Rusia sebagai sebuah bangsa memiliki identitas yang terbangun dari kesejarahan yang panjang. Bangsa ini telah lama eksis sebagai salah satu suku Bangsa Slavia yang kemudian mengorganisir diri mereka secara politik ke dalam sebuah monarki yang dipimpin oleh seorang 'tsar'. Monarki yang eksis ratusan tahun di Rusia ini berinteraksi baik yang bersifat konfliktual maupun koperatif dengan berbagai peradaban dalam lintas zamannya. Peradaban Islam merupakan salah satu dari beberapa peradaban yang berinteraksi dan turut serta berkontribusi dalam membentuk identitas Rusia. Interaksi paling awal yang berhasil direkam antara Rusia dengan Islam adalah sepuluh tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad, ketika Suraqa bin Amr memimpin sebuah pasukan Arab yang berhasil mencapai Derbent, bagian selatan Dagestan. Wilayah Dagestan ini kemudian benar-benar berhasil ditaklukan pada tahun 652 dan banyak pg. 2 penduduknya yang menjadi Muslim. 1 Dengan cepat kawasan Dagestan, yang dikenal juga sebagai bagian dari Kaukasus telah menjadi salah satu tempat dimana Islam berkembang. Kawasan lain di Rusia yang juga tidak bisa dilepaskan dari Islam selain Kaukasus adalah kawasan Kazan. Kontak pertama antara Rusia dengan Islam di daerah Kazan adalah pada masa pemerintahan Tsar Vladimir (980-1015) yang sering berperang dengan Bangsa Kazan yang Muslim. 2 Selama berabad-abad, meskipun tetap didominasi oleh Bangsa Slavia yang menganut Kristen Ortodoks, tetapi masyarakat Muslim tetap menjadi bagian dari Rusia. Namun, pada tahun 1917 ketika terjadi Revolusi Bolshevick di saat-saat Perang Dunia I dimana Turki Ottoman sebagai representasi politik Islam terkuat pada masa itu mengalami kekalahan, maka seiring dengan itu pula, masyarakat Muslim di Rusia juga tidak bernasib baik. Ketsaran Rusia berubah menjadi sebuah negara sosialis-komunis yang tidak bersikap pro terhadap identitas keagamaan sehingga sejumlah simbol agama seperti masjid dialihfungsikan menjadi barak-barak militer. Identitas keagamaan kembali muncul dalam ranah sosial politik Rusia seiring dengan berakhirnya era Uni Soviet. Akhir-akhir ini, sejak pemerintahan Vladimir Putin, wacana yang coba menjadikan Islam sebagai bagian dari identitas masyarakat Rusia kembali dimunculkan, bahkan oleh Putin sendiri yang memberikan pandangan positif terhadap ini. Putin menyatakan bahwa masyarakat Rusia banyak mempraktekan ajaran Islam yang didasarkan pada nilai-nilai kebaikan, kasih sayang, dan keadilan. 3 Sangat beralasan kiranya Putin mengatakan hal tersebut mengingat sekitar 10-15 persen dari penduduk Rusia adalah Muslim. Tidak hanya itu, kebijakan 1 Robert Bruce & Enver Kisriev.2010.Dagestan: Russian Hegemony and Islamic Resistance in the North Caucasus.New York & London: M.E. Sharpe. Hal 5-6 2 DJ.Q. Nasution,Sejarah Romawi Timur,tanpa tahun, direproduksi oleh Tim Repro Jurusan Sejarah UNP 2011,Kompilasi Buku Modul Sejarah Eropa.Hal 161-168 3 Sebagaimana diberitakan oleh RT dalam situsnya,
http://rt.com/politics/islam-inseparable-russias-society-915/ diakses pada 30 September 2013 pada pukul 10:47 11 Alexander Wendt (1999).Social Theory of International Politics.Cambridge: Cambridge University Press.Hal.139 pg. 7 mengubah identitas Rusia sebagai sebuah bangsa di dalam hubungan sosial di level internasional. Negara yang tadinya adidaya, kini tengah berada pada kondisi dimana mereka harus merangkul mitra yang tepat untuk kembali mencapai hegemon. Sementara itu Dunia Islam juga berada pada posisi yang tidak menguntungkan pasca Perang Dunia II. Identitas yang terfragmentasi menjadi nasionalisme yang eksklusif, ternyata membawa Dunia Islam dalam hubungan politik dan sosial di level internasional menjadi kelompok kelas dua, padahal sebelum era kolonial mereka adalah kekuatan hegemon di dunia internasional. Kendati demikian, keinginan Dunia Islam untuk kembali merebut posisi hegemon masih ada, sehingga untuk kembali muncul sebagai kekuatan yang mendominasi, membutuhkan proses yang panjang dan mitra yang tepat, yang pilihannya sepertinya jatuh kepada Rusia. Ketika telah jelas menempatkan Rusia dan Dunia Islam sebagai agen-agen sosial yang satu sama lain saling berinteraksi sehingga proses hubungan keduanya dianggap sebagai sebuah konstruksi, maka yang penting selanjutnya adalah pada struktur apa mereka harus bertindak. Alexander Wendt menggambarkan terdapat dua bentuk struktur sosial yaitu struktur mikro dan stuktur makro. Letak beda keduanya bukan pada istilah luasnya suatu struktur. Struktur mikro merupakan struktur yang didasarkan pada cara pandang unit aktor. Dengan kata lain, struktur tempat Rusia dan Dunia Islam berinteraksi, dilihat dari pandangan masing-masing agen. Sederhananya melihat dunia dari cara pandang Rusia atau Dunia Islam. Sedangkan struktur makro yaitu melihat struktur dari sistem itu sendiri. Dengan kata lain, menganalisis relasi Rusia dan Dunia Islam dari cara pandang sistem yang menaungi keduanya. 12 Guna memberikan limitasi dari skop kajian mengenai relasi Rusia dengan Dunia Islam, maka analisis yang dilihat hanya dari struktur mikro dengan mengkhususkan pada bagaimana Rusia melihat pentingnya bermitra dengan Dunia Islam serta bagaimana proses relasi tersebut dikonstruksi. 12 Ibid. Hal 145-152 pg. 8 Proses yang Berlangsung dalam Pembentukan Relasi Rusia-Dunia Islam semasa Pemerintahan Vladimir Putin Ketika Rusia dan Dunia Islam telah ditempatkan sebagai agen sosial pada struktur yang tepat, maka selanjutnya yang perlu dibongkar adalah bagaimana proses tersebut berlangsung sehingga Rusia merasa perlu bermitra dengan Dunia Islam. Untuk melihat hal ini, tidak bisa lepas dari sejarah panjang Rusia dengan Dunia Islam yang telah dimulai sejak Abad ke-7. Setelah Islam dan Rusia sama-sama berkembang, maka keduanya menjadi saling berebut pengaruh atas wilayah Asia Tengah, Kaukasus, dan Laut Hitam sehingga tidak jarang Turki Ottoman berperang melawan Rusia. 13 Di masa moderen pun Rusia beberapa kali terlibat konflik dengan Dunia Islam seperti menduduki wilayah Asia Tengah, Kaukasus, dan mencoba menguasai Afghanistan. Namun, apa yang ditunjukan oleh Rusia pada masa pemerintahan Vladimir Putin, berbeda dari sejarah masa lalu Rusia yang sering memosisikan diri sebagai musuh politik Islam. Namun, itu semua cukup beralasan karena dulunya Dunia Islam memang menjadi kekuatan hegemon dan sekarang baik Islam maupun Rusia sama-sama berada di bawah dominasi Barat, sehingga alternatif yang dilihat Putin adalah, Rusia harus merengkul Islam sebagai mitra. Namun, proses ini tidak mudah, karena awalnya Putin harus bersikap tegas terhadap Chechnya yang merupakan bagian dari Dunia Islam. Vladimir Putin sudah bertindak sebagai presiden pada akhir tahun 1999 ketika Presiden Boris Yeltsin mendadak mengundurkan diri dari jabatannya. Sebelumnya Putin adalah Perdana Menteri Rusia. Permasalahan awal yang dihadapi oleh Putin ketika menjabat sebagai presiden adalah gerkan kelompok militan di Chechnya. Pejuang-pejuang Muslim dari Kaukasus Utara ini telah menjadi permasalahan di Rusia sejak menjelang keruntuhan Uni Soviet. Berbeda dengan 13 Ali Muhammad Ash-Shalabi,2011,Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah diterjemahkan oleh Samson Rahman dari Daulah 'Utsmaniyah.Jakarta: Pustaka Al Kautsar.Hal 400 pg. 9 Boris Yeltsin yang memandang Chechnya hanya sebagai kelompok separatis atau teroris lokal, Putin melihat militan di Chechnya adalah bagian dari terorisme global. Namun sebetulnya hal ini hanya alasan Putin untuk mengambil langkah aman agar tuntutan orang-orang Chechnya untuk merdeka tidak sampai mempengaruhi etnis lain di Rusia untuk melakukan aksi separatisme serupa sehingga Rusia mengajak dunia global untuk bersama-sama memerangi terorisme. 14 Dalam konferensi G8 di Okinawa pada Juli 2000, Putin menyatakan bahwa dunia harus bersungguh-sungguh melawan 'bulan sabit terorisme Islam' yang merentang dari Filipina melalui Afghanistan, Chechnya dan Kosovo. Konsep Keamanan dan Doktrin Militer Rusia yang dipublikasikan pada tahun 2000, memperlihatkan bahwa Putin lebih menekankan permasalahan terorisme internasional dibandingkan pendahulunya (Bowker 2007:91). 15 Ketika Amerika Serikat melempar isu memerangi terorisme global pasca kejadian 9/11, Rusia mengulurkan tangan, bersikap yang sama. Dalam hal ini, keinginan Rusia untuk mengkonsolidasi permasalahan Chechnya belum tampak, justru terjebak dengan konstruksi yang dibangun oleh Amerika Serikat, dan tentu saja di sini belum muncul keinginan untuk bermitra dengan Dunia Islam. Sikap-sikap yang dibangun oleh Putin telah memberikan identitas bahwa di satu sisi, Rusia adalah negara yang memiliki peran dalam melindungi dunia dari ancaman terorisme, namun di sisi lain, Putin telah menghadirkan Dunia Islam sebagai ancaman. Meski tidak separah Amerika Serikat dalam mengalami islamophobia, tetapi Putin juga tidak kalah berdarah ketika memberantas terorisme di Chechnya. Sikap Putin yang gagal mengupayakan rekonsiliasi terhadap Muslim Chechnya, bahkan secara tidak adil melebeli gerakan yang menginginkan kemerdekaan ini sebagai teroris, membuat gerakan di Chechnya semakin brutal. Salah satu 14 Paolo Calzini,2005,Vladimir Putin and the Chechen War.Instituto Affari Internazionali 15 Mike Bowker.op.cit.,Hal.90-91. saat-saat intervensi kurang populer bagi Dunia Islam. Pada tahun 2006, naiknya Mahmoud Ahmadinejad sebagai Presiden Republik Islam Iran memunculkan kekhawatiran dunia bahwa Iran akan mengembangkan senjata nuklir. Amerika Serikat melihat pengayaan nuklir Iran sebagai mimpi buruk. Rusia memiliki cara pandang tersendiri mengenai nuklir Iran. Putin tetap berkomitmen untuk tidak melakukan pengayaan nuklir, tetapi sikap Moskow terhadap Tehran, berbeda dengan Washington. 18 Putin mengkritik 'metode tangan besi' yang sering ditonjolkan oleh A.S dengan memberikan penilaian bahwa metode itu hanya akan mampu memberikan sedikit pencapaian dan bahkan konsekuensinya dapat menjadi lebih menakutkan daripada ancaman awal. 19 Menganalisa sikap negara tertentu, termasuk Rusia, terhadap Dunia Islam,...