Papers by Ali Hasan Siswanto

Kiai sebagai native leader memiliki otoritas kultural, sosial, ekonomi dan politik sebagai penera... more Kiai sebagai native leader memiliki otoritas kultural, sosial, ekonomi dan politik sebagai penerapan nilai moral ketuhanan dan kemanusiaan yang tertanam dalam fitrah manusia. Untuk mengungkap eksistensi moral dipanggung politik, penelitian disertasi ini berpijak pada rumusan masalah yaitu; pertama; bagaimana relasi kiai dan politik?, kedua; bagaimana perilaku kiai politik di Jawa Timur? dan ketiga; bagaimana implikasi moral kiai politik di Jawa Timur Melalui paradigma kritis dengan pendekatan perilaku sosial George Ritzer dan strukturasi Anthony Gidden, penelitian ini menggambarkan yaitu pertama; relasi kiai, moral dan politik tidak dapat dipisahkan. Ketiganya memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan perilaku politik yang bersih melalui bangunan moralitas ketuhanan dan kemanusiaan sebagai cerminan sifat-sifat mulia. Oleh karena itu, kiai (sebagai manifestasi moral) dan politik bersifat integratif. Kiai sebagai kontrol moral perilaku politik dan politik memberikan lahan kemajuan d...

Cendekia: Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, 2019
: One of Nurcholish Madjid's thoughts contributions in Indonesia is revealing the importance ... more : One of Nurcholish Madjid's thoughts contributions in Indonesia is revealing the importance of modernizing education in pesantren . Th us , some problem s will be discussed in this research . First, how is the ideal goal of Pesantren according to Nurcholish Madji d? Second , how is Nurcholish Madjid's view of the ideal pesantren curriculum in the modernization era ? To answer these problem s , researchers employed a qualitative research method with a content analysis approach using library research. Based on the reading model, Nurcholish Madjid advocated several views. First , the formulation of pesantren ’s objectives must keep abreast of the times . Second , pesantren must be a solutio n to the needs of students in this modern era . In these ideal ideas, Nurcholish Madjid propose s Pondok Modern Gontor as an ideal pesantren in this modern era. ملخص: تتمثل إحدى أفكار نور خالص مجيد في إندونيسيا في الكشف عن أهمية تحديث التعليم في المعاهد الإسلامية. لذلك ، سيتم الكشف عن بعض ا...

Fenomena
The existence of Chengho mosque in Indonesia is inseparable from the Admiral Chengho expedition h... more The existence of Chengho mosque in Indonesia is inseparable from the Admiral Chengho expedition history which visited in the archipelago, both in the urban area of Surabaya and Jember. Buildings, architects and ornaments of Chengho mosque is very unique and has its own characteristics. Chengho Mosque with its various ornaments is a symbol of the religious expression of Chinese Muslims ethnic to confirm their Islamic identity and chivalry. Therefore, this study focused on the religious expression of the Chinese ethnic in Surabaya and Jember with three formulations of the problem, namely how the typology of Chinese ethnic in the Chengho mosque in Jember and Surabaya? How do Chinese Muslims ethnic use the Chengho mosque in Surabaya and Jember ?, and what are the religious expressions of Chinese Muslims ethnic in the Chengho mosque in Surabaya and Jember? this study uses qualitative methods with the Geertzian and Weberian approach. So that, the result of this research are: the first, th...

Indonesian Journal of Islamic Communication
Prilaku korupsi di Indonesia telah menjadi budaya. Hampir semua sector memiliki potensi korupsi, ... more Prilaku korupsi di Indonesia telah menjadi budaya. Hampir semua sector memiliki potensi korupsi, mulai dari kalangan elit sampai masyarakat biasa. Tidak hanya menjangkiti kalangan yag tidak tahu agama, orang yang ahli agamapun berpotensi terserang penyakit korupsi. Sudah banyak peristiwa korupsi yang melibatkan tokoh agama yang berada di kementerian agama, dan bahkan masih segar dalam ingatan kita, mantan menteri agama terjangkit kasus korupsi dan mendekam di dalam penjara, yang notabenenya memiliki pemikiran agama yang luas. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh agama di daerah yang terjebak lakon korupsi. Kasus ini hanya sedikit gambaran dari demoralisasi politik santri. Pada taraf inilah, rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana terjadinya demoralisasi politisk santri? Untuk menjawab ini, penulis menggunakan metode analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dengan pendekatan dekonstruksi Derrida untuk membongkar ekuivokasi (pengelakan) politik santri

Abstrak Prilaku korupsi di Indonesia telah menjadi budaya. Hampir semua sector memiliki potensi k... more Abstrak Prilaku korupsi di Indonesia telah menjadi budaya. Hampir semua sector memiliki potensi korupsi, mulai dari kalangan elit sampai masyarakat biasa. Tidak hanya menjangkiti kalangan yag tidak tahu agama, orang yang ahli agamapun berpotensi terserang penyakit korupsi. Sudah banyak peristiwa korupsi yang melibatkan tokoh agama yang berada di kementerian agama, dan bahkan masih segar dalam ingatan kita, mantan menteri agama terjangkit kasus korupsi dan mendekam di dalam penjara, yang notabenenya memiliki pemikiran agama yang luas. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh agama di daerah yang terjebak lakon korupsi. Kasus ini hanya sedikit gambaran dari demoralisasi politik santri. Pada taraf inilah, rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana terjadinya demoralisasi politisk santri? Untuk menjawab ini, penulis menggunakan metode analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dengan pendekatan dekonstruksi Derrida untuk membongkar ekuivokasi (pengelakan) politik santri A. PENDAHULUAN Dewasa ini kita masyarakat Indonesia dikejutkan dengan maraknya penangkapan para koruptor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lebih khususnya adalah para pejabat pemerintah. Pera pejabat tidak hanya dari kalangan nasionalis, tetapi juga tidak sedikit dar kalangan santri yang merasakan perihnya bui. Hal ini terjadi karena kuatnya cengkeraman " libibo " politik santri menuntun nurani bergerak dalam medan kuasa dan kepentingan. Era reformasi menjadi sejarah bangkitnya kaum santri berpolitik praksis, sehingga membuat partai politik berlabel agama gandrung dilakukan kalangan santri. Santri berpolitik bukanlah hal yang buruk selama masih memiliki semangat mengabdi dan menegakkan moral politik. Realitas ini membuktikan kaum santri bergerak selaras dengan gerakan Islam yang tidak pernah padam dalam pergulatan politik untuk memperjuangkan moralitas kebenaran dengan cara merebut kuasa atas nama rakyat. Pada taraf inilah, tidak jarang, kaum santri terpeleset dalam jurang immoral dan bahkan mempertontonkan prilaku amoral. Padahal kaum santri dituntut menjadi suri tauladan bagi masyarakat dalam berbagai dimensi sosialnya. Dorongan syahwat politik yang sangat besar merupakan gejala laten yang menyeret sejumlah kaum santri untuk kembali " mondok " rutan prodeo yang ditengarai sebagai perjuangan politik yang menyimpang dari prinsip moralitas. Oleh karena itulah, penyimpangan dan penyelewengan moral dapat dikatakan sebagai (gejala) demoralisasi politik santri. Untuk meraih kekuasaan, kaum santri menghalalkan segala cara. Peristiwa yang tampak adalah menjadikan santri dan kroni-kroninya sebagai obyek fatwa lisan tak tertulis. Fatwa tersebut mengisyaratkan untuk memilih yang didukungnya atau memilih dirinya sendiri. Pada taraf inilah, santri yang memiliki konstituen banyak telah menggeser peranannya menjadi politic broken. Realitas diatas menjadi bukti lemahnya teori Clifford Geertz yang mengatakan bahwa kaum santri merupakan bangunan yang di monopoli oleh orang-orang

Abstrak Prilaku korupsi di Indonesia telah menjadi budaya. Hampir semua sector memiliki potensi k... more Abstrak Prilaku korupsi di Indonesia telah menjadi budaya. Hampir semua sector memiliki potensi korupsi, mulai dari kalangan elit sampai masyarakat biasa. Tidak hanya menjangkiti kalangan yag tidak tahu agama, orang yang ahli agamapun berpotensi terserang penyakit korupsi. Sudah banyak peristiwa korupsi yang melibatkan tokoh agama yang berada di kementerian agama, dan bahkan masih segar dalam ingatan kita, mantan menteri agama terjangkit kasus korupsi dan mendekam di dalam penjara, yang notabenenya memiliki pemikiran agama yang luas. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh agama di daerah yang terjebak lakon korupsi. Kasus ini hanya sedikit gambaran dari demoralisasi politik santri. Pada taraf inilah, rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana terjadinya demoralisasi politisk santri? Untuk menjawab ini, penulis menggunakan metode analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dengan pendekatan dekonstruksi Derrida untuk membongkar ekuivokasi (pengelakan) politik santri A. PENDAHULUAN Dewasa ini kita masyarakat Indonesia dikejutkan dengan maraknya penangkapan para koruptor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lebih khususnya adalah para pejabat pemerintah. Pera pejabat tidak hanya dari kalangan nasionalis, tetapi juga tidak sedikit dar kalangan santri yang merasakan perihnya bui. Hal ini terjadi karena kuatnya cengkeraman " libibo " politik santri menuntun nurani bergerak dalam medan kuasa dan kepentingan. Era reformasi menjadi sejarah bangkitnya kaum santri berpolitik praksis, sehingga membuat partai politik berlabel agama gandrung dilakukan kalangan santri. Santri berpolitik bukanlah hal yang buruk selama masih memiliki semangat mengabdi dan menegakkan moral politik. Realitas ini membuktikan kaum santri bergerak selaras dengan gerakan Islam yang tidak pernah padam dalam pergulatan politik untuk memperjuangkan moralitas kebenaran dengan cara merebut kuasa atas nama rakyat. Pada taraf inilah, tidak jarang, kaum santri terpeleset dalam jurang immoral dan bahkan mempertontonkan prilaku amoral. Padahal kaum santri dituntut menjadi suri tauladan bagi masyarakat dalam berbagai dimensi sosialnya. Dorongan syahwat politik yang sangat besar merupakan gejala laten yang menyeret sejumlah kaum santri untuk kembali " mondok " rutan prodeo yang ditengarai sebagai perjuangan politik yang menyimpang dari prinsip moralitas. Oleh karena itulah, penyimpangan dan penyelewengan moral dapat dikatakan sebagai (gejala) demoralisasi politik santri. Untuk meraih kekuasaan, kaum santri menghalalkan segala cara. Peristiwa yang tampak adalah menjadikan santri dan kroni-kroninya sebagai obyek fatwa lisan tak tertulis. Fatwa tersebut mengisyaratkan untuk memilih yang didukungnya atau memilih dirinya sendiri. Pada taraf inilah, santri yang memiliki konstituen banyak telah menggeser peranannya menjadi politic broken. Realitas diatas menjadi bukti lemahnya teori Clifford Geertz yang mengatakan bahwa kaum santri merupakan bangunan yang di monopoli oleh orang-orang

ABSTRAK Maraknya otoritarianisme tafsir keagamaan dewasa ini yang dilakukan oleh organisasi atau ... more ABSTRAK Maraknya otoritarianisme tafsir keagamaan dewasa ini yang dilakukan oleh organisasi atau institusi keagamaan telah berani mengatasnamakan sebagai pemegang tunggal penafsiran dan sekaligus pelaksana perintah Tuhan merupakan kegelisahan akademis yang dialami oleh Khaled Abou El-Fadl. Dengan menggunakan metode hermeneutika, Abou El-Fadl mencoba melakukan pembongkaran terhadap otoritarianisme dan despotisme dalam tafsir keagamaan kontemporer. Fokus utama gagasan Abou El-Fadl adalah pada " pemegang otoritas " dalam hukum Islam yang dibedakan dengan otoritarianisme. Agar tidak terjadi tirani tafsir yang otoriter, Abou El-Fadl menawarkan hermeneutika negosiatif, dimana makna merupakan hasil interaksi yang kompleks antara pengarang (author), teks (text), dan pembaca (reader) yang selalu diperdebatkan, dinegosiasikan, dan terus mengalami perubahan. Hermeneutika negosiatif ala Abou El-Fadl menjembatani antara membuka teks tanpa batasan (the limitless opening of the text) yang merupakan bentuk pelacuran hermeneutika (hermeneutical promiscuity) dan menutup teks secara sewenang-wenang (the arbitrary closing of the text) yang merupakan despotisme intelektual (intellectual despotism). Karenanya, untuk menghindari pemberangusan teks oleh para penafsir otoriter tersebut, Abou El-Fadl merasa perlu untuk menjunjung otoritas teks (the authoritativeness of the text) dan pada sisi lain, sekaligus membatasi otoritarianisme pembaca (authoritarianism of the reader) sehingga melahirkan penafsiran yang bertanggung jawab dengan memenuhi lima prasyarat, diantaranya kejujuran (honesty), kesungguhan (diligence), kemenyeluruhan (comprehensiveness), rasionalitas (reasonableness), dan pengendalian diri (self-restraint). Kata Kunci: Pemegang otoritas; menjunjung otoritas teks dan membatasi otoritarianisme pembaca.
Uploads
Papers by Ali Hasan Siswanto