Drafts by Nurhasan Mustopa

Abstrak
Penegakan hukum lingkungan hidup dalam fakta pelaksanaannya banyak mengalami hambatan, ta... more Abstrak
Penegakan hukum lingkungan hidup dalam fakta pelaksanaannya banyak mengalami hambatan, tantangan, dan sarat dengan beragam kepentingan yang tidak mudah dinegosiasikan. Kondisi demikian sangat jelas terlihat dalam menyelesaikan masalah lingkungan hidup yang terjadi sebagai dampak dari kegiatan PT Freeport Indonesia di Provinsi Papua. Masalah muncul ketika terdapat fakta bahwa perusahaan tersebut mengubah peruntukan (fungsi) sungai tertentu, dari peruntukan secara tradisional sebagai sarana pengairan dan kebutuhan keluarga menjadi peruntukan baru sebagai sarana pengangkutan limbah padat (tailing) industri mineral. Munculnya masalah tersebut mendapat reaksi penentangan yang keras dari masyarakat Papua dan para pemangku kepentingan lainnya (stakeholders). Beragam upaya penyelesaian diarahkan pada upaya menjamin terwujudnya keseimbangan kepentingan antara dunia usaha, masyarakat, dan Pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat Papua. Penulisan artikel ini dilaksanakan menggunakan pendekatan yuridis empiris, analisis hukum, dan teknik pengumpulan data studi kepustakaan. Hasil yang diharapkan yaitu tersusunnya Model Kolaborasi Pemberdayaan Masyarakat dan Pengelolaan Industri Terintegrasi sebagai bentuk penyelesaian komprehensif terhadap masalah lingkungan hidup yang terjadi, yaitu dunia usaha selain berkewajiban melakukan mitigasi fisik juga berkewajiban melakukan mitigasi sosial.
Abstract
Enforcement of environmental laws in its observance fact facing many obstacles, challenges, and loaded with a variety of interests that are not easily negotiated. This condition is most apparent in solving environmental problems that occur as a result of the activities PT Freeport Indonesia in Papua. The problem arises when the company changing the designation (function) a certain river, from the traditional designation as a means of irrigation and the family needs a new designation as a means of transporting solid waste (tailings) mineral industry. Because of that problem the people of Papua reacted strongly and so does the stakeholder. There are many dispute settlements made towards guaranteeing the balance of interests between the bussines community and the government in order to empower the people of Papua. This article using juridical-empirical approach, legal analysis, and techniques of data collection literature study. The expected result is the formulation of a model of community collaboration and integrated industrial management as a form of a comprehensive solution to the environmental problems that is Bussines is not only oriented on physical mitigation but also social mitigation.
Abstract
Straightening of HAM and democracy in Indonesia experience of a period to tide and a pe... more Abstract
Straightening of HAM and democracy in Indonesia experience of a period to tide and a period to ebb is which is very determined by character leader of state and nation which is on that moment and character punish especially Constitution of State which is on that moment is going into effect. direct selected leader by people and amandmend process to Constitution State which is continuous to be completed to tend to better to effort can be straightening of HAM and democracy in Indonesia.
Kata kunci : Demokrasi, hak, asasi, manusia, pasang, surut, pemimpin, karakter, konstitusi, amandemen, keadilan, kesejahteraan, rakyat.

RINGKASAN (ABSTRACT)
Penelitian ini dilakukan untuk menyesuaikan paradigma peruntukan sungai tert... more RINGKASAN (ABSTRACT)
Penelitian ini dilakukan untuk menyesuaikan paradigma peruntukan sungai tertentu, dari peruntukan secara tradisional sebagai sarana pengairan dan kebutuhan keluarga menjadi juga sebagai sarana pembuangan akhir Limbah Cair Industri. Fakta menunjukkan bahwa saat ini 7 (tujuh) DAS di Jawa Barat berada dalam status tercemar berat, dengan indikasi tercemar Limbah Cair Industri. Rencana pengaturan pemanfaatan sungai tertentu sebagai sarana pembuangan akhir Limbah Cair Industri dapat mendorong lahirnya paradigma baru pengelolaan lingkungan hidup, yaitu: Hukum harus menyesuaikan terhadap karakteristik alam dan masyarakat suatu daerah yang secara faktual berbeda antara kondisi di daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Penelitian ini juga dilakukan untuk menjamin terwujudnya keseimbangan kepentingan antara perusahaan (industri), masyarakat, dan Pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar DAS di Jawa Barat, yang secara ilmiah dimungkinkan dengan mengkonstruksi Model Kolaborasi Pemberdayaan Masyarakat dan Pengelolaan Industri Terintegrasi, yaitu perusahaan (industri) selain berkewajiban melakukan penanggulangan dampak lingkungan fisik (mitigasi fisik) juga berkewajiban melakukan penanggulangan dampak sosial (mitigasi sosial).
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan yuridis-empiris berorientasi pada kajian holistik yang dalam prosesnya disiplin ilmu hukum mendapat bantuan disiplin ilmu terkait, misalnya : ekonomi, politik, sosial-budaya, biologi, geologi, kimia, fisika. Analisis terhadap obyek penelitian dilakukan melalui analisis hukum. Teknik pengumpulan data, selain melalui studi kepustakaan, juga dilakukan survei (observasi) lapangan di lokasi penelitian dan wawancara. Teknik analisis yang digunakan, diantaranya: Cost-Benefit-Analysis (CBA).
Hasil dari penelitian ini yaitu tersusunnya Konstruksi Model Kolaborasi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pemanfaatan Sungai Untuk Mewujudkan Pengelolaan Industri Terintegrasi di Jawa Barat, sebagai berikut: Konstruksi model ini didasarkan pada prinsip Semua Untung. Fisik sungai dengan keseluruhan ekosistem biotik dan abiotik yang ada di dalamnya diuntungkan, karena sasaran dari konstruksi model ini mewujudkan Sungai Bersih terbebas dari pencemaran limbah cair industri. Perusahaan (industri) diuntungkan, karena konstruksi model ini mewajibkan kepada perusahaan (industri) memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) berstandar internasional dan/atau minimal berstandar nasional Indonesia, sehingga air limbah industri yang dibuang ke sungai sudah dalam kondisi dapat ditoleransi oleh ekosistem sungai, yang pada akhirnya perusahaan terhindar dari tuntutan masyarakat. Masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan lainnya (stakeholders) diuntungkan, karena dengan mitigasi fisik yang konsisten dan jujur menjadi terhindar dari dampak pencemaran sungai serta dengan mitigasi sosial yang tulus mendapat stimulan untuk mendongkrak tingkat kesejahteraannya. Pemerintah pun diuntungkan, karena sebagian program pembangunannya dapat terealisasi, yaitu terjaganya kelestarian lingkungan sungai, terwujudnya kesejahteraan masyarakat sekitar DAS, dan terjaminnya kelangsungan proses produksi perusahaan (industri). Jika prinsip Semua Untung tersebut telah dipastikan dapat diterapkan, maka Konstruksi Model ini memperkenankan atau dapat menerima kondisi depenalisasi ketentuan hukum pidana lingkungan hidup.
Uploads
Drafts by Nurhasan Mustopa
Penegakan hukum lingkungan hidup dalam fakta pelaksanaannya banyak mengalami hambatan, tantangan, dan sarat dengan beragam kepentingan yang tidak mudah dinegosiasikan. Kondisi demikian sangat jelas terlihat dalam menyelesaikan masalah lingkungan hidup yang terjadi sebagai dampak dari kegiatan PT Freeport Indonesia di Provinsi Papua. Masalah muncul ketika terdapat fakta bahwa perusahaan tersebut mengubah peruntukan (fungsi) sungai tertentu, dari peruntukan secara tradisional sebagai sarana pengairan dan kebutuhan keluarga menjadi peruntukan baru sebagai sarana pengangkutan limbah padat (tailing) industri mineral. Munculnya masalah tersebut mendapat reaksi penentangan yang keras dari masyarakat Papua dan para pemangku kepentingan lainnya (stakeholders). Beragam upaya penyelesaian diarahkan pada upaya menjamin terwujudnya keseimbangan kepentingan antara dunia usaha, masyarakat, dan Pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat Papua. Penulisan artikel ini dilaksanakan menggunakan pendekatan yuridis empiris, analisis hukum, dan teknik pengumpulan data studi kepustakaan. Hasil yang diharapkan yaitu tersusunnya Model Kolaborasi Pemberdayaan Masyarakat dan Pengelolaan Industri Terintegrasi sebagai bentuk penyelesaian komprehensif terhadap masalah lingkungan hidup yang terjadi, yaitu dunia usaha selain berkewajiban melakukan mitigasi fisik juga berkewajiban melakukan mitigasi sosial.
Abstract
Enforcement of environmental laws in its observance fact facing many obstacles, challenges, and loaded with a variety of interests that are not easily negotiated. This condition is most apparent in solving environmental problems that occur as a result of the activities PT Freeport Indonesia in Papua. The problem arises when the company changing the designation (function) a certain river, from the traditional designation as a means of irrigation and the family needs a new designation as a means of transporting solid waste (tailings) mineral industry. Because of that problem the people of Papua reacted strongly and so does the stakeholder. There are many dispute settlements made towards guaranteeing the balance of interests between the bussines community and the government in order to empower the people of Papua. This article using juridical-empirical approach, legal analysis, and techniques of data collection literature study. The expected result is the formulation of a model of community collaboration and integrated industrial management as a form of a comprehensive solution to the environmental problems that is Bussines is not only oriented on physical mitigation but also social mitigation.
Straightening of HAM and democracy in Indonesia experience of a period to tide and a period to ebb is which is very determined by character leader of state and nation which is on that moment and character punish especially Constitution of State which is on that moment is going into effect. direct selected leader by people and amandmend process to Constitution State which is continuous to be completed to tend to better to effort can be straightening of HAM and democracy in Indonesia.
Kata kunci : Demokrasi, hak, asasi, manusia, pasang, surut, pemimpin, karakter, konstitusi, amandemen, keadilan, kesejahteraan, rakyat.
Penelitian ini dilakukan untuk menyesuaikan paradigma peruntukan sungai tertentu, dari peruntukan secara tradisional sebagai sarana pengairan dan kebutuhan keluarga menjadi juga sebagai sarana pembuangan akhir Limbah Cair Industri. Fakta menunjukkan bahwa saat ini 7 (tujuh) DAS di Jawa Barat berada dalam status tercemar berat, dengan indikasi tercemar Limbah Cair Industri. Rencana pengaturan pemanfaatan sungai tertentu sebagai sarana pembuangan akhir Limbah Cair Industri dapat mendorong lahirnya paradigma baru pengelolaan lingkungan hidup, yaitu: Hukum harus menyesuaikan terhadap karakteristik alam dan masyarakat suatu daerah yang secara faktual berbeda antara kondisi di daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Penelitian ini juga dilakukan untuk menjamin terwujudnya keseimbangan kepentingan antara perusahaan (industri), masyarakat, dan Pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar DAS di Jawa Barat, yang secara ilmiah dimungkinkan dengan mengkonstruksi Model Kolaborasi Pemberdayaan Masyarakat dan Pengelolaan Industri Terintegrasi, yaitu perusahaan (industri) selain berkewajiban melakukan penanggulangan dampak lingkungan fisik (mitigasi fisik) juga berkewajiban melakukan penanggulangan dampak sosial (mitigasi sosial).
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan yuridis-empiris berorientasi pada kajian holistik yang dalam prosesnya disiplin ilmu hukum mendapat bantuan disiplin ilmu terkait, misalnya : ekonomi, politik, sosial-budaya, biologi, geologi, kimia, fisika. Analisis terhadap obyek penelitian dilakukan melalui analisis hukum. Teknik pengumpulan data, selain melalui studi kepustakaan, juga dilakukan survei (observasi) lapangan di lokasi penelitian dan wawancara. Teknik analisis yang digunakan, diantaranya: Cost-Benefit-Analysis (CBA).
Hasil dari penelitian ini yaitu tersusunnya Konstruksi Model Kolaborasi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pemanfaatan Sungai Untuk Mewujudkan Pengelolaan Industri Terintegrasi di Jawa Barat, sebagai berikut: Konstruksi model ini didasarkan pada prinsip Semua Untung. Fisik sungai dengan keseluruhan ekosistem biotik dan abiotik yang ada di dalamnya diuntungkan, karena sasaran dari konstruksi model ini mewujudkan Sungai Bersih terbebas dari pencemaran limbah cair industri. Perusahaan (industri) diuntungkan, karena konstruksi model ini mewajibkan kepada perusahaan (industri) memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) berstandar internasional dan/atau minimal berstandar nasional Indonesia, sehingga air limbah industri yang dibuang ke sungai sudah dalam kondisi dapat ditoleransi oleh ekosistem sungai, yang pada akhirnya perusahaan terhindar dari tuntutan masyarakat. Masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan lainnya (stakeholders) diuntungkan, karena dengan mitigasi fisik yang konsisten dan jujur menjadi terhindar dari dampak pencemaran sungai serta dengan mitigasi sosial yang tulus mendapat stimulan untuk mendongkrak tingkat kesejahteraannya. Pemerintah pun diuntungkan, karena sebagian program pembangunannya dapat terealisasi, yaitu terjaganya kelestarian lingkungan sungai, terwujudnya kesejahteraan masyarakat sekitar DAS, dan terjaminnya kelangsungan proses produksi perusahaan (industri). Jika prinsip Semua Untung tersebut telah dipastikan dapat diterapkan, maka Konstruksi Model ini memperkenankan atau dapat menerima kondisi depenalisasi ketentuan hukum pidana lingkungan hidup.
Penegakan hukum lingkungan hidup dalam fakta pelaksanaannya banyak mengalami hambatan, tantangan, dan sarat dengan beragam kepentingan yang tidak mudah dinegosiasikan. Kondisi demikian sangat jelas terlihat dalam menyelesaikan masalah lingkungan hidup yang terjadi sebagai dampak dari kegiatan PT Freeport Indonesia di Provinsi Papua. Masalah muncul ketika terdapat fakta bahwa perusahaan tersebut mengubah peruntukan (fungsi) sungai tertentu, dari peruntukan secara tradisional sebagai sarana pengairan dan kebutuhan keluarga menjadi peruntukan baru sebagai sarana pengangkutan limbah padat (tailing) industri mineral. Munculnya masalah tersebut mendapat reaksi penentangan yang keras dari masyarakat Papua dan para pemangku kepentingan lainnya (stakeholders). Beragam upaya penyelesaian diarahkan pada upaya menjamin terwujudnya keseimbangan kepentingan antara dunia usaha, masyarakat, dan Pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat Papua. Penulisan artikel ini dilaksanakan menggunakan pendekatan yuridis empiris, analisis hukum, dan teknik pengumpulan data studi kepustakaan. Hasil yang diharapkan yaitu tersusunnya Model Kolaborasi Pemberdayaan Masyarakat dan Pengelolaan Industri Terintegrasi sebagai bentuk penyelesaian komprehensif terhadap masalah lingkungan hidup yang terjadi, yaitu dunia usaha selain berkewajiban melakukan mitigasi fisik juga berkewajiban melakukan mitigasi sosial.
Abstract
Enforcement of environmental laws in its observance fact facing many obstacles, challenges, and loaded with a variety of interests that are not easily negotiated. This condition is most apparent in solving environmental problems that occur as a result of the activities PT Freeport Indonesia in Papua. The problem arises when the company changing the designation (function) a certain river, from the traditional designation as a means of irrigation and the family needs a new designation as a means of transporting solid waste (tailings) mineral industry. Because of that problem the people of Papua reacted strongly and so does the stakeholder. There are many dispute settlements made towards guaranteeing the balance of interests between the bussines community and the government in order to empower the people of Papua. This article using juridical-empirical approach, legal analysis, and techniques of data collection literature study. The expected result is the formulation of a model of community collaboration and integrated industrial management as a form of a comprehensive solution to the environmental problems that is Bussines is not only oriented on physical mitigation but also social mitigation.
Straightening of HAM and democracy in Indonesia experience of a period to tide and a period to ebb is which is very determined by character leader of state and nation which is on that moment and character punish especially Constitution of State which is on that moment is going into effect. direct selected leader by people and amandmend process to Constitution State which is continuous to be completed to tend to better to effort can be straightening of HAM and democracy in Indonesia.
Kata kunci : Demokrasi, hak, asasi, manusia, pasang, surut, pemimpin, karakter, konstitusi, amandemen, keadilan, kesejahteraan, rakyat.
Penelitian ini dilakukan untuk menyesuaikan paradigma peruntukan sungai tertentu, dari peruntukan secara tradisional sebagai sarana pengairan dan kebutuhan keluarga menjadi juga sebagai sarana pembuangan akhir Limbah Cair Industri. Fakta menunjukkan bahwa saat ini 7 (tujuh) DAS di Jawa Barat berada dalam status tercemar berat, dengan indikasi tercemar Limbah Cair Industri. Rencana pengaturan pemanfaatan sungai tertentu sebagai sarana pembuangan akhir Limbah Cair Industri dapat mendorong lahirnya paradigma baru pengelolaan lingkungan hidup, yaitu: Hukum harus menyesuaikan terhadap karakteristik alam dan masyarakat suatu daerah yang secara faktual berbeda antara kondisi di daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Penelitian ini juga dilakukan untuk menjamin terwujudnya keseimbangan kepentingan antara perusahaan (industri), masyarakat, dan Pemerintah dalam rangka pemberdayaan masyarakat sekitar DAS di Jawa Barat, yang secara ilmiah dimungkinkan dengan mengkonstruksi Model Kolaborasi Pemberdayaan Masyarakat dan Pengelolaan Industri Terintegrasi, yaitu perusahaan (industri) selain berkewajiban melakukan penanggulangan dampak lingkungan fisik (mitigasi fisik) juga berkewajiban melakukan penanggulangan dampak sosial (mitigasi sosial).
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan yuridis-empiris berorientasi pada kajian holistik yang dalam prosesnya disiplin ilmu hukum mendapat bantuan disiplin ilmu terkait, misalnya : ekonomi, politik, sosial-budaya, biologi, geologi, kimia, fisika. Analisis terhadap obyek penelitian dilakukan melalui analisis hukum. Teknik pengumpulan data, selain melalui studi kepustakaan, juga dilakukan survei (observasi) lapangan di lokasi penelitian dan wawancara. Teknik analisis yang digunakan, diantaranya: Cost-Benefit-Analysis (CBA).
Hasil dari penelitian ini yaitu tersusunnya Konstruksi Model Kolaborasi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pemanfaatan Sungai Untuk Mewujudkan Pengelolaan Industri Terintegrasi di Jawa Barat, sebagai berikut: Konstruksi model ini didasarkan pada prinsip Semua Untung. Fisik sungai dengan keseluruhan ekosistem biotik dan abiotik yang ada di dalamnya diuntungkan, karena sasaran dari konstruksi model ini mewujudkan Sungai Bersih terbebas dari pencemaran limbah cair industri. Perusahaan (industri) diuntungkan, karena konstruksi model ini mewajibkan kepada perusahaan (industri) memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) berstandar internasional dan/atau minimal berstandar nasional Indonesia, sehingga air limbah industri yang dibuang ke sungai sudah dalam kondisi dapat ditoleransi oleh ekosistem sungai, yang pada akhirnya perusahaan terhindar dari tuntutan masyarakat. Masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan lainnya (stakeholders) diuntungkan, karena dengan mitigasi fisik yang konsisten dan jujur menjadi terhindar dari dampak pencemaran sungai serta dengan mitigasi sosial yang tulus mendapat stimulan untuk mendongkrak tingkat kesejahteraannya. Pemerintah pun diuntungkan, karena sebagian program pembangunannya dapat terealisasi, yaitu terjaganya kelestarian lingkungan sungai, terwujudnya kesejahteraan masyarakat sekitar DAS, dan terjaminnya kelangsungan proses produksi perusahaan (industri). Jika prinsip Semua Untung tersebut telah dipastikan dapat diterapkan, maka Konstruksi Model ini memperkenankan atau dapat menerima kondisi depenalisasi ketentuan hukum pidana lingkungan hidup.