Drafts by Rudi Wijaya
Conference Presentations by Rudi Wijaya

SHIELD International Conference 2017
The Indigenous People's is a society entity that maintains its ancestral life order, which histor... more The Indigenous People's is a society entity that maintains its ancestral life order, which historically existed before the Unitary State of Indonesia was proclaimed. The Indonesian Constitution has guaranteed the constitutional rights of all citizens, including the indigenous people's. Article 18B Paragraph (2) of the 1945 Constitution has rescued that it has mandated that the state recognize and respect the traditional rights of indigenous people's as long as it is alive and in accordance with the development of society and the principle of Republic Indonesia. In practice, the constitutional rights of indigenous people's are violated and discriminated against by various parties. However, until now there is no legislation act that explicitly regulates the indigenous people's and the protection of its rights. To date, the regulation of indigenous people's is partially regulated in various laws and regulations, which are predominantly in the forestry sector. One of indigenous people's which is still alive and developing is Kasepuhan Ciptagelar society in West Java. In fact, the Kasepuhan community themselves often experience discriminatory acts. Thus, the government needs a stronger effort in realizing the indigenous people's constitutional guarantees in field practice. This research aims to examine the implementation efforts of indigenous people's protection in Kasepuhan Ciptagelar, by analyzing the cases that occurred that correlated with existing regulations. In addition, this study also provides some insertion in refining the regulations on indigenous people's protection.
Thesis Chapters by Rudi Wijaya

Masyarakat Hukum Adat (MHA) merupakan entitas yang telah ada sebelum negara Kesatuan Republik Ind... more Masyarakat Hukum Adat (MHA) merupakan entitas yang telah ada sebelum negara Kesatuan Republik Indonesia diproklamirkan dan masih hidup hingga saat ini dengan menjalankan sistem kehidupan sesuai dengan ajaran leluhurnya. Keberadaan MHA diakui oleh UUDNRI Tahun 1945, dan mengamanatkan kepada negara untuk mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan MHA tersebut. Kasepuhan Ciptagelar merupakan salah satu MHA yang saat ini masih eksis serta seringkali mendapat sorotan karena keunikan hukum adatnya serta wilayah adatnya yang tersebar pada 3 (tiga) daerah yakni Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor di Provinsi Jawa Barat serta Kabupaten Lebak di Provinsi Banten.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hak konstitusional MHA di Kasepuhan Ciptagelar beserta problematika yang dihadapi dalam pemenuhan hak-hak konstitusional tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif empiris dengan pendekatan sosio-legal. Data yang digunakan adalah data primer yang didapatkan dari hasil wawancara serta data sekunder berupa bahan hukum yakni peraturan perundang-undangan serta Putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan MHA serta data tersier.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa MHA Kasepuhan Ciptagelar telah melakukan upaya perlindungan hak konstitusionalnya secara mandiri (by-self) dengan lebih dominan. Adapun perlindungan oleh pemerintah hingga saat ini masih bersifat sektoral karena belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai MHA dan hak-haknya. Kemudian pada tingkat daerah Kabupaten Lebak telah memiliki peraturan daerah mengenai MHA, namun Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum memilikinya sehingga pemenuhan hak konstitusional MHA tersebut masih bersifat parsial.
Papers by Rudi Wijaya
Constitutional Law Society
The strengthening of the national research system after the promulgation of Law Number 11 of 2019... more The strengthening of the national research system after the promulgation of Law Number 11 of 2019 concerning the National System of Science and Technology (UU Sisnas Science and Technology) requires that the research and innovation system be strengthened in the regions. Legal instruments in the form of regional regulations have an urgency to ensure the sustainability of the research and innovation ecosystem and are also strengthened in the regions. Therefore, the content of regional regulations on research needs to be well formulated so that the content material is not only a copy of the National Science and Technology Law but can adapt to regional conditions, needs, and ongoing conditions.
Urgent Construction of Indigenous Village Regulation in Indonesia

Mahadi: Indonesia Journal of Law
Artikel ini membahas tentang dinamika penguatan peran dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)... more Artikel ini membahas tentang dinamika penguatan peran dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam perspektif demokrasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan kepustakaan dan perundangan, serta pendekatan historis. Sumber data dalam tulisan ini berasal dari peraturan perundang-undangan Indonesia baik eksisting maupun yang pernah berlaku, literatur ilmiah yang relevan, serta hasil observasi dan wawancara penulis dengan responden dari BPD Desa Karyamulyasari, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yakni pertama, Badan Permusyawaratan Desa bukan merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa namun merupakan mitra Kepala Desa dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan desa, kedua, konstruksi hukum UU Desa menghendaki tiga fungsi BPD dilaksanakan secara simultan dan berimbang, dan ketiga, fungsi pengawasan BPD terhadap kepala desa menjadi lebih dominan daripada fungsi aspirasi dan fungsi l...
Proceedings of the 2nd International Conference on Fundamental Rights, I-COFFEES 2019, 5-6 August 2019, Bandar Lampung, Lampung, Indonesia, 2021
Public service in Indonesia is still a big homework in order to realize excellent and optimal ser... more Public service in Indonesia is still a big homework in order to realize excellent and optimal service. The standard of public service for the bureaucracy, especially in the regions is still limited to slogans without implementation in the performance area. Research on community satisfaction with the performance of public services in Lampung Tengah district was conducted in September-November 2018, involving 384 respondents using quantitative methods through surveys. The results of the study show that education and health services that are basic services and compulsory local governments are still in an unfavorable dimension or range. Need to improve on a large scale so that public services in Lampung Tengah Regency can meet good standards.

Academic Journal of Interdisciplinary Studies
Formal law and customary rights never-ending contest have been a challenge for Indonesia in its e... more Formal law and customary rights never-ending contest have been a challenge for Indonesia in its effort to construct a modern nation. In this kind of battle, there are two conflicting values, the certainty of law versus harmonious value within society. However, the idea of constitutionalism can incorporate customary law as part of its fabric. Within the array of positivism and legal pluralism, the Indonesian Constitutional Court is trying to take leadership in the role of customary rights recognition. One of the legal standings that can put a petition to the constitutional court is a representative of the adat community as long as it still lives according to the values Indonesian State as required by legislation. The provision requires the existence of customary communities stipulated in a specific law. However, the required legislation is not stipulated yet in Indonesia, creating the institutional difficulty for The Constitutional Court upon accepting the customary rights case from ...

Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Sakai Sambayan
Kesadaran hukum merupakan komponen penting untuk mewujudkan negara hukum namun sering dikesamping... more Kesadaran hukum merupakan komponen penting untuk mewujudkan negara hukum namun sering dikesampingkan. Kesadarn hukum kerap dianggap akan tuntas melalui pendidikan hukum di perguruan tinggi. Padahal, upaya menumbuhkembangkan kesadaran hukum membutuhkan waktu dan proses yang memerlukan waktu lintas generasi. Artinya, pendidikan untuk sadar hukum seyogyanya dilakukan sejak lingkup pendidikan dasar dan menengah. Tim penulis telah menginisiasi “Kelompok Siswa Sadar Hukum” khusus pada guna memberi pemahaman mendasar mengenai kesadaran untuk taat hukum di SMA YP Unila. Melalui inisiasi tersebut diperoleh beberapa kesimpulan, yakni: instrumen pendidikan hukum yang diajarkan di sekolah masih sebatas pengetahuan hukum dan kurang berfokus pada upaya menumbuhkembangkan kesadaran hukum, kedua, pesatnya kemajuan teknologi dan informasi menjadi pisau bermata dua: mempermudah namun sekaligus memudarkan batasan-batasan hukum terutama bagi siswa yang belum mempelajari hukum itu sendiri, dan ketiga, ...
The Indigenous People (here-in-after we will called it as MHA) has been existed before the Republ... more The Indigenous People (here-in-after we will called it as MHA) has been existed before the Republic of Indonesia was proclaimed, and currently lives and guards the nature and its environment. However, in practice in the field MHA tend to received discriminatory treatment from various parties. Such discriminatory acts also occur to women in the MHA community. This paper attempts to examine the regulations relating to the state's obligation to fulfill the rights of MHA, especially indigenous women. In this paper it is concluded that the state has a responsibility to provide recognition and protection of MHA, and should not discriminate against indigenous women and even be given special treatment for indigenous women.
Books by Rudi Wijaya

Kebijakan Negara dalam Bidang Kelautan di Era Otonomi Daerah, 2019
Wilayah perairan yang luas memuat konsekuensi bagi pemerintah untuk menjamin kesejahteraan masyar... more Wilayah perairan yang luas memuat konsekuensi bagi pemerintah untuk menjamin kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar perairan. Otonomi daerah saat ini dilakukan di Indonesia, telah memberikan pengaruh terhadap cara pandang dan tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat yang tinggal di wilayah perairan. Secara khusus tulisan ini membahas mengenai tanggung jawab pemerintah daerah terhadap perlindungan nelayan sebagai salah satu pekerjaan masyarakat yang hidup di sekitar perairan. Menggunakan metode penelitian hukum normatif, tulisan ini setidaknya mengantarkan pada kesimpulan, bahwasesuai dengan ketentuan-ketentuan yang merupakan bagian dari upaya perlindungan nelayan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 yang pada prinsipnya setiap tingkatan pemerintahan memiliki tanggung jawab penyusunan perencanaan perlindungan dan pemberdayaan nelayan jangka pendek, menengah dan panjang. Kewenangan pemerintah pusat lebih luas dan mendominasi pengembangan dan pengelolaan wilayah perairan terkhususnya wilayah laut serta perizinan usaha yang kemudian menimbulkan terbatasnya ruang kreativitas pemerintah daerah yang sebetulnya diberikan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dalam mengembangkan dan mengelola sumber daya daerah. Pemerintah Daerah hanya diberikan kesempatan untuk memberdayakan nelayan kecil dalam daerah kabupaten/kota serta pengelolaan tempat pelelangan ikan yang semua sifatnya masih bersentuhan dengan area daratan. Maka sangat dirasa perlu penganggaran sarana penangkapan ikan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016, serta penerapan model tripple helix dalam pembentukan regulasi yang matang dan berkualitas.

Hak Konstitusional Tebaran Gagasan dan Pemikiran, 2019
Arus demokratisasi di Indonesia yang bergulir sejak tahun 1998 telah memantapkan prinsip check an... more Arus demokratisasi di Indonesia yang bergulir sejak tahun 1998 telah memantapkan prinsip check and balances dalam sistem kelembagaan negara. Hal paling fundamental yang dapat dilihat adalah dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi melalui proses perubahan Undang-Undang Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, di samping Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini berarti Mahkamah Konstitusi terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Kewenangan dan tugas seorang Hakim Konstitusi yang sedemikian rumit, menjadikan proses penanganan kasus yang ada, memungkinkan timbulnya pelanggaran kode etik perilaku Hakim Konstitusi seperti kasus yang menjerat Akil Mochtar dan Patrialis Akbar yang keduanya melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Atas dasar hal tersebut maka pengawasan terhadap Hakim Konstitusi sangatlah penting.
Pada perkembangan selanjutnya, dibentuklah Dewan Etik Hakim Mahkamah Konstitusi sebagai sebagai upaya baru dalam pengawasan dan penegakan kode etik profesi Hakim Mahkamah Konstitusi. Namun, kedudukan Dewan Etik yang hanya diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi seolah menjadi kelemahan Dewan Etik sendiri.
Uploads
Drafts by Rudi Wijaya
Conference Presentations by Rudi Wijaya
Thesis Chapters by Rudi Wijaya
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hak konstitusional MHA di Kasepuhan Ciptagelar beserta problematika yang dihadapi dalam pemenuhan hak-hak konstitusional tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif empiris dengan pendekatan sosio-legal. Data yang digunakan adalah data primer yang didapatkan dari hasil wawancara serta data sekunder berupa bahan hukum yakni peraturan perundang-undangan serta Putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan MHA serta data tersier.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa MHA Kasepuhan Ciptagelar telah melakukan upaya perlindungan hak konstitusionalnya secara mandiri (by-self) dengan lebih dominan. Adapun perlindungan oleh pemerintah hingga saat ini masih bersifat sektoral karena belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai MHA dan hak-haknya. Kemudian pada tingkat daerah Kabupaten Lebak telah memiliki peraturan daerah mengenai MHA, namun Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum memilikinya sehingga pemenuhan hak konstitusional MHA tersebut masih bersifat parsial.
Papers by Rudi Wijaya
Books by Rudi Wijaya
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, di samping Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini berarti Mahkamah Konstitusi terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Kewenangan dan tugas seorang Hakim Konstitusi yang sedemikian rumit, menjadikan proses penanganan kasus yang ada, memungkinkan timbulnya pelanggaran kode etik perilaku Hakim Konstitusi seperti kasus yang menjerat Akil Mochtar dan Patrialis Akbar yang keduanya melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Atas dasar hal tersebut maka pengawasan terhadap Hakim Konstitusi sangatlah penting.
Pada perkembangan selanjutnya, dibentuklah Dewan Etik Hakim Mahkamah Konstitusi sebagai sebagai upaya baru dalam pengawasan dan penegakan kode etik profesi Hakim Mahkamah Konstitusi. Namun, kedudukan Dewan Etik yang hanya diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi seolah menjadi kelemahan Dewan Etik sendiri.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hak konstitusional MHA di Kasepuhan Ciptagelar beserta problematika yang dihadapi dalam pemenuhan hak-hak konstitusional tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif empiris dengan pendekatan sosio-legal. Data yang digunakan adalah data primer yang didapatkan dari hasil wawancara serta data sekunder berupa bahan hukum yakni peraturan perundang-undangan serta Putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan MHA serta data tersier.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa MHA Kasepuhan Ciptagelar telah melakukan upaya perlindungan hak konstitusionalnya secara mandiri (by-self) dengan lebih dominan. Adapun perlindungan oleh pemerintah hingga saat ini masih bersifat sektoral karena belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai MHA dan hak-haknya. Kemudian pada tingkat daerah Kabupaten Lebak telah memiliki peraturan daerah mengenai MHA, namun Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum memilikinya sehingga pemenuhan hak konstitusional MHA tersebut masih bersifat parsial.
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, di samping Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini berarti Mahkamah Konstitusi terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Kewenangan dan tugas seorang Hakim Konstitusi yang sedemikian rumit, menjadikan proses penanganan kasus yang ada, memungkinkan timbulnya pelanggaran kode etik perilaku Hakim Konstitusi seperti kasus yang menjerat Akil Mochtar dan Patrialis Akbar yang keduanya melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Atas dasar hal tersebut maka pengawasan terhadap Hakim Konstitusi sangatlah penting.
Pada perkembangan selanjutnya, dibentuklah Dewan Etik Hakim Mahkamah Konstitusi sebagai sebagai upaya baru dalam pengawasan dan penegakan kode etik profesi Hakim Mahkamah Konstitusi. Namun, kedudukan Dewan Etik yang hanya diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi seolah menjadi kelemahan Dewan Etik sendiri.