang paling banyak ditemui di Kalimantan Selatan. Kerusakan ekosistem di Kalimantan Selatan sebagian besar diakibatkan dari pembuangan air limbah tambang batubara yang dialirkan menuju sungai sehingga ini berdampak pada para petani yang kehilangan lahannya akibat dari genangan air yang bercampur limbah produksi tambang, ini juga merupakan dampak dari semakin luasnya daerah tambang yang mulai mendekati pemukiman warga. Dampak lain pertambangan yang mulai dirasakan masyarakat Kalimantan Selatan juga diakbatkan oleh polusi udara akibat proses pembakaran bautbara.
Pasar terapung merupakan pasar tradisional yang ada di Kalimantan Selatan, Indonesia. Pasar ini berada di kota Banjarmasin tepatnya di aliran sungai Barito. Aktivitas ekonomi yang dilakukan masyarakat di pasar terapung ini dapat dibilang unik karena masyarakat melakukan transaksi ekonomi atau akad jual-beli ditengah-tengah sungai. Transaksi di atas jukung merupakan sebuah tradisi bagi masyarakat Banjar. Sebagian besar yang berjualan dipasar ini adalah perempuan.
Dalam penulisan dengan judul “Pasar Terapung Sebagai Media Aktivitas Ekonomi Masyarakat Banjar Terhadap Lingkungan” ini akan mengkaji mengenai bagaimana masyarakat banjar beraktivitas dalam sektor ekonomi dengan transaksi jual-beli di pasar terapung menggunakan pendekatan ekologi.
Pulau Kalimantan merupakan pulau dengan luas 743.330 km2, dengan lahan basah yang mendominasi yakni lahan basah gambut. Bukti bahwa masyarakat yang bermukim di wilayah lahan basah mengalami adaptasi dengan lingkungannya yakni jenis -jenis rumah adat suku-suku di Kalimantan dibuat dengan tinggi. Menurut dari data INCS provinsi Kalimantan Selatan memiliki luas wilayah 3,9 juta hektar dengan 1,8 juta hektar hutan dan 0,1 hektar merupakan lahan gambut. Kalimantan Selatan merupakan provinsi yang terkenal dengan julukan “Seribu satu sungai”, Suku yang mendominasi di Kalimantan Selatan merupakan suku Banjar Suku Banjar atau biasa disebut dengan urang Banjar merupakan suku yang menempati wilayah Kalimantan Selatan yang juga menyebar sebagian ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Suku Banjar juga termasuk salah satu suku terbesar di Indonesia. Oleh karena itu ada banyak kesenian, ritual, serta permainan khas urang Banjar yang di adaptasikan dari lingkungan lahan basah yang mana merupakan tempat suku Banjar ini bermukim. Kebudayaan urang Banjar memiliki krakteristik yang identik dengan nilai-nilai tauhid dan emosional yang berkaitan dengan moral sosial dikehidupan budaya Banjar. Kebudayaan urang banjar yang memiliki nilai-nilai moral ini juga merupakan hasil dari campur tangan lingkungan tempat masyarakat Banjar tumbuh.
Lahan basah sangat penting keberadaannya bagi suku Banjar, akan tetapi keberadaan lahan basah tersebut hanya dimanfaatkan keberadaannya tanpa dirawat. Sampah-sampah dibuang kesungai dengan seenaknya, sehingga menimbulkan berbagai kerugian seperti munculnya penyaki, pencemaran sungai dan sebagainya .
Struktur wilayah perdesaan koridor antarkota telah berubah. McGee (1991) menyebut transformasi ini sebagai kotapraja, yaitu transformasi struktur wilayah pertanian ke struktur non-pertanian. Tentunya proses transformasi di wilayah ini tidak hanya perubahan penduduk pedesaan yang sebenarnya, tetapi juga perubahan sosial ekonomi dan budaya penduduk pedesaan, termasuk struktur produksi, mata pencaharian, dan adat istiadat demografi.
Kawasan koridor merupakan jalur yang menghubungkan dua kota besar. Dalam konsep yang dikemukakan oleh McGee (1997), kawasan di antara dua kota besar di dekat pinggiran kota merupakan kawasan campuran kegiatan pertanian dan non pertanian. Pada saat yang sama, jalan yang menghubungkan kota-kota besar tidak teridentifikasi sebagai kawasan yang secara fisik telah mengembangkan bentuk perkotaan. Oleh karena itu, dalam perkembangan selanjutnya, wilayah-wilayah di sepanjang jalur transportasi telah mengalami transformasi spasial, ekonomi, sosial dan budaya yang berujung pada transformasi wilayah yang besar dari pedesaan ke perkotaan (Yunus, 2008).
Karakteristik terkini dari pembangunan perkotaan di beberapa negara Asia adalah pesatnya pertumbuhan pinggiran kota dan koridor antar kota, hubungan yang erat antara daerah perkotaan dan pedesaan, dan percampuran antara kegiatan perkotaan dan pedesaan (McGee, 1991). Indonesia telah mengalami gejala pertumbuhan perkotaan yang ditandai dengan percepatan industrialisasi (Firman, 1995). Percepatan industrialisasi cenderung terjadi di pinggiran kota dan koridor antar kota kota besar, sehingga menarik investasi dan mobilitas tenaga kerja yang mengarah pada urbanisasi yang terjadi lebih cepat dari kota besar itu sendiri. Globalisasi ekonomi, teknologi dan informasi serta proses urbanisasi global telah mempercepat fenomena ini (Douglass, 1996; Tjahjati, 1996; McGee, 1997).
Menurut KBBI degradasi adalah kemunduran, kemerosotan, dan penurunan. Kemunduran kondisi lingkungan akibat alih fungsi dari dampak aktivitas manusia merupakan pengertian dari degradasi lahan. Aktivitas yang dimaksud disini biasanya cenderung aktivitas yang memberikan dampak negative terhadap lingkungan. Dampak dari degrenasi lahan ini adalah jeleknya kualitas pertanian, turunnya kualitas lingkungan, serta menurunnya ketahanan pangan Indonesia.
Dalam penulisan ilmiah dengan judul “Menganalisi Penyebab Dan Dampak Degradasi Lahan di Indonesia (Menggunakan Analisis Perbandingan Ruang)” akan membahas mengenai penyebab, dampak, serta rehabilitas yang diberikan pemerintah untuk mengatasi degradasi lahan.
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki luas daratan ± 38.140 kilometer persegi, wilayah perairan (laut) ± 110.000 kilometer persegi, dan kepadatan penduduk 53 orang per kilometer persegi. Kondisi di Sulawesi Tenggara biasanya bergunung-gunung, bergelombang dan berbukit. Kondisi geomorfik sebagian besar berupa dataran banjir gambut yang terendam secara permanen dan pegunungan atau pegunungan karst yang tidak rata. Sehingga Sulawesi Tenggara termasuk kedalam daerah potensial rawan bencana. Salah satunya yang terjadi di Kabupaten Kolaka Utara.Hal ini di dukung dengan kejadian banjir yang terjadi pada tahun 2007 hingga sekarang (Ulfa dkk, 2017).
Tren bencana alam dalam kurun waktu tiga puluh tahun terakhir mengalami peningkatan, terutama yang tidak dapat diprediksi. Antara 1980 dan 2010, lebih dari 4 miliar orang terkena dampak peristiwa alam yang ekstrim. Faktor utama penyebab meningkatnya kerugian ekonomi akibat perubahan tata guna lahan dan peningkatan populasi dan konsentrasi modal di daerah berisiko tinggi (misalnya, wilayah pesisir yang terkena tornado, daerah aliran sungai yang terkena banjir, dan daerah perkotaan yang terkena gempa bumi) (Dutta, 2012). Antara tahun 1980 dan 2010, tren banjir meningkat secara signifikan.
Bencana banjir merupakan bencana alam yang sering terjadi dan seringkali menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda. Kerugian akibat banjir dapat berupa kerusakan bangunan, kehilangan barang berharga, dan bahkan hilangnya ketidakmampuan untuk pergi bekerja dan sekolah. Banjir memang tidak bisa dihindari, namun dapat dikendalikan untuk mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkannya (Findayani, 2015).
Bencana banjir di Kabupaten Koraka Utara menimbulkan kerugian besar seperti kelumpuhan ekonomi dan korban jiwa. Oleh karena itu, diperlukan analisis yang lebih spesifik mengenai penyebab dan sebaran banjir di Kabupaten Koraka Utara dan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi banjir. Berdasarkan latar belakang dan pertanyaan tersebut, maka penulis melakukan penelitian yang berjudul `` Identifikasi Kecenderungan Perubahan Daerah Rawan Banjir (Studi Kasus: Kabupaten Coraca Utara) '', dengan tujuan untuk mengetahui penyebab banjir dan memahami perubahan banjir. Tren dan sebaran wilayah rawan banjir di dalam wilayah studi (Ulfa et al. 2017).
Sejak 2013 hingga 2016, terjadi 11 banjir di Kolaka Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab banjir, perubahan tren banjir, dan untuk mengetahui sebaran lahan rawan banjir. Penelitian ini menggabungkan analisis atribut dengan evaluasi dan pembobotan, serta menggabungkan analisis spasial dengan analisis cakupan. Evaluasi dan pembobotan dilakukan dengan menggunakan skor dan parameter faktor yang mempengaruhi. Analisis spasial dilakukan dengan menempatkan peta topik di atas satu sama lain (Ulfa et al., 2017).
Banjarbaru merupakan salah satu kota di provinsi Kalimantan Selatan. Di kenal sebagai kota administratif, Karena terdapat banyak perkantoran dan kantor-kantor pemerintah Kalimantan Selatan. Menurut data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) kota Banjarbaru memiliki penduduk sebanyak 262.719 dengan 5 kecamatan yakni Landasan Ulin, Liang Anggang, Cempaka, Banjarbaru Utara, dan Banjarbaru Selatan. Dengan luas wilayah total 371,38 km2 . Kepadatan penduduk yang terjadi di kota Banjarbaru jelas berpengaruh dengan keberadaan lahan basah di kota Banjarbaru, sebab semakin banyak penduduk pada suatu wilayah maka kebutuhan akan lahan permukiman semakin banyak.
Banyaknya lahan basah di kota Banjarbaru,memiliki banyak manfaat pada kota ini salah satunya adalah kota Banjarbaru menjadi kota yang memiliki potensi besar untuk bergerak dibidang pertanian dan perkebunan berbasis lahan basah. Akan tetapi keberadaan lahan basah dikondisi sebenarnya pada Banjarbaru, belum dimanfaatkan sesuai dengan seharusnya.
Oleh karena itu dalam penelitian “Pengaruh kepadatan penduduk di Banjarbaru, Kalimantan Selatan dengan keberadaan lahan basah” akan dibahas mengenai kesesuaian pemanfaatan lahan basah dengan kepadatan penduduk,serta pengaruh dari kepadatan penduduk terhadap lahan basah di wilayah tersebut. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang didapat dari 1) sumber data BPS Banjarbaru dan 2) Hasil observasi lapang
Meski bekantan sudah ditetapkan sebagai identitas daerah provinsi tingkat I Kalimantan Selatan yang didasarkan pada SK Gubernur No.29 tahun 1990, tetapi sebaran bekantan di seluruh wilayah provinsi belum lengkap di dokumentasikan. Status bekantan (Nasalis larvatus) menjadi hewan yang langka disebabkan oleh factor aktivitas manusia seperti deforestrasi, peralihan lahan, penggundulan hutan, serta pemburuan liar. Madahal bekantan meruapakan kunci dari keseimbangan ekosistem di daerah lahan basah terutama Kalimantan Selatan. Oleh karenanya, pendokumentasian mengenai persebaran bekantan di provinsi Kalimantan Selatan menjadi penting karena untuk mengetahui kondisi, habitat, menginventarisasi lokasi bekantan, menduga populasi, serta mengidentifikasi faktor yang menurunkan populasi.
Dalam penulisan ini, data-data mengenai persebaran Bekantan (Nasalis larvatus) di Kalimantan Selatan berdasar pada data yang diambil dari penelitian [Soendjoto,dkk.2013] Serta penelitian lanjutannya. Adapun wilayah-wilayah yang digunakan untuk mengkaji data persebaran Bekantan di Kalimantan Selatan yakni kabupaten Hulu Sungai Tengah, kabupaten Banjar, dan kabupaten Tanah Bumbu. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisa distribusi atau persebaran bekantan di provinsi Kalimantan Selatan sebagai primate endemic Kalimantan Selatan, di samping untuk menyelesaikan tugas paper mata kuliah pengantar geografi.